1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080910 Kongo Vergewaltigungen

9 September 2010

Akhir bulan Juli lalu, para pemberontak memperkosa lebih dari 200 perempuan sebuah desa di barat Kongo. Pasukan PBB yang ditempatkan di wilayah ini tidak mampu menghindarkan kejadian ini.

https://p.dw.com/p/P7sO
Pasukan Helm Biru PBB di KongoFoto: AP

Serangan para pemberontak di dekat Luvungi, Kongo Timur, berlangsung empat hari. Selama empat hari para penyerang memperkosa dan menganiaya secara brutal kaum perempuan dan lelaki, dewasa dan anak-anak. Lebih dari 280 perempuan menjadi korban perkosaan massal. Seorang korban yang selamat mengatakan pada AFP, semua perempuan di desa itu diperkosa. Pelaku tak membuat pembedaan antara tua dan muda. Hanpir semua korban diperkosa oleh beberapa lelaki sekaligus.

Ketika pemberontak Hutu dan sekutu milisi mereka pergi, mereka meninggalkan ratusan korban yang sampai peristiwa itu terjadi, yakin akan keamanan dirinya. Karena pangkalan militer pasukan Helm Biru PBB di Kongo hanya berjarak 1,5 jam dari desa itu.

Ketika insiden itu diketahui sepekan kemudian, PBB yang menyatakan tujuannya adalah melindungi masyarakat sipil, berbicara tentang 'komunikasi yang tidak berfungsi'. Walaupun pasukan Helm Biru hanya ditempatkan sementara di kawasan itu, mereka sama sekali tidak mendengar adanya kejadian tersebut. Kini PBB maju satu langkah dan mengaku ikut menanggung kesalahan, terang Atul Khare, Asisten Sekjen untuk Misi Perdamaian, seusai pertemuan di Dewan Kemanan, Selasa (07/09).

Khare juga harus mengakui bahwa pemerkosaan dan penganiayaan massal di Luvungi bukan insiden tunggal. Di desa berikutnya, sekitar 260 penduduk juga diteror pemberontak Hutu dengan cara kurang lebih sama. Dengan demikian, jumlah korban bertambah sejak akhir Juli menjadi lebih dari 500 orang. Bagi Margot Wallström, utusan khusus PBB Urusan Kekerasan Seksual, jelas bahwa pelaku secara sengaja menggunakan pemerkosaan sebagai senjata untuk menebarkan teror dan ketakutan.

Kini, pasukan PBB melakukan patroli malam hari guna mencegah terulangnya aksi kekerasan. Tentara Helm Biru juga dilengkapi dengan telepon genggam agar kontak dengan desa-desa tetap terjaga. 750 tentara PBB bersama tentara Kongo memulai pencarian pelaku kekerasan. Namun, berpuluh tahun setelah perang saudara, Kongo Timur yang luas hampir tak terjamah kontrol pemerintah. Apakah serangan seperti di Luvungi dapat dihindari dengan kekuatan personil PBB saat ini, masih menjadi tanda tanya.

Marc Engelhardt/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid