1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemantauan Penangkapan Ikan Asia-Pasifik

Zaki Amrullah30 November 2006

Delegasi 14 negara se Asia Pasifik mulai Kamis (30/11) bertemu di Jakarta membahas kemungkinan kerjasama mencegah penangkapan ikan ilegal.

https://p.dw.com/p/CPAi
Pasar ikan di Tokyo
Pasar ikan di TokyoFoto: AP

Pertemuan yang berlangsung selama dua hari ini, di gelar menyusul laporan berkurangnya stok ikan dunia akibat maraknya praktek penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab. Pertemuan ini merupakan pertemuan persiapan untuk pertemuan tingkat menteri yang akan digelar Mei 2007 nanti di Australia.

Pemerintah Indonesia dan Australia mendesak negara-negara kawasan Asia Pasific lainnya untuk bekerjasama dalam menangani penangkapan ikan yang tidak bertanggungjawab. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Fredy Numberi, kerjasama ini perlu dilakukan mengingat semakin menipisnya stok ikan. Dan ini tidak hanya di Asia Pasifik saja, namun juga di seluruh dunia. Fredy Numberi mengatakan, seluruh negara di kawasan ini memiliki kewajiban untuk mencegah penangkapan ikan secara illegal dan penangkapan yang merusak, seperti dengan menggunakan bom atau bahan berbahaya lain.

Masih menurut Fredy Numberi, pertemuan regional tersebut diharapkan akan sepakat mengenai pentingnya kampanye konservasi dan budi daya perikanan untuk menjaga stok ikan. Data FAO, Organisasi Pangan dan Agrikultur, tahun 2004 menunjukkan, 25 persen stok ikan dunia dalam kondisi terkuras dan hanya 53 persen yang bisa dimanfaatkan. Menurut Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, kerjasama kawasan ini diperlukan, mengingat praktek penangkapan ikan liar yang semakin meningkat dan dilakukan oleh sindikat pencuri ikan yang canggih.

Bagi Indonesia, kerjasama ini sangat penting, mengingat besarnya potensi kerugian laut yang diderita selama ini. Dari 6,4 juta ton ikan per tahun, sedikitnya 1,5 hingga 2 juta ton ikan hilang dicuri. Laporan Departemen Kelautan dan Perikanan menyebutkan, kerugian akibat penangkapan ikan secara ilegal tahun ini hampir mencapai 20 triliun Rupiah.