1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nigeria dan Luka Menganga Boko Haram

Jan-Philipp Scholz14 April 2015

Tepat setahun lalu milisi Boko Haram menculik 300 siswa perempuan dari desa Chibok di Nigeria. Hingga sekarang semua jejaknya tidak diketahui lagi. Ada luka menganga di negeri itu. Tinjauan Jan-Philipp Scholz.

https://p.dw.com/p/1F7WJ
Symbolbild Entführungen von Frauen und Mädchen in Nigeria
Foto: picture-alliance/dpa/D. Kurokawa

Sejak bulan April 2014 Chibok menjadi simbol ganda: pertama simbol kegagalan negara Nigeria dalam perang melawan teroris Islamis. Dan kedua simbol dari ketidakbecusan dan kurangnya niat militer Nigeria memerangi kelompok teroris tersebut.

Setelah penculikan siswa perempuan dari desa Chibok, Boko Haram juga terus melakukan rangkaian aksi penculikan dan serangan pembunuhan lain. Sedikitnya tercatat 300 kali serangan teror terhadap warga sipil dan menurut PBB seluruhnya 2000 anak perempuan diculik kelompok teroris itu. Sekitar 800.000 anak-anak juga terpaksa mengungsi akibat konflik tersebut.

Memang kasus Chibok membangkitkan solidaritas dunia internasional yang amat terlambat terhadap perkembangan kemasyarakatan di Nigeria. Tapi nasib anak perempuan lain yang diculik sesudah kasus Chibok tidak lagi mendapat perhatian publik dunia seperti kasus setahun silam itu.

Sejak peristiwa penculikan April 2014, politik Nigeria yang tumpul dan hanya berkutat pada kepentingan pribadi politisnya, harus menghadapi beragam pertanyaan yang semakin kritis. banyak yang melihat, tidak terpilih kembalinya presiden Goodluck Jonathan adalah dampak dari kasus penculikan 300 anak perempuan Chibok. Warga menilai, selain maraknya kasus korupsi juga kegagalan mantan presiden Jonathan dalam memerangi terorisme, menjadi faktor menentukan bagi para pemilih di Nigeria.

Sekarang dipertanyakan, apakah presiden baru Nigeria, Muhammadu Buhari dapat memenuhi janjinya, menghancurkan Boko Haram dalam waktu enam bulan? yang sudah jelas, Buhari dapat menuntaskan sebagian dari problem itu. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa ia merupakan bagian dari elite Muslim di Nigeria Utara yang mendukung keuangan Boko Haram, untuk menggulingkan presiden yang tidak disukai warga, Goodluck Jonathan yang berasal dari kalangan Kristen. Sekarang, dengan terpilihnya presiden dari utara Nigeria, dukungan keuangan bagi Boko Haram akan berhenti.

Jan-Philipp Scholz
Jan-Philipp Scholz koresponden DW di Nigeria.Foto: DW/M. Müller

Tapi permasalahan jauh lebih kompleks. Ribuan kaum muda dari utara Nigeria yang bertempur demi Boko Haram, bergabung dengan kelompok teroris ini hanya dengan satu alasan: mereka tidak punya beban apapun. Bagi mereka, pertempuran, penjarahan dan pemerkosaan sudah lama menjadi tujuan utama. Bahkan sebagian dari mereka sudah benar-benar teradikalisasi, hingga dogma dan slogan kosong Islam yang dijejalkan ke dalam otak mereka, dipercaya sepenuhnya.

Kini solusinya kedengaran amat pahit. Hanya opsi militer yang dapat memenangkan perang melawan Boko Haram. Kelompok teroris ini harus terus dilemahkan, hingga tidak punya pilihan, selain para gembongnya menerima tawaran perundingan dari pemerintah baru. Apakah mantan jenderal Buhari akan sukses dalam aksinya, sangat tergantung dari apakah dia dapat mengurai struktur korup yang sudah menggurita di dalam militer.

Bagi 300 siswa perempuan dari Chibok, aksi semacam itu mungkin sudah terlambat. Namun belum terlambat bagi ratusan ribu siswa sekolah lainnya dari utara Nigeria yang punya satu keinginan: mendapat pendidikan. Agar mereka punya perspektif bagi dirinya dendiri maupun bagi kawasan yang sejak lama tidak punya perspektif lagi.