1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Akui Bunuh 10 Warga Rohingya Tertuduh Teroris

11 Januari 2018

Setelah berbulan-bulan membantah, militer Myanmar mengakui bahwa aparat keamanan telah membunuh 10 warga Rohingya. Jenazah para korban yang disebut teroris Bengali tersebut ditemukan di kuburan massal.

https://p.dw.com/p/2qgzh
Myanmar Soldat bei Maungdaw nördlich von Rakhine
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun

Komandan Militer Angkatan Darat Myanmar untuk pertama kalinya secara terbuka mengaku tentang keterlibatan militer dan penduduk desa dalam pembunuhan 10 warga Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Militer mengindikasikan jenazah yang ditemukan dalam kuburan massal di desa Dinn pada Desember 2017 lalu tersebut sebagai "teroris Bengali".

"Tentara akan bertanggung jawab atas pelaku pembunuhan tersebut dan pasukan yang melanggar peraturan. Insiden ini terjadi karena penduduk desa diancam dan diprovokasi para teroris," demikian isi pernyataan tertulis militer Myanmar, Rabu (10/01/18).

Dalam pernyataan yang sama, militer menyebutkan akibat serangan yang tegah berlangsung saat itu, aparat keamanan mengaku tidak memungkinkan bagi mereka saat itu untuk membawa 10 orang tertuduh teroris tersebut ke kantor polisi, dan akhirnya memutuskan untuk mengeksekusi "para pemberontak" di pemakaman desa, pagi hari setelah tertangkap. Militer juga melaporkan warga Buddha Rakhine turut membantu militer menggali kuburan dengan menggunakan pisau dan alat pertanian.

Puncak gunung es

Berbagai organisasi HAM Internasional angkat suara dengan mengatakan bahwa pengakuan militer tersebut memperlihatkan tidak adanya perubahan sikap serius dari pemerintah Myanmar.

"Sangat mengerikan bagaimana tentara berusaha untuk membenarkan eksekusi di luar ranah hukum dengan mengatakan bahwa bantuan mereka mendesak untuk dibutuhkan di tempat yang lain dan tidak tahu harus berbuat apa terhadap nasib para pria tersebut," ujar  James Gomez, Direktur Amnesty Internasional Wilayah Asia Tenggara.

Gomez menambahkan bahwa pengakuan publik pertama terkait operasi militer Agustus 2017 lalu itu ibarat „puncak gunung es" sebab Amnesty Internasional mengantongi bukti yang memperlihatkan bahwa militer melakukan serangkaian pembunuhan dan pemerkosaan terhadap warga Rohingya, serta membakar desa warga Muslim Rohingya hingga rata dengan tanah.

Organisasi HAM lainnya, Human Rights Watch, menyerukan agar pemerintah Myanmar bertindak "serius dan terbuka dengan mengizinkan Komisi Pencari Fakta bentukan PBB untuk memasuki negara tersebut". 

"Yang perlu diperhatikan adalah fakta bahwa tidak seorangpun kecuali beberapa tentara tingkat rendah dan beberapa penduduk desa terlibat, seolah ini adalah kejadian dadakan bukan bagian dari kebrutalan yang melekat yang dibangun oleh tentara dalam operasi pembersihan di negara bagian Rakhine utara tersebut," ujar Phil Robertson, Direktur Human Rights Watch Asia seperti dituliskannya lewat email kepada kantor berita Jerman, dpa.

ts/yf (dpa, afp)