1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Panglima Baru Thailand Akan Rekonsiliasi dengan Baju Merah

1 Oktober 2010

Pengangkatan panglima baru militer di Thailand dipandang sebagai semakin menguatnya pengaruh militer di kancah politik negara itu. Sementara itu pemberlakuan keadaan darurat di tiga provinsi di timur laut sudah dicabut.

https://p.dw.com/p/PSXP
Demonstran baju merah di Bangkok, bulan Mei 2010.
Demonstran baju merah di Bangkok memblokir jalanan, bulan Mei 2010.Foto: picture alliance/dpa

Meski panglima baru Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha memainkan peranan kunci dalam meredam aksi protes anti pemerintah di Bangkok awal tahun ini, ia berharap militer mundur dari kancah politik.

Namun pada saat upacara serah terima jabatan, Jenderal Prayuth memperingatkan militer tetap siap memainkan peranannya, jika konflik terus berlanjut dan Thailand gagal memulihkan keamanan dan ketertiban.

Hari Jumat (01/10), pemerintah Thailand juga mencabut pemberlakuan keadaan darurat di tiga provinsi di wilayah timur laut, yaitu Nakhon Ratchasima, Khon Kaen dan Udon Thani. Tiga provinsi itu dianggap sebagai kantung kelompok baju merah yang melakukan aksi protes menentang pemerintah bulan April dan Mei lalu.

Pencabutan keadaan darurat di tiga provinsi itu dilakukan Thailand setelah mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan sejumlah organisasi pembela hak azasi manusia. Sebelumnya AS dan kelompok pembela HAM menuntut hal tersebut sebagai dukungan bagi pemulihan situasi Thailand yang tegang akibat perpecahan sipil dan politik. Namun pemerintah tetap menerapkan status situasi darurat di ibukota Bangkok dan sekitarnya.

Juru bicara pemerintah, Panitan Wattanayagorn, kepada kantor berita AFP menyatakan, pencabutan status itu berlaku segera.

Situasi darurat di Nakhon Ratchasima, Khon Kaen, dan Udon Thani diberlakukan sejak bulan April lalu sebagai reaksi dari demonstrasi dengan kekerasan yang digelar kelompok baju merah.

April tahun ini, lebih dari 90 orang tewas dan hampir 2000 orang terluka dalam aksi kekerasan terparah berlatar belakang politik di Thailand dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini. Kelompok baju merah yang pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra memblokir sejumlah jalanan di Bangkok dan menekan pemerintah agar menggelar pemilihan umum baru.

Kelompok baju merah yang mayoritasnya warga miskin pedesaan, menentang pemerintahan PM Abhisit Vejjajiva yang naik jabatan tahun 2008 berkat dukungan militer dan kelompok baju kuning. Kelompok baju kuning merupakan perwakilan warga kelas menengah pro monarki yang mendukung kudeta Thaksin pada tahun 2006.

Carl Thayer, analis pertahanan dari Universitas New South Wales, Australia berkomentar, "Perpecahan antara kelompok baju merah dan baju kuning meningkatkan peranan militer jika pemerintah berada dalam ancaman. Kudeta tahun 2006 yang menggulingkan Thaksin, membela monarki dan meluaskan peranan militer di selatan. Militer di Thailand selalu berpotensi untuk ikut campur secara politis dan itulah yang membuatnya berbeda."

Thitinan Pongsudhirak, pakar ilmu politik Universitas Chulalongkorn, Bangkok mengatakan bahwa penunjukkan Jenderal Prayuth sebagai panglima dilakukan pada saat kondisi kesehatan Raja Bhumibol menurun karena usianya yang sudah uzur menambah situasi politik yang tidak menentu.

"Kemapanan dan kekuatan kubu pro Abhisit sedang menurun dan Prayuth adalah andalan mereka. Ia bisa berkuasa dalam empat tahun ke depan. Empat tahun ini sangat penting dalam politik Thailand karena kami akan mengarah pada pergantian kekuasaan. Konfrontasi antara kelompok baju merah dan kuning akan berlanjut. Kelompok baju merah tidak akan menyerah begitu saja," kata Thitinan.

Thitinan menambahkan bahwa pengaruh militer yang menanjak merupakan titik balik dari kepopuleran demokrasi yang dicapai pada dasawarsa 1990an. Ia juga mengatakan bahwa kepentingan militer saat ini semakin mengakar. Para pengamat menuding militer tidak transparan mengenai sejumlah kontrak pembelian persenjataan. Pengamat lainnya memperingatkan, meningkatnya pengaruh militer dapat memicu semakin diperketatnya sensor media dan terdapat kekhawatiran kemungkinan pelanggaran hak azasi manusia.

Segera setelah diangkat menjadi panglima militer Thailand, Jenderal Prayuth mengatakan sebagai isyarat rekonsiliasi militer dengan kelompok baju merah, ia akan mengunjungi keluarga korban tewas dalam aksi protes bulan April dan Mei lalu.

Thomas Bärthlein/afp/ap/dpa/Luky Setyarini

Editor: Agus Setiawan