1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Hilang Kepercayaan Pada Ikhwanul Muslimin

Matthias Sailer11 Desember 2012

Ketegangan meningkat di Mesir dengan dua demo tandingan kubu oposisi dan Ikhwanul Muslimin pada Selasa (11/12) di Kairo.

https://p.dw.com/p/16zk8
Foto: Reuters

Kelompok oposisi Mesir menolak referendum konsitusi yang dijadwalkan pada Sabtu (15/12) mendatang. Juga dari kalangan partai oposisi, hanya Abdel Moneim Abul Fotuh yang dikenal moderat, yang mendukung referendum itu. Meski begitu Fotuh juga menolak rancangan konsitusi itu. Konsesi Presiden Mohammed Mursi yang menarik kembali dekrit yang menempatkan kekuasaan lebih besar di tangan presiden, tidak menghentikan kaum oposisi turun ke jalan.


"Kami kuatir, bahwa hak asasi rakyat tidak dikuatkan dalam konstitusi dan akan dipangkas" Begitu ungkap Abdul Bar Zahran, salah seorang pendiri Partai Kebebasan Mesir, partai oposisi terbesar yang mengorganisir kelanjutan perlawanan terhadap Presiden Mursi dan rencana referendum. "Karena itulah kami menyerukan aksi protes Selasa ini di seluruh Mesir.“

Abdul Bar Zahran
Abdul Bar ZahranFoto: DW/M.Sailer


Bagi Abdul Bar Zahran penarikan kembali dekrit oleh Presiden hanya merupakan manuver politik kaum Ikhwanul Muslimin. Mursi sejak awal bertujuan memberlakukan konstitusi yang bisa menekan perlawanan oposisi. Namun dengan dekrit itu, ia hanya berhasil membatalkan pembubaran parlemen. Masa hingga referendum itu begitu singkat sehingga apabila dilakukan kini, rancangan konstitusinya akan terselamatkan.



Oppositsi: Majelis Konsitusi Tidak Mewakili Rakyat


Bukan hanya rancangan konsitusi itu yang membuat kaum oposisi marah, tapi juga proses penetapannya, jelas Elijah Zarwan, ilmuwan Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri di Kairo. "Bayangkan, Mursi mengeluarkan lima dekrit, yang membuat marah oposisi. Lalu ia menarik kembali satu diantaranya. Ia akan tampak seakan berbuat kebaikan dan siap berkompromi, sedangkan oposisi akan kelihatan keras kepala. Padahal, ke empat dekrit lainnya masih berlaku.“ Zarwan mengingatkan bahwa kaum oposisi bahkan telah menolak rancangan konstitusi itu sebelum Mursi mengeluarkan dekrit tersebut.

Unruhen in Kairo
Foto: Reuters


Itu sebabnya hampir seluruh anggota majelis konstitusi yang non Muslim sudah keluar sebelum Mursi mengeluarkan dekrit tersebut. Rancangan konstitusi yang akan diputuskan hari Sabtu, lahir tanpa keterlibatan wakil-wakil dari partai non Islam, karena itu prosesnya tidak legitim. Tegas Elijah Zarwan,"Rakyat Mesir tidak seharusnya mendapatkan rancangan konstitusi yang hanya mewakili kepentingan kubu Islam dan bukan seluruh rakyat.“


"Tak Bisa Dipercaya Lagi"


Kekerasan yang dilakukan kaum Ikhwanul Muslimin terhadap pengikut demonstrasi damai juga menjadi alasan bagi kaum oposisi untuk memboikot referendum konstitusi. "Setelah mengalami dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, kami tak bisa menaruh kepercayaan lagi pada mereka. Ada foto-fotonya, dan sebagian besar mengalami sendiri bagaimana kaum milisi Ikhwanul Muslimin menyerang orang-orang“, tambah Abdul Bar Zahran. Mayoritas demonstran yang berada di depan istana presiden berpendapat serupa. Bagi mereka, kelompok Islamis itu sudah tak bisa dipercaya.


Di negara yang Presidennya dipilih, demonstrasi damai harus diizinkan, tanpa kekhawatiran akan diintimidasi dan diserang oleh lawan politiknya, ungkap Abdul Bar Zahran. Memang pada kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu, kedua pihak menggunakan kekerasan. Namun evaluasi saksi mata, rekaman video dan indikasi lainnya, baku hantam yang terjadi disulut oleh pihak Ikhwanul Muslimin.

Unruhen in Kairo
Foto: Reuters


Pemilihan Bukan Mandat Untuk Berbuat Sesukanya


Sebuah referendum yang digelar tanpa kehadiran pengamat internasional tidak bisa dibayangkan oleh Elijah Zarwan. Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa kaum oposisi bukan sekedar menentang beberapa tindakan Ikhwanul Muslimin. Melainkan, bahwa baik Mursi maupun organisasi itu bertindak di luar mandat yang diberikan, dan karenanya perlu dibatasi. Elijah Zarwan mengatakan, „sekarang oposisi ingin menunjukkan bahwa kedudukan di pucuk pimpinan tidak memberikan hak untuk berbuat sesukanya.