1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Siap Merebut Kota Kelahiran Gaddafi

5 Maret 2011

Setelah menguasai urat nadi industri perminyakan Libya di Timur, yakni Ras Lanuf dan Sawiya, kelompok oposisi kini mengincar kemenangan simbolik atas Sirte, kota kelahiran sekaligus benteng terakhir Muammar Gaddafi

https://p.dw.com/p/10U48
Milisi pemberontak merayakan kemenangan terhadap pasukan pemerintah di kota pelabuhan Ras Lanuf, di timur LibyaFoto: AP

Setelah berhasil menguasai sebagian besar wilayah timur, di antaranya Ras Lanuf dan Sawiya yang merupakan urat nadi industri minyak Libya, kelompok pemberontak kini mengincar kemenangan simbolik atas kota Sirte, tempat kelahiran Muammar Gaddafi.

Sirte yang terletak di barat Ras Lanuf dan menjadi benteng terakhir kelompok yang setia terhadap pemimpin revolusi itu sejak lama telah berfungsi sebagai ibukota bayangan.

Sirte perlahan mulai menjelma menjadi medan pertempuran antara berbagai klan dan suku yang bermusuhan. Stasiun televisi Al-Jazeera melaporkan, gejolak di Sirte bermula pada sikap sebuah klan yang menolak untuk mengirimkan anggotanya untuk membasmi perlawanan kelompok oposisi di Ras Lanuf.

Pasukan pemberontak yang berjumlah ribuan orang dilaporkan telah bergerak dari Ras Lanuf menuju Sirte dan bersiap menghadapi pertempuran pamungkas melawan pasukan Gaddafi.

"Kami ingin menjatuhkan rejim ini," kata seorang perwira yang membelot kepada kelompok oposisi. "Meski musuh jauh lebih kuat, cuma sedikit yang gugur di antara kami."

Pertempuran hebat di Sawiya

Pada Sabtu pagi (5/2) militer Libya masih berusaha merebut kembali kota Sawiyah di selatan Tripoli. Dengan 35 kendaraan lapis baja dan ribuan prajurit, militer menyerang Sawiyah dari arah timur, begitu laporan Aljazeera.

Menurut laporan saksi mata kelompok pemberontak berhasil memukul mundur serdadu pemerintah dari pusat kota. Memasuki petang ribuan penduduk sipil berkumpul di lapangan pahlawan di tengah kota untuk merayakan kemenangan oposisi.

Namun kemenangan tersebut cuma semu belaka. Militer kemudian mengumpulkan kekuatan di gerbang kota dan kembali menyerang. Sejumlah dokter yang ditugaskan di rumah sakit di Sawiyah menyebut angka korban sipil yang jatuh berjumlah antara 150 hingga 250 orang. Hingga berita ini diturunkan serdadu pemerintah masih memblokir akses keluar masuk kota.

"Kami mengawasi setiap lubang menuju Sawiyah. Mereka tidak bisa keluar dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Dan kami akan merebut kota-kota yang lain," tukas seorag serdadu pemerintah.

Mobilisasi Militer NATO di Yunani

Sementara di pulau Kreta, Yunani sejumlah negara barat mulai membolisasi pasukannya. Media-media Yunani melaporkan, dua kapal perang berbendera Amerika Serikat tengah berlabuh di Teluk Souda, di antaranya kapal serang amfibi USS Kearsarge yang berawak sekitar 1200 orang, di antaranya 800 prajurit marinir. Kapal tersebut dibuat baik untuk pendaratan maupun evakuasi penduduk sipil.

Selain itu satuan-satuan khusus dari berbagai negara NATO, di antaranya Jerman dan Perancis telah mendarat di bandar udara Souda Akrotiri.

Hingga kini Kementrian Pertahanan Yunani enggan memberikan informasi mengenai jumlah pasukan asing yang telah disiagakan di pulau Kreta. Namun menurut kesaksian penduduk lokal, setidaknya enam pesawat Transall mendarat di bandara Souda Akrotiri.Teluk dan bandara di Souda merupakan pangkalan udara dan markas angkatan laut NATO di wilayah laut mediterania.

Sejumlah negara Eropa, di antaranya Perancis dan Inggris saat ini juga tengah merundingkan pemberlakuan zona larangan terbang untuk mencegah serangan udara terhadap penduduk sipil. Di sisi lain Dewan Nasional bentukan kelompok oposisi di Libya juga kembali mendesak negara-negara barat untuk segera memberlakukan zona larangan terbang di Libya.

Namun rencana itu mendapat penolakan dari Amerika Serikat yang menyumbang sekitar 50 persen kekuatan NATO. Pasalnya, begitu kata Menhan Robert Gates di depan anggota Kongres, pemberlakuan zona larangan terbang harus disertai dengan operasi militer dan dengan begitu secara tidak langsung berarti pernyataan perang terhadap Libya.

NATO, Uni Eropa dan Amerika Serikat sejauh ini menegaskan, saat ini pihaknya tidak merencanakan operasi militer terhadap pemerintah Libya.

Rizki Nugraha/dpa/rtr/afp/DW
Editor: Luky Setyarini