1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Persetujuan Awal Legalisasi Pemukiman Yahudi

6 Desember 2016

Parlemen Israel memutuskan persetujuan awal untuk melegalkan pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat, lewat revisi undang-undang. Revisi itu masih harus melewati tiga kali pemungutan suara sebelum disahkan.

https://p.dw.com/p/2To1A
Symbolbild Israel genehmigt 464 Siedlung Häuser in West Bank
Foto: Getty Images/AFP/T. Coex

Parlemen Israel Beri Persetujuan Awal Legalisasi Pemukiman Ilegal Yahudi

Elad Ziv, 46 tahun usianya. Ayah dari tujuh anak yang tinggal dengan 40 keluarga lain di Amona, membangun rumah di atas tanah Palestina. Ia mengklaim bahwa mereka telah kembali ke tanah kuno mereka. "Kami tidak mencaplok tempat ini, kami kembali ke tanah nenek moyang kami. Tanah kuno kami adalah milik orang-orang kuno. Dan ini adalah rumah kami. Kami mencoba untuk berada di Eropa, kami sudah berada d seluruh tempat, ditendang keluar, diperkosa dan dibantai di mana-mana. Dan ini adalah tanah kami, kami tak memiliki tempat lain untuk pergi. Ini adalah tempat lahirnya peradaban Ibrani," kata Ziv.

Dalam undang-undang sebelumnya yang disetujui oleh parlemen bulan lalu, terdapat klausul, puluhan keluarga di wilayah ilegal Amona harus keluar dari rumah yang dibangun di atas tanah Palestina hingga tanggal 25 Desember.

Menentang evakuasi

 "Jika datang tanggal 25 Desember dan kami harus mengungsi, kita tidak akan keluar dari tempat ini. 20.000 orang akan duduk bersama kami di bukit ini dan polisi harus membawa kita keluar dari sini dengan paksa. Kami tidak akan keluar dari sini. Ini adalah tanah air kita, ini adalah di mana kita berada," tambah Ziv.

Menurut hukum internasional, pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur adalah hal yang ilegal. Krisis atas undang-undang kontroversial Israel memicu kecaman internasional dan hubungan yang tegang dalam koalisi sayap kanan. Kritikus hubungan Palestina-Israel menyebutkan perebutan tanah itu akan lebih menjauhkan solusi dua-negara yang akan mengakhiri konflik Israel-Palestina.

Anggota Knesset, Ahmad Tibi mengatakan bahwa undang-undang itu sangat berbahaya: "Hukum yang mengatur dan melegalkan permukiman, di Amona, khususnya, adalah salah satu hukum yang paling berbahaya. Negara ini dan lembaga-lembaganya berfokus pada pemukiman dan mengubah hukum atau menempatkan hukum atau menghadapi pengadilan tinggi, yang memerintahkan evakuasi di Amona, atas rumah-rumah yang dibangun di atas tanah Palestina yang dicuri dari pemiliknya," ujar Tibi.

Berisiko bagi solusi dua negara

Warga desa Palestina yang tinggal di Taybeh, tak jauh dari Amona, Issa Zaid mengisahkan, tanah itu diambil oleh Israel pada tahun 1997. "Pada tahun 1997, Israel datang ke daerah ini yang sekarang disebut Amona. Awalnya mereka menempatkan tangki air. Mereka mengatakan ini hanya untuk memberikan penyelesaian masalah di Ofra atas air. Setelah itu mereka mengatakan itu akan menjadikannya menjadi pangkalan militer dan lalu mereka mengubahnya menjadi pemukiman," kata Zaid. Pengawas pemukimam Peace Now menyebut RUU itu "perampokan tanah besar-besaran".

"Hukum ini dimaksudkan untuk melegalkan pembangunan pemukiman ilegal di tanah Palestina dan berpotensi menyebabkan pengambilalihan 800 hektar dan melegalkan 55 pemukiman ilegal. Jaksa Agung Israel telah menyebut undang-undang ini ilegal dan bahkan (PM Israel Benjamin) Netanyahu memahami, hal ini mungkin menyebabkan dibukanya penyelidikan di Den Haag (International Criminal Court). Lebih penting dari itu, legalisasi 4000 unit rumah di tanah Palestina dan perluasan pemukiman, dapat berkonsekuensi menghancurkan  solusi dua-negara," kata Direktur Pengembangan dan Hubungan Eksternal Peace Now, Anat Ben Nun.

Israel merebut Tepi Barat dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Dalam lima dekade sejak saat itu, telah dibangun sekitar 120 pemukiman, yang sebagian besar kalangan internasional anggap ilegal dan menyusahkan perdamaian dengan Palestina.

rtrtv (ap/vlz)