1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Negeri yang Mengagumkan

Andibachtiar Yusuf 1 Juni 2016

Kita memiliki tanah tumpah darah yang luar biasa hebat, tapi apa iya kehebatan itu diketahui bangsa lain di muka bumi? Simak pendangan Andibachtiar Yusuf berikut ini.

https://p.dw.com/p/1Iy8x
Indonesien Mount Bromo Vulkan Landschaft Java
Foto: picture-alliance/dpa/G.A.Lotulung

Etnis di negeri itu bernama Melayu, pada masa silam daerah itu disebut sebagai Malaya yang diambil dari sebutan mereka sendiri terhadap diri mereka. Bangsa yang menetap di areal itu adalah bangsa Melayu yang sebenarnya etnis mayoritas di Pulau Sumatera.

Sebagai sebuah wilayah yang merdeka, bangsa Melayu menyatakan diri mereka merdeka pada 31 Agustus 1957 dan mungkin kemudian merasa tidak "cool" jika menggunakan kata Malaya sebagai nama negeri mereka.

Merujuk pada tetangga serumput di seberang semenanjung bernama Indonesia, maka dipilihlah nama Malaysia agar mereka bisa ikut "cool" seperti sang tetangga yang tampak gagah dengan wilayah membentang dari ujung Pulau Sumatera di Aceh sampai ke kepulauan Maluku (saat itu Papua masih dibawah kekuasaan Belanda). Padahal secara harfiah Indo dan Nesia memiliki arti "Kepulauan yang dikelilingi oleh lautan," seperti kata dasar Indo dan Nesia yaitu Indo dan Nesos.

Namun saudara sebentuk yang memilih menggunakan bahasa mereka (Melayu) sebagai bahasa nasional, perdagangan resmi sekaligus bahasa persatuannya membuat etnis/bangsa Melayu yang merasa sedarah ini memilih untuk memberi juga akhiran Sia di akhir kata Malay yang 'sangat Inggris' itu. Mereka bahkan tidak peduli bahwa tak cukup banyak kepulauan yang dikelilingi laut di wilayah negara mereka.

Semangat Bung Karno dalam besarkan nama Indonesia

Di saat kelahirannya, presiden Indonesia saat itu Sukarno bahkan sempat merasa jengah pada negeri yang seolah bersembunyi di balik ketiak Inggris. Bapak bangsa kita yang memang anti imperialisme barat ini kemudian menyatakan perang pada negara baru tersebut dengan alasan berupaya mencegah "Berdirinya negara boneka Malaysia".

Tentu Si Bung sadar sebagai sebuah negeri yang baru merdeka 8 tahun (Indonesia dianggap merdeka 22 Desember 1949 dengan 17 Agustus 1945 sebagai hari proklamasi) membutuhkan identitas kebangsaan Indonesia, lengkap dengan gagasan penyatuan Nusantara dan Semenanjung Malaya adalah bagiannya. Maka dengan penuh kegagahan, proklamator kita ini menyatakan konfrontasi terbuka dengan negeri jiran yang baru merdeka.

Saat itu, Indonesia adalah sebuah kekuatan yang dianggap sangat potensial oleh banyak bangsa di dunia. Sumber daya alam yang melimpah dengan batas laut terpanjang di dunia membuat negeri ini diramalkan akan segera menguasai dunia dengan segala kekayaan dan kemampuan mereka. "Negeri yang kan mengontrol perdagangan dunia," tulis National Geographic edisi Agustus 1955, tepat 10 tahun setelah proklamasi dan 6 tahun setelah kemerdekaan resmi.

Negeri yang mengundang decak kagum

YA! Indonesia, negeri yang sangat mengundang decak kagum siapapun yang baru melihatnya di peta dunia. "Negerimu dikelilingi oleh laut, sementara kami tidak punya pantai sama sekali," ujar Robert Kerjes, rekan kerja saya di Budapest, Hongaria. Kehidupan luar biasa penuh keindahan adalah yang ia bayangkan setiap kali memandangi kembali peta Indonesia di google yang saya sodorkan serta foto-foto saya saat berada di Papua, Maluku ataupun sekedar Anyer.

Indonesia, nama itu saya sebut berulang kali saat orang berkata tentang negeri mereka yang kaya. Saya menyebut betapa minyak berada di atas kepala dan di bawah kaki orang Sumatera. Betapa kayu sangat berlimpah di Kalimantan, minyak bumi berkualitas nomer satu....catat KUALITAS NOMER SATU! yang hanya bisa ditemui di negeri saya dan Amerika Serikat saja.

Negeri saya adalah negeri yang sangat… sangat.. sangat dan sangat 'kaya'. Tak ada bangsa di dunia ini yang mampu membayangkan betapa dahsyatnya segala penjuru negeri dengan garis pantai terpanjang, kekayaan bio organik kelautan tanpa tanding, primata yang beragam.....sampai ke etnis/bangsa ataupun bahasa yang jumlahnya saja sudah bisa bikin orang-orang Eropa itu pingsan! Negeri saya konon memiliki 1687 bahasa lokal, jauh lebih banyak dari total bahasa di benua Eropa digabung jadi satu.

Di negeri saya matahari bersinar tanpa henti sepanjang 12 jam setiap harinya non-stop selama 12 bulan sepanjang tahun. Apa yang disebut badai di Eropa, bagi kami di Indonesia hanyalah sekedar hujan lebat berangin bonus pohon kecil tumbang.

Mereka bandingkan dengan Malaysia dan Thailand

Itulah negeri saya dan kalimat-kalimat penuh hiburan itu saya ucapkan saat teman saya sibuk berkata bahwa mereka ingin berlibur di Thailand, Malaysia atau bahkan Vietnam. Mereka semua ingin melihat Asia Tenggara yang hijau ini, kawasan yang hanya bisa mereka lihat di film-film perang Vietnam milik Hollywood.

Wajah mereka antusias saat menyebut Thailand dan Malaysia namun berubah berkerut saat saya berkata "Kamu harus mampir ke Indonesia," Dengan senyum ramah Erika Zoos menjawab "Malaysia sangat indah, Thailand juga dan kami sudah menata waktu untuk mengunjungi tempat-tempat di sana," dengan nada yang dibaik-baikkan saya merespon "Kasitahu deh 20 tempat terbaik di dua negara itu dan saya akan kasi 50 tempat yang lebih baik dalam satu tarikan nafas."

Negeri saya bernama Indonesia dan mereka tidak tahu dimana negeri itu berada. Kawasan yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan jarak yang setara dengan rentang Belfast sampai ke Teheran.

Negeri saya adalah negeri yang sangat luas namun sangat jarang orang tahu dimana negeri itu berada "Dia pakai handset dari Malaysia, bisa gak dipakai di sini?" tanya Maximilian, Liaison Officer saya di sebuah festival film di Regensburg, Jerman. Saya menegur dia dengan menyebut asal saya dan ia menjawab "Sama saja, kan?"

Mengapa jadi tampak pandir?

Saya mengunjungi Malaysia untuk ke-8 kalinya dan sekitar ke-38 kali jika dihitung dengan segala transit saya di sana. Malaysia, negeri yang selalu membuat saya merasa bahwa negeri dan bangsa saya yang sangat saya cintai menjadi tampak sangat bodoh, tolol dan pandir.

Penulis: Andibachtiar Yusuf
Penulis: Andibachtiar YusufFoto: Andibachtiar Yusuf

Dengan cerdas mereka mengemas segala brosur pariwisata ataupun video wisata yang menunjukkan keindahan alam mereka (yang sebenarnya sedikit itu). Iklan yang tersebar di pelosok negara, museum yang terjaga, petunjuk pariwisata yang sangat membantu sampai selebaran dan poster yang menghampar dimanapun itu.......bahkan juga bisa ditemukan pada jarak 80 meter dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di London yang megah itu tanpa saya bisa menemukan secuilpun info tentang negeri yang sangat saya bela ini dimanapun itu di Inggris!

"Apa saja tempat yang asyik buat dilihat?" tanya saya iseng pada petugas hostel ketika saya menginap di Kuala Lumpur. Maka ia pun menjawab yang jika jawaban tersebut di Jakarta maka akan setara "Monas, Mangga Dua, Glodok, Fatahillah, tempat makan di Pecenongan, Condet, Plasa Senayan, Pacific Place, Jalan Sudirman, Jalan Jaksa, Jalan Sabang......."

Penulis:

Andibachtiar Yusuf, pembuat film dan pengelana

@andibachtiar

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.