1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

180411 Magische Orte Oberhausen

13 Mei 2011

Tinggi dinding 117 meter membuat siapa saja yang masuk, merasa kecil di dalam ruangan yang gelap dan dingin itu. Gasometer Oberhausen adalah lokasi yang tepat untuk memamerkan kedahsyatan dan keindahan alam.

https://p.dw.com/p/11FWm
Foto: Machoczek

Gelombang raksasa tsunami, arus lava yang bergolak dan halilintar yang memecah langit. Foto-foto berukuran dua kali tiga meter yang menghiasi dinding bekas silo penampung gas itu berasal dari arsip fotografi terbaik di dunia.

“Di bagian bawah sini ditampilkan keajaiban alam. Momen-momen ketika alam menunjukkan daya mahabesar yang memungkinkan terciptanya bumi. Pengaruh angin, erosi, air dan letusan gunung-gunung. Di tingkat atas, dikembangkan sejumlah tema yang berdasarkan ketujuh monumen budaya yang disebut sebagai keajaiban dunia di masa antik”, begitu Jeanette Schmitz, yang sebagai direktur Gasometer Oberhausen, dengan bangga menerangkan konsep pameran „tempat-tempat magis”.

Dalam pameran terlihat Golden Gate Bridge di teluk San Fransisco yang ketika dibangun pada tahun 1937 merupakan jembatan gantung terpanjang di dunia. Di bawah konsep "upaya manusia menggapai langit“ jembatan Golden Gate bersama menara Eiffel di Paris, koloseum di Roma dan tembok Cina ditempatkan sejajar dengan mercu suar di pulau Pharos. Mercu suar penyelamat nelayan di muara sungai Nil yang menjadi lambang Aleksandria setelah rampung dibangun pada abad ke-6. Sementara patung yang menandai kemenangan, yakni patung kebebasan, Statue of Liberty di Amerika Serikat dan patung Koloss dari Rhodos yang di tahun 295 sebelum Masehi mengagungkan dewa matahari Helios, tapi kini telah hancur tanpa sisa itu, diberi judul tema „pemujaan diri manusia“.

Sebagian besar monumen budaya yang ditampilkan di Gasometer Oberhausen berada dalam daftar warisan budaya UNESCO. Sedangkan foto-foto alam yang dipamerkan, kebanyakannya tak dikenal. Kurator pameran, Peter Pahnicke sengaja mengaitkan keajaiban alam dan menempatkannya setara dengan monumen-monumen budaya. "Setiap pengunjung akan menghubungkan tempat-tempat yang dipamerkan dengan pengalaman pribadi mereka, dengan bayangan tentang kerinduan manusia secara umum atau kerinduan pribadinya, dengan pengetahuan mereka mengenai tempat itu atau hal-hal yang terkait dengan tempat itu. Artinya, gambar-gambar yang kami pamerkan merupakan jendela. Dan bila Anda masuk ke dalam gambar-gambar itu, maka pada akhirnya Anda akan merasakan adanya keterkaitan antara jendela-jendela ini, dan antara tempat-tempat ini.“

Menurut Pachniccke, semua kreasi manusia terinspirasi oleh alam yang dikenalnya. Oleh sebab itu, bentuk piramida serupa dengan pegunungan. Bila seseorang betul-betul memperhatikan langit-langit pada gereja Gotik, maka ia bisa membayangkan tiang-tiang penyanggahnya sebagai bentuk pohon.

Flash-Galerie Gasometer Oberhausen
Pohon Hutan TropisFoto: Wolfgang Volz

Dalam rangka pameran ini, Gasometer Oberhausen yang dulunya dipakai untuk menyimpan gas bumi ini diubah menjadi sebuah katedral atau tempat pemujaan alam. Ruang terbuka di dalam cerobong menara itu diisi dengan sebuah skulptur setinggi 43 meter yang diberi nama „Pohon Hutan Tropis“. Hal yang memberikan kesan magis pada Gasometer itu. Setidaknya itu yang diharapkan oleh penciptanya, seniman Wolfgang Volv.

Makna mengenai „pohon kehidupan“ yang digambarkan Wolfgang Volv sebagai akar yang kuat, batang yang langsing dan mahkota dedaunan lebat merupakan komentar yang menohok, ketika disandingkan dengan materi skulpturnya yakni styrofor. Peranan pohon ini disoroti dalam permainan cahaya, lampu dan musik yang menguatkan pameran. "Musik dan permainan lampunya dibuat sinkron masing2 selama 15 menit dan menggambarkan lingkup waktu 24 jam di dalam sebuah hutan tropis.“

Tetapi dibalik dibalik seluruh keindahan yang bisa dilihat oleh pengunjung pada setiap gambar, instalasi dan patung terdapat sebuah bayangan yang menyedihkan. Begitu yang dibayangkan Peter Pachnicke,"Masalahnya memang itu, biasanya kita baru mulai membahas sesuatu apabila situasinya sudah sangat buruk. Seluruh masyarakat sebelum kita sebenarnya adalah masyarakat yang masih hidup dalam proses berkelanjutan. Sementara kita kini harus membentuk dulu kategori-kategori yang bisa disebut berkelanjutan, karena kita tidak lagi hidup seperti dulu dan telah terjerumus dalam ketidak pedulian“

Bahwa kemampuan manusia berkreasi, seperti juga kemampuan alam untuk mengubah dan berubah itu terkait dengan dahsyatnya ledakan kekuatan terlihat dalam dua karya kecil. Sebuah jam tangan yang tertutup abu dan lima butir kelereng kaca yang hampir kehilangan bentuknya karena meleleh, milik anak yang pernah hidup pada tahun 1945 di Hiroshima.

Tetyana Bondarenko / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk