1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi dan AS Skeptis Akan Rencana Perdamaian Suriah

28 Maret 2012

Setelah Suriah menerima usulan rencana perdamaian, suara-suara tidak percaya langsung terdengar. Pertempuran dengan pihak oposisi juga masih berlanjut.

https://p.dw.com/p/14TBE
Foto: AP

Pengumuman wakil PBB dan Liga Arab, Kofi Annan, hari Selasa (27/3) tentang Suriah yang menyetujui rencana perdamaiannya, disambut secara skeptis oleh berbagai pihak. Oposisi menuduh Presiden Bashar Assad menyepakati rencana tersebut hanya untuk mengulur waktu. "Kami tidak yakin apakah itu merupakan strategi politik atau benar-benar akan ia lakukan," ujar Louay Safi, anggota oposisi Dewan Nasional Suriah. "Kami tidak mempercayai rezim ini. Kami harus melihat bukti dulu, bahwa mereka telah berhenti membunuh warga sipil."

Dalam rencana yang diajukan Annan, antara lain dituntut segera dilakukannya gencatan senjata selama dua jam setiap hari, agar akses masuk ke medan pertempuran tersedia bagi bantuan kemanusiaan dan evakuasi medis. Rencana ini juga menuntut gencatan sejata total. Namun, untuk itu dibutuhkan waktu lebih banyak, karena Suriah harus menarik pasukan dan pelengkapannya dari seluruh kota, pasukan pemerintah dan oposisi harus berhenti berperang, dan kelompok pengamat yang melapor pada PBB harus dibentuk terlebih dahulu.

Assad harus berikan bukti nyata

Menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menuntut agar Assad segera melakukan tindakan nyata. "Assad sering memberikan janji muluk dan tidak terlihat hasilnya. Kami akan menilai ketulusan dan keseriusan Assad berdasarkan apa yang ia lakukan dan bukan apa yang ia katakan. Jika ia bersedia mengakhiri babak kelam dalam sejarah Suriah, ia bisa membuktikannya dengan segera memerintahkan pasukannya untuk berhenti menembak dan menarik mereka dari wilayah berpenduduk."

Hillary Clinton Äußerung zu Nordkorea
Menlu AS Hillary ClintonFoto: dapd

Hal senada juga dikatakan oleh menteri luar negeri Inggris William Hague. Menurutnya, keputusan Assad barulah langkah pertama. "Kami akan terus menilai rezim Suriah dari aksi dan tidak dari omong kosong belaka."

Dukungan bagi Annan dan Assad

Annan telah berkunjung ke Rusia dan Cina untuk mengumpulkan dukungan bagi rencana perdamaiannya. Rusia dan Cina telah dua kali melindungi Assad dari sanksi PBB dengan alasan, resolusi PBB tidak adil dan hanya menyalahkan pihak pemerintah Suriah. Suriah adalah sekutu terakhir Moskow di Timur Tengah dan adalah pelanggan utama industri senjata Rusia. Tapi akhir-akhir ini pemerintahan di Moskow mulai menunjukkan sikap tidak sabar terhadap Assad. Sementara Selasa (27/3), Annan mengatakan Cina telah menegaskan dukungan penuh bagi misinya.

Kofi Annan
Kofi AnnanFoto: Reuters

Sebaliknya, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyatakan dukungannya bagi rezim Assad. Kantor berita resmi Iran mengutip Ahmadinejad : "Saya sangat bahagia, bahwa pemerintah Suriah menangani situasi dengan tegas." Ia juga mengulang tuduhan Assad tentang konspirasi kelompok pemberontak dan negara-negara barat. "Amerika ingin mendominasi Suriah, Libanon, Iran dan negara lainnya dengan menggunakan semboyan palsu dan mengaku hanya membela kebebasan warga Suriah. Kita harus waspada terhadap konspirasi tersebut." Iran adalah sekutu nyata terakhir Suriah.

Mahmud Ahmadinedschad und Bashar Assad 2010
Mahmud Ahmadinejad dan Bashar al AssadFoto: AP

Damaskus belum ungkap rencana perdamaian

Dari rezim di Damaskus sendiri belum terdengar pernyataan resmi tentang kesepakatan rencana perdamaian. Kantor berita resmi Suriah, Sana, juga tidak memberitakannya. Fokus berita Selasa (27/3) adalah kunjungan penguasa Bashar al Assad ke Baba Amr, salah satu bekas markas oposisi yang telah menjadi simbol revolusi. Televisi pemerintah juga menyiarkan liputan tersebut, dimana Assad bertemu dengan tentara dan pendukungnya.

Pertempuran berdarah terus berlanjut. Di dekat ibukota, di provinsi Idlib dan Homs, militer rezim dan oposisi kembali berperang. Aktivis Suriah mengatakan, Selasa (27/3) saja setidaknya 31 orang tewas dalam peperangan.

Vidi Legowo-Zipperer (ap, afp)