1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nasib Pengungsi Sri Lanka di Bintan Tetap Tak Jelas

28 Oktober 2009

78 pengungsi Sri Lanka menolak untuk meninggalkan kapal pabean Oceanik Viking yang berlabuh di Riau. Seharusnya, permohonan suaka mereka diproses di Indonesia, tapi mereka menunut dibawa ke Australia.

https://p.dw.com/p/KHej
Banyak warga Sri Lanka menumpang kapal menuju Australia untuk mencari suakaFoto: AP

Kapal Australia Oceanik Viking yang menyelamatkan 78 pencari suaka asal Sri Lanka, di antaranya juga perempuan dan anak-anak berlabuh di Pulau Bintan, dekat Singapura, sejak Senin (26/10). Pemerintah Riau menolak untuk menerima para pencari suaka dan mengatakan Indonesia bukan tempat pembuangan bagi pendatang ilegal. Meski begitu, pemerintah Riau memberi izin tinggal satu bulan bagi para pengungsi untuk memproses surat-surat permohonan suaka. Tapi, pengungsi Sri Lanka itu menolak untuk meninggalkan kapal untuk diperiksa kesehatan dan identitasnya. Ke-78 warga Sri Lanka yang kebanyakan etnis Tamil ini menuntut untuk dibawa ke Australia.

Pemerintah Australia menolak untuk menerima para pencari suaka asal Sri Lanka. Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menegaskan telah mencapai kesepakatan dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu. Australia akan mendanai kamp penampungan pengungsi di Indonesia, sehingga Indonesia dapat mencegah arus pengungsi yang menuju Australia. Kebijakan ini ditentang keras pihak oposisi Australia. Reaksi Kevin Rudd atas kritik oposisi:

"Saya akan mengulang apa yang saya katakan sebelumnya, saya tidak akan meminta maaf karena kami bekerja sama erat dengan sahabat dan mitra Australia yaitu Indonesia untuk mencapai target yang kita inginkan terkait imigrasi gelap."

Perdana Menteri Australia Kevin Rudd tidak menutup kemungkinan bahwa para pengungsi dipaksa turun dari kapal. Sebaliknya, wakil kementerian luar negeri Sujatmiko yang mengunjungi para pengungsi di atas kapal Oceanik Viking mengatakan, Indonesia tidak dapat memaksa mereka meninggalkan kapal karena ini melanggar hukum internasional.

Keengganan pemerintah Australia untuk menerima para pengungsi berkaitan dengan kebijakan imigrasi benua kanguru. Pemerintah tengah kiri di bawah Kevin Rudd dituduh kurang ketat dalam menangani arus pendatang yang meningkat drastis belakangan. Tahun ini, 30 lebih kapal yang ditumpangi pengungsi memasuki perairan Australia. Tahun lalu, jumlahnya hanya tujuh kapal. Kebanyakan pengungsi berasal dari Sri Lanka, Afghanistan dan Irak.

Di bawah pemerintahan sebelumnya, Australia memproses para pengungsi dengan mengirim mereka ke kamp penampungan di Nauru atau Papua New Guinea, di mana mereka ditangani oleh Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Sebaliknya, pemerintahan Kevin Rudd berupaya untuk mengantisipasi arus pendatang ilegal melalui kerja sama lebih erat dengan Indonesia. Pekan lalu, PM Australia merumuskan kerangka kesepakatan dengan Presiden Indonesia. Namun, ia menolak untuk merinci isi kesepakatan yang disebut 'Indonesian Solution' atau penyelesaian Indonesia:

"Ini adalah pembicaraan diplomatis antara dua negara dan sama seperti perundingan dipolmatis lainnya, isi dari pembicaraan tersebut dirahasiakan."

Demikian Kevin Rudd dalam dengar pendapat di parlemen Australia.

Kapal pabean Oceanik Viking menyelamatkan 78 pengungsi Sri Lanka yang menuju Australia saat kapal mereka rusak di Selat Sunda. Kapal Austrlia itu lalu berlabuh di Bintan sejak Senin pagi. Izinnya masih berlaku sampai Jumat mendatang.

(afpe/ap/dpae/ZER/HP)