1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Muslim di Indonesia Moderat?

30 Desember 2010

Selama ini, dunia mengenal Islam Indonesia sebagai wajah Islam moderat dan toleran. Tapi, beberapa penelitian mengenai toleransi di Indonesia menunjukkan kelompok muslim di Indonesia makin tidak toleran.

https://p.dw.com/p/zrWZ
Anak-anak beribadahFoto: Fotolia/Tjui Tjioe

Apakah julukan Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim moderat kini tinggal mitos?

Penelitian empat lembaga survey di penghujung tahun ini menunjukkan, ada gejala yang mengkhawatirkan dalam soal toleransi. Entah itu antar sesama pemeluk agama yang memiliki tafsir berbeda maupun antar agama di Indonesia.

Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM Universitas Islam Negeri Jakarta menyimpulkan: sepuluh tahun terakhir masyarakat Indonesia semakin tidak toleran. Lingkaran Survey Indonesia menyebut 30,2 persen masyarakat membenarkan tindak kekerasan atas nama agama. Padahal, lima tahun lalu tak sampai 15 persen jumlah orang yang mendukung kekerasan. SETARA Institut menemukan, warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi tidak toleran terhadap perbedaan keyakinan. Sementara Moderate Muslim Society mendata bahwa Provinsi Jawa Barat dan Banten, paling tidak toleran dalam soal perbedaan keyakinan. Temuan-temuan ini, seolah mengkonfirmasi apa yang selama ini dikhawatirkan mengenai gejala menguatnya fundamentalisme agama di Indonesia.

Sepanjang 2010 Kasus Pelanggaran Beribadah Menguat

Suasana mencekam menyelimuti Jemaat Gereja Kristen Indonesia di Yasmin Bogor tahun ini saat merayakan Natal. Sepanjang ibadah berlangsung, puluhan pengunjuk rasa yang menolak keberadan GKI terus meneriakan teror yang penuh kebencian kepada jemaat sepanjang ibadah. Polisi yang hadir dengan kekuatan penuh tak berbuat banyak untuk menghalau mereka, melainkan justru malah memihak kelompok radikal saat jemaat GKI Yasmin kembali mengelar ibadah Natal esok harinya.

Jemaat GKI Yasmin, Bona Sigalingging menceritakan : “Ruas jalan utama di komplek Taman Yasmin itu diblokir polisi di kedua ujungnya. Mereka mengerahkan begitu banyak personel dan kendarana taktis, yang menurut kami sangat intimidatif pada jemaat. Karena ternyata kendaraan dan personel itu juga tidak digunakan menghalau kelompok anti keragaman yang pagi itu kembali mengintimidasi warga GKI Yasmin. Mereka malah memblokir jalan bahkan ada beberapa warga jemaat GKI yang bermaksud mendekati gereja dihentikan polisi dan satpol PP dan ditanyakan mana surat ijin ibadah anda.”

Menurut Bona Sigalingging, yang juga Juru bicara GKI Yasmin, intimidasi terhadap Jemaat ini bahkan sudah dilakukan sejak jauh hari, saat mereka menggelar ibadah di trotoar pada April lalu, setelah gereja mereka disegel oleh Pemda atas tekanan kelompok radikal. Seorang pengurus gereja bahkan mengalami kekerasan fisik saat proses pembangunan gereja, padahal seluruh prosedur pembanguan Gereja termasuk Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadah dari walikota sebelumnya telah dikantongi pengurus.

Beribadah Berpindah-pindah

Kasus di GKI Yasmin ini, menambah panjang daftar pelanggaran kebebasan beragama sepanjang tahun ini. Sebelumnya sejumlah ormas Islam juga menyegel tujuh rumah ibadah di Rancaekek, Bandung, Jawa Barat yang digunakan oleh jemaat HKBP sebagai tempat ibadah darurat. Mereka beralasan keberadaan rumah ibadah meresahkan warga di perumahan Bumi Rancaekek Kencana, Bandung. Kasus lainya terjadi pada September 2010 lalu, ketika dua pengurus gereja HKBB Ciketing Bekasi menjadi korban kekerasan, kelompok radikal, lagi lagi karena buntut dari protes pendirian gereja.

Menurut Pendeta Luspida Simanjuntak, meski jemaat HKBB Ciketing ini telah terbentuk sejak 15 tahun lalu, namun sampai saat ini, keinginan mereka untuk memiliki gereja yang permanen belum terkabul. Untuk beribadah mereka terpaksa berpindah dari satu rumah ke rumah lain: „Terakhir usaha kami adalah, kami siap membeli satu bangunan, tinggal menandatangani hitam diatas putih, tiba-tiba, sekelompok massa sudah membuat spanduk di bangunan tersebut. Isinya adalah, rumah ini bisa dijual tetapi tidak untuk gereja, tutur Sinamjuntak. Makanya rumah yang dibeli tahun 2007 dipertahankan sampai bulan Juni lalu. Kemudian ada surat dari Pemda untuk melakukan penyegelan.“

Kekerasan Terhadap jemaah Ahmadiyah

Kekerasan juga menimpa kampung dan masjid Jamaah Ahmadiyah. Menurut juru bicara Ahmadiyah Zafrullah Pontoh, tahun ini sebagian besar terjadi di wilayah Jawa Barat. Antara lain di Kabupaten Kuningan, Sukabumi, Cinajur dan Bogor.

Selain perusakan dan pembakaran sejumlah masjid, kasus terbaru adalah pemasangan gembok pintu gerbang panti asuhan milik Ahmadiyah di kecamatan Kawalu Tasikmalaya. Puluhan anak anak yatim di panti asuhan itu, terpaksa harus meloncati pagar untuk bisa sekolah. Desakan membuka gembok deras disuarakan, LSM dan pegiat anak, termasuk Komnas Anak namun ditanggapi dingin oleh Walikota Tasikmalaya Syarif Hidayat, dengan alasan menjaga kondusifitas kota Tasikmalaya. Juru bicara Ahmadiyah Zafrullah Pontoh:

“Sehingga anak anak yang ada di dalam panti terpaksa harus loncat pagar untuk pergi sekolah, ada yang memberikan alasan, mereka harus menutup karena didalamnya ada tempat ibadah. Saya katakan di Indonesia ini kantor kantor pemerintah maupun swasta ada masjid ada musholla Di Salabintana Sukabumi disana itu ada satu masjid Ahmadiyah diratakan dengan tanah. Di Cisalada mereka upayakan bakar, tapi dapat dihalangi. Kemudian di Cianjur Selatan itu juga ada upaya pembakaran tapi cepat dipadamkan oleh warga disana.”

Zaki Amrullah / Andy Budiman

Editor : Ayu Purwaningsih