1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Operasi Militer AS Gagal Lumpuhkan Islamic State

3 Agustus 2015

Operasi militer yang dipimpin Amerika Serikat sejak setahun lalu tidak banyak melucuti kekuatan IS. Kemajuan terbesar terjadi di utara Suriah, di mana IS bertempur dengan kelompok Kurdi.

https://p.dw.com/p/1G8yH
Syrien Anti IS-Koalition Luftangriff Jet Kampfjet
Foto: AP Photo/Senior Airman Matthew Bruch, U.S. Air Force

Setelah miliaran Dollar dan lebih dari 10.000 nyawa gerillyawan yang terbuang, kelompok Islamic State tidak lebih lemah ketimbang setahun lalu, ketika Amerika Serikat dan sekutunya memulai serangan udara. Temuan pahit itu berasal dari laporan teranyar Central Intelligence Agency (CIA).

Operasi militer itu memang dinilai berhasil mencegah keruntuhan Irak dan mendesak posisi Islamic State di utara Suriah dan Raqqa. Tapi selebihnya, situasi yang ada saat ini disebut sebagai "jalan buntu."

CIA menyimpulkan, Islamic State masih memiliki kemampuan finansial yang kokoh untuk merekrut sebanyak mungkin jihadis. "Kita tidak melihat adanya pengurangan signifikan pada kekuatan tempur mereka," ujar seorang pejabat Kementrian Pertahanan AS.

Ancaman buat Negara Barat

Saat ini gerilayawan IS ditaksir berjumlah antara 20.000 hingga 30.000 personal. Jumlah yang sama diyakini dimiliki kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu setahun silam ketika AS memulai serangan udara.

Menurut Direktur FBI, James Comey, ancaman terbesar IS buat negara barat adalah jihadis yang pulang kampung dan melakukan aksi teror di negaranya masing-masing. Bukan cuma AS dan Eropa, Rusia juga bahkan dikabarkan mulai menerapkan pengamanan ketat menyusul adanya kabar 1000 eks-jihadis yang pulang ke negara tersebut.

Analis menilai, strategi yang dipilih pemerintahan Barack Obama yang melarang serangan darat, membutuhkan waktu hingga 10 tahun untuk melucuti kekuatan tempur IS.

Kemajuan Berbiaya Mahal

Namun begitu AS juga mencatat sejumlah kemajuan. Di enam bulan pertama 2015, kelompok teror tersebut diyakini kehilangan 9,5 persen daerah kekuasaannya. Terlebih IS juga mulai kehilangan pengaruh di wilayah yang dikuasainya, termasuk ibukota IS, Raqqa.

"Di Raqqa, mereka perlahan mulai tersudut," kata seorang aktivis yang melarikan diri dari Raqqa awal tahun 2015. "Tidak ada lagi kesan bahwa Raqqa adalah surga buat kelompok itu," imbuhnya.

Harapan terbesar ada pada gerilayawan Kurdi di Suriah. Kelompok tersebut membebaskan sebagian besar wilayah perbatasan Suriah dari IS. Juni silam aliansi yang didukung AS itu menduduki kota Ein Issa yang merupakan jalur penyeludupan dan logistik terpenting buat IS, karena cuma berjarak 56 kilometer dari Raqqa.

Akibatnya IS harus mengambil jalur yang lebih panjang, yakni sekitar 96 kilometer, untuk mengamankan pasokan amunisi dan senjata. Jalur logistik buat kelompok teror itu tidak akan menjadi lebih lancar dengan adanya rencana Turki membentuk zona aman di wilayah utara Suriah.

Namun begitu IS masih menguasai sumber keuangan terbesar, yakni kilang minyak. Menurut Daniel Glaser, Staf Ahli urusan keuangan kelompok teror di Departemen Keuangan AS, IS menjaring 500 juta Dollar AS per tahun dari penyeludupan minyak mentah. Selain itu IS juga masih memiliki uang tunai senilai 1 miliar Dollar AS yang dijarah dari bank-bank di Suriah dan Irak.

rzn/hp (ap,afp)