1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Diduga Miliki Serdadu Anak Terbanyak di Dunia

12 Februari 2010

12 Februari adalah Red Hand Day, yaitu hari internasional untuk memperingati pengerahan anak-anak sebagai serdadu. Sekitar 250.000 anak di bawah umur diduga dilibatkan dalam berbagai konflik bersenjata di dunia.

https://p.dw.com/p/Lzjh
Foto: Irani

Menurut perkiraan organisasi berbagai organisasi hak asasi dan perlindungan anak, jumlah tertinggi serdadu anak-anak dikerahkan oleh pemerintah militer di Myanmar.

Organisasi bantuan bagi anak-anak Terre des Hommes berasumsi bahwa di Burma yang nama resminya Myanmar, sekitar 80.000 anak di bawah umur dipekerjakan sebagai serdadu. Baik secara resmi di angkatan bersenjata Myanmar, maupun pada angkatan bersenjata berbagai kelompok pemberontak. Menurut sebuah laporan organisasi hak asasi Human Rights Watch, 20 persen tentara pada angkatan bersenjata Myanmar berusia di bawah 18 tahun.

Jo Becker yang membuat laporan tersebut mengungkapkan kepada stasiun pemancar televisi Jerman ARD bahwa sejumlah tentara anak itu berusia sekitar sepuluh tahun: "Kami mewawancarai seorang bocah laki-laki yang berusia sebelas tahun. Tingginya hanya 1,30 meter dan beratnya 31 kilogram. Tapi meskipun demikian, militer mengambilnya. Anak-anak tersebut menjalani program pelatihan militer sama seperti bagi orang dewasa. Bila berusia 12 tahun, mereka dikerahkan dalam berbagai pertempuran. Mereka harus memerangi angkatan bersenjata gerakan bawah tanah dari etnis tertentu di negara itu. Dengan begitu mereka dipaksa melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka diperintahkan membakar desa-desa atau memburu warga sipil untuk melakukan kerja paksa."

Anak-anak diambil dari berbagai stasiun kereta api , bus atau di tempat-tempat umum lainnya, kata Jo Becker dari organisasi HAM Human Rights Watch. Anak-anak tersebut kemudian dijual calo- kepada angkatan bersenjata. Jo Becker: "Perekrut mendekati anak-anak yang sendirian. Di pasar-pasar, di stasiun bus atau stasiun kereta api. Kemudian mereka menanyakan kartu identitas. Bila anak-anak tidak memiliki KTP, perekrut mengatakan, mereka punya dua pilihan, yaitu ke penjara atau bergabung dengan angkatan bersenjata. Melalui cara itu banyak anak laki-laki direkrut dengan ancaman atau bahkan dengan kekerasan agar memasuki angkatan bersenjata."

Menurut laporan organisasi hak asasi manusia, perekrutan serdadu anak-anak pada tahun-tahun belakangan meningkat, meskipun pimpinan militer Myanmar beberapa tahun lalu membentuk sebuah komisi pemerintah yang mengawasi agar usia minimum serdadu, yaitu 18 tahun, harus ditaati. Angkatan bersenjata Myanmar tampaknya punya kesulitan untuk meningkatkan jumlah pasukannya, atau untuk mempertahankan jumlah yang ada. Karena itu perekrutan anak di bawah usia semakin sering terjadi.

Musch-Borowska/Christa Saloh

Editor: Asril Ridwan