1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pendatang Baru di Ibukota Terancam Jadi Gelandangan

10 Juni 2019

Pasca libur panjang lebaran, diprediksi sebanyak 71.000 pendatang baru akan menyerbu ibu kota untuk mengadu nasib. Tanpa keahlian khusus, mereka berpotensi menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

https://p.dw.com/p/3K7UD
Indonesien Sumatra Reisewelle "Mudik"
Foto: Getty Images/AFP/O. Al Farabi

Kemacetan pada arus balik di Jalan Tol Trans-Jawa sepanjang akhir pekan kemarin menandakan berakhirnya waktu liburan Idulfitri.  Sekaligus melontarkan para pemudik kembali menghadapi rutinitas harian mereka. Seluruh negeri pun kembali bekerja setelah merayakan hari raya terbesar bagi umat muslim di Indonesia ini.

Bagi ibukota Indonesia, Jakarta arus mudik juga membawa puluhan ribu pendatang baru, yang tertarik kisah sukses warga sedesa atau sekedar untuk mengadu nasib. Bak pepatah, dimana ada gula di situ ada semut, begitulah gambaran para pendatang baru yang meluruk ke ibukota yang masih tetap jadi pusatnya geliat ekonomi nasional. Macet total arus balik mudik ke Jakarta, hanya sebuah indikasi kecil, bahwa urbanisasi masih dan akan terus mengikuti pola, arus pendatang dari daerah ke ibukota. 

Banyak pendatang baru yang hanya tertarik sukses teman atau cerita mudahnya mencari uang di Jakarta. Ironisnya, kebanyakan juga tidak punya pendidikan atau keahlian yang cukup atau mumpuni untuk menjawab tantangan persyaratan lapangan pekerjaan yang kini makin ketat dan berat. Sebagian juga hanya tertarik "keringanan" persyaratan masuk ke ibukota yang dijanjikan gubernur DKI Jakarta.

 Terancam jadi penyandang PMKS

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprediksi 71.000 pendatang baru akan menyerbu ibu kota pasca Idulfitri 2019 ini. Angka ini meningkat 2.000 orang dibandingkan tahun lalu. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sudah mempersilakan para pendatang baru yang ingin mengadu nasib di ibu kota. Ia menegaskan tidak akan menerapkan operasi yustisi yang biasa dilakukan pada arus balik lebaran.

"Itu dia, jadi operasi yustisi selama ini tidak adil karena yang hampir tersasar selalu yang di bawah. Padahal kita semua warga negara Indonesia tidak boleh dibedakan antara kaya dan miskin, tengah, atas, bawah. Justru sekarang kita menerapkannya sebagai prinsip keadilan, kesetaraan kesempatan," tutur Anies dilansir dari Detik News.

Gubernur DKI Jakarta itu bahkan mengatakan operasi yustisi yang biasa dilakukan di kawasan terminal atau rumah kos mengingatkan pada kebijakan politik apartheid yang pernah dilakukan di Afrika Selatan. Anies menghimbau para pendatang baru untuk melapor ke RT/RW begitu tiba di Jakarta dengan membawa dokumen yang diperlukan seperti surat pindah. Menurut mantan Rektor Universitas Paramadina ini, para pendatang baru tersebut datang ke kota karena untuk mencari pekerjaan. Seiring dengan pembangunan infrastruktur yang terus digalakkan, ia berharap daerah-daerah lain pun ikut berkembang.

Baca juga: Jokowi: Jadikan Idul Fitri Ajang Pererat Persatuan dan Persaudaraan

"Sekarang kita lihat ada pembangunan-pembangunan di mana-mana, infrastruktur. Tujuannya supaya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ada di banyak tempat. Karena itu, kami percaya bahwa ke depan yang namanya pergerakan ke kota tetap terjadi, urbanisasi. Tapi belum tentu Jakartanisasi. Kalau dulu urbanisasinya ke Jakarta. Kalau sekarang urbanisasi ke berbagai wilayah di Indonesia," terang Anies.

Namun fakta di lapangan dan data statistik resmi juga kerap membuktikan, tanpa keahlian khusus atau pendidikan yang mencukupi, para pendatang baru yang menyerbu ibukota itu berpotensi menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) , atau bahasa lugasnya gelandangan. Juga arus urbanisasi ke kota-kota lain bukan ibukota, akan berpeluang dan berpotensi sama, jika kualitas dan kualifikasi calon pekerjanya rendah dan tidak sesuai tuntutan jaman.

Pengawasan dan Pengendalian

Pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah, berpendapat bahwa kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang pendatang baru ini tidak boleh dilihat secara parsial. Senada dengan Anies, ia menilai kebijakan tersebut sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan wawasan kebangsaan bahwa Jakarta sebagai ibu kota adalah milik seluruh rakyat Indonesia.

Amir Hamzah
Amir HamzahFoto: Privat

"Jadi kebijakan Pak Anies untuk membuka pintu bagi pendatang baru ke Jakarta, harus dilihat dalam paradigma bahwa Jakarta adalah milik seluruh rakyat Indonesia, sehingga setiap warga Negara kapan saja bisa datang mengunjungi ibu kota,” terang Amir saat diwawancarai DW Indonesia.

Amir pun meghimbau pengurus RT/RW setempat agar melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap para pendatang baru di wilayah mereka masing-masing.

"Karena sudah ada aturan yang baku, bahwa setiap pendatang baru dalam tempo paling lama 2x24 jam sudah harus melaporkan diri pada RT/RW setempat,” Amir menambahkan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Pada tahun 2018, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,4 juta jiwa. Bahkan tingkat kepadatan di DKI Jakarta mencapai 15.804 orang/km2. Maka dari itu sejatinya para pendatang baru harus memiliki keterampilan khusus agar bisa "bersaing” di ibu kota. Hal ini dirasa penting agar tidak melahirkan masalah sosial baru. Mereka yang tidak memiliki keterampilan khusus dikhawatirkan akan hanya menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).

Baca juga: Tiket Pesawat Jakarta-Makassar Tembus Rp 24 Juta

"Tentunya akan berkaitan degan tempat hunian, lapangan kerja, dan lapangan usaha. Yang penanggulangannya bukan saja jadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta tapi juga jadi tanggung jawab secara nasional. Itulah sebabnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, serta harmonisasi atas berbagai kebijakan pemerintah harus jadi perhatian utama,” imbuh Amir.

Selama tahun 2018 tercatat Dinas Sosial DKI Jakarta menjaring sekitar 6.400 PMKS seperti gelandangan dan pengemis di ibu kota. Sebagian besar dari mereka diketahui berasal dari luar Jakarta yakni dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Supir Bus Tuna Rungu

Sanksi bagi ASN bolos

Libur panjang lebih kurang satu minggu dirasa cukup bagi para pemudik dan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk tidak masuk kantor pada hari Senin (10/06) ini.

"Saya sudah datang dari jam 8 pagi tadi. Haruslah (datang), namanya bekerja harus taat peraturan,” ujar Barus, pegawai salah satu lembaga negara kepada DW Indonesia.

Sementara itu Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dalam apel pagi di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pagi ini, meminta pejabat eselon satu dan dua Kemendagri untuk mencatat seluruh staf yang belum hadir pada hari pertama kerja usai libur lebaran.

Baca juga: Arus Mudik 2019: Jalur Darat Lancar, Pengguna Kereta dan Penyeberangan Kapal Meningkat, Penumpang Pesawat Turun Drastis

"Sebagaimana instruksi dari Surat Keputusan Menpan RB, bahwa seluruh Pengawai Negeri Sipil wajib hadir setelah libur panjang, yaitu dimulai dengan apel pagi 10 Juni 2019," ucap Tjahjo dilansir dari Liputan6.com.

Tjahjo menegaskan akan memberikan sanksi bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak masuk kerja tanpa keterangan yang jelas. Jika hal tersebut tidak dipatuhi, sanksi berupa skorsing tiga hari kerja terhitung hari ini akan dijatuhkan.

"Bagi yang tidak hadir diberikan peringatan resmi secara tertulis oleh Sekjen. Dan diberi tambahan tidak masuk kerja selama 3 hari. Karena dianggap selama 12 hari kurang (liburnya) maka diberi tambahan selama 3 hari dan peringatan resmi oleh Sekjen," tambah Tjahjo.

rap/ (Liputan6.com, Detik News, berbagai sumber lain)