1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB: Terjadi Pelanggaran HAM pada TKI Indonesia di Malaysia

20 Desember 2006

Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Kaum Migran, Jorge Bustamante, menyatakan bahwa, banyak pekerja migran asal Indonesia yang mengalami pelanggaran HAM di Malaysia. Seperti pemerkosaan, dilacurkan, dan berbagai tindak kekerasan lainnya. Kondisi itu, salah satunya dipicu oleh kebijakan pemerintah yang membolehkan majikan Malaysia, memegang paspor pekerjannya. Fakta ini ditemukan Bustamante saat bertemu dengan para buruh migran dalam kunjungan sepuluh harinya di Indonesia. Bustamante yang datang atas undangan pemerintah Indonesia ini, sempat mengunjungi pintu masuk tenaga migran ke Malaysia di Entikong dan Tanjung Pinang untuk melihat lansung kondisi mereka.

https://p.dw.com/p/CIwg

Pelanggaran HAM pada pekerja migran di Malaysia sebagian besar menimpa pekerja migran perempuan dan anak-anak yang bekerja di sektor domestik. Mereka antara lain, mengalami penyiksaan, pemerkosaan hingga dipenjarakan oleh majikan. Selain itu, Dalam pertemuannya dengan beberapa mantan pekerja migran, Bustamante juga menemukan pelanggaran lain seperti, jam kerja yang panjang, tidak adanya waktu istirahat, pembayan gaji yang tidak tepat waktu hingga penyiksaan mental.

“Kerentanan ini berawal dari proses perekrutan buruh migran yang buruk di daeragh-dearh mereka. Dimana oleh agen-agen penyalur kerja tersebut ternyata mereka dijual langsung kepada para pekerja. Keadaan ini menyebabkan kondisi mereka rentan menjadi korban kekerasan. Karena kebayankan mereka disalurkan sebagai pekerja disektor domestic di Malaysia”

Kondisi ini diperparah dengan kenyataan, adanya nota kesepakatan MoU antara Indonesia dan Malaysia yang membolehkan majikan mengambil paspor pekerja migran. Alex Ong, dari MigranCare Malaysia menuturkan banyak majikan nakal di Malaysia. Dengan dalih untuk memperpanjang izin tinggal, majikan memotong gaji untuk perpanjangan paspor.

“Gaji tetap dipotong, kemudian yang legal itu menjadi illegal. Contohnya kalau TKI masuk ke Malaysia, mereka mendapat paspor lawatan kerja sementar. Harusnya si majikan ganti menjadi satu tahun. Selepeas itu tapi karyawan itu gak tahu mereka dipotong gaji tapi pembaruan permit kerjanya gak dilakukan. Ini ribuan jumlahnya.”

Kesepakatan ini, kata Bustamante, menjadi rantai sistem yang membuat buruh migran lebih rentan menjadi korban.

“Yang mengejutkan saya adalah kondisi ini ternyata sudah dilegalkan oleh para pemerintah dalam MOU yang ditandatangi oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia .

Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri, I Gusti Made Arka mengatakan, MoU itu ditandatangani semata-mata untuk melindungi, pekerja migran yang umumnya berpendidikan rendah, dari sindikat pekerja ilegal.

“Dari segi TKI, tak mempermasalahkan, paspor dipegang majikan atau tidak. Yang mempermasalahkan kan orang lain yang tak punya kepentingan. Paspor dipegang majikan justru untuk proteksi tenaga bersangkutan karena pendidikannya rendah, TKI gak merasa HAM nya terganggu pasportnya dipegang majikan. Dan jutru sebelum MOU ditandatangani banyak masalah, kalo dia libur atau bepergian, lalu keluar bawa paspor, banyak sindikat sindikat yang mempengaruhinya untuk keluar dari majikan”

Bagi Analis Kebijakan pekerja Migran dari Migran Care, Wahyu Susilo, MoU itu malah menunjukan, ketidakpedulian pemerintah terhadap pekerja migran. Karena dengan MoU itu, posisi tawar pekerja migran di depan majikannya sangat lemah, akibatnya mereka rentan terhadap pelanggaran HAM.

Di Malaysia setiap tahunnya, ribuan pekerja migran dipenjara oleh kepolisian setempat karena tidak bisa menunjukan paspor yang dipegang majikannya. Selain itu, banyak dari mereka yang akhirnya menjadi korban perdagangan manusia, setelah dibuang oleh majikannya tanpa dibekali paspor. Kasus ini terjadi karena lemahnya perlindungan dari pemerintah terhadap para pahlawan devisa ini.