1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Pandemi Covid-19 Masuki Momentum Kritis

Murali Krishnan
3 November 2020

Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO menyebutkan, kasus infeksi corona terus melonjak di seluruh dunia. Pemerintahan harus siap menghadapi gelombang kedua. Inilah wawancara ekslusif dengan DW.

https://p.dw.com/p/3klrl
Belgien Corona-Pandemie | CHR Citadelle Krankenhaus
Ilustrasi gelombang kedua pandemi Covid-19 di Belgia dimana rumah sakit kewalahan tampung pasien baru gawat darurat.Foto: Francisco Seco/AP Photo/picture alliance

“Insiden kasus baru Covid-19 terus menunjukkan akselerasi, sementara kasus kematian tetap pada posisi stabil“, papar Soumya Swaminathan. Akhir bulan Oktober dilaporkan lebih dari 43 juta kasus infeksi Sars-Cov-2 dengan lebih dari 1,16 juta kasus kematian. Lebih dari 40.000 kasus kematian terbaru dilaporkan pada minggu lalu.

“Dunia berada pada titik waktu kritis pandemi Covid-19. Terutama di belahan utara Bumi. Beberapa minggu kedepan, akan sangat berat dan sejumlah negara berada dalam jalur berbahaya. Terlalu banyak negara menunjukkan peningkatan kasusnya secara eksponensial. Ini menyebabkan rumah-rumah sakit dan bangsal ICU kewalahan karena kapasitas perawatan tidak lagi mencukupi“, kata kepala ilmuwan WHO itu dalam wawancara ekslusif dengan DW.

Chef-Wissenschaftlerin der Weltgesundheitsorganisation (WHO) Soumya Swaminathan
Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO Foto: picture-alliance/Keystone/AFP/F. Coffrini

“Kami mengimbau para pimpinan negara untuk mengambil tindakan cepat, untuk mencegah kematian lebih lanjut yang sebetulnya tak perlu terjadi. Untuk mencegah agar pelayanan kesehatan esensial tidak ambruk dan untuk mencegah penutupan sekolah sekali lagi. Ini bukan latihan“, tegas Soumya Swaminathan yang merupakan pakar kesehatan dari India itu. 

Apakah gelombang kedua lebih gawat?

Tidak ada negara yang terlewat oleh pandemi. Dan gelombang kedua bukan hanya mungkin tapi sangat mungkin melanda kawasan manapun di dunia. Negara yang sudah dihantam keras gelombang pertama, bisa saja dihantam pandemi untuk kedua kalinya.

Negara yang melakukan hal terbaik pada gelombang kedua, adalah yang menarik pelajaran dari gelombang pertama. Negara-negara ini mengambil tindakan untuk mengurangi transmisi. Tetap siaga dan waspada, untuk dengan cepat mengidentifikasi dan mengisolasi kasusnya. Melakukan pelacakan kontak, melakukan karantina dan memberikan dukungan selama masa karantina, baik kepada masyarakat maupun sistem kesehatannya. “Kita harus memutus rantai transmisi. Ini bukan saat yang tepat melonggarkan perlindungan“, ujar petinggi WHO itu.

Sekitar 90% populasi dunia tetap rentan terhadap serangan virus corona, dan kita semua tetap menghadapi risiko, pandemi ini akan terus menyebar ke kawasan lainnya dan menginfeksi warga yang lemah. Jadi kita harus terus melanjutkan tindakan kesehatan publik, untuk menghentikan penyebaran virus dan memutus rantai penularan.  

Apakah vaksin akan segera tersedia?

Soumya Swaminathan mengatakan, ada alasan untuk optimis. Saat ini ada lebih 200 kandidat vaksin sedang dalam tahap pengembangan. Sebanyak 44 diantaranya berada dalam fase pengembangan klinis dan 10 kandidat vaksin sudah memasuki ujicoba fase ketiga atau fase final.

Banyaknya kandidat vaksin, dikombinasikan dengan beragam jenis platform dan teknologinya, meningkatkan peluang untuk menemukan vaksin yang aman dan efektif. “Namun sejauh ini, kita belum megetahui, vaksin mana yang ampuh, aman dan efektif“, ujar kepala ilmuwan WHO itu.

Vaksin yang efektif, diagnosa dan pengobatan adalah hal vital untuk mengakhiri pandemi dan mempercepat pemulihan global. Tapi sarana penyelamat nyawa itu hanya akan bekerja, jika diberikan kepada kelompok yang paling rentan secara adil dan simultan di semua negara. 

“Covid-19 tidak bisa ditaklukkan oleh satu negara pada satu waktu. Jadi kita semua harus menjamin distribusi yang adil dan akses bagi semua negara, tanpa melihat kemampuan daya belinya“, ujar Soumya Swaminathan menegaskan.

COVAX yang merupakan fasilitas vaksin global, adalah mekanisme yang mengatur akses yang adil dan merata ke semua negara terhadap vaksin Covid-19 yang aman dan efektif, dalam waktu cepat dan dengan harga terjangkau. Dengan 184 negara dan kawasan, sebagian besar dunia berpartisipasi dalam upaya global yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

“WHO bersama negara anggotanya mengembangkan mekanisme alokasi vaksin Covid-19 yang adil lewat fasilitas COVAX. Dibangun dengan prinsip kesetaraan hak asasi manusia dan bukti epidemiologi, ini merupakan strategi untuk memberikan vaksin yang akan ada di masa depan, kepada populasi dengan prioritas tinggi di semua negara. Agar dengan itu secepatnya pandemi Covid-19 dibasmi, melindungi sistem pelayanan kesehatan dan memulihkan ekonomi global“, pungkas kepala ilmuwan WHO itu.


Soumya Swaminathan adalah kepala ilmuwan di World Health Organization-WHO. Wawancara dilakukan oleh Murali Krishnan.

(as/ gtp)