1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Tak Punya Bukti Dugaan Pelanggaran Raja Thailand

11 November 2020

Pemerintah Jerman mengatakan tidak memiliki bukti terhadap tuduhan pelanggaran kekuasaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn selama tinggal di Jerman. Raja Thailand sebelumnya dituduh memerintah negara dari tanah Jerman.

https://p.dw.com/p/3l7fy
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn
Raja Thailand Maha VajiralongkornFoto: Getty Images/AFP/Thai TV

Pada bulan Oktober, pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand menuntut pemerintah Jerman menyelidiki dugaan pelanggaran kekuasaan yang dilakukan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn selama berada di Jerman. Para pengunjuk rasa sebelumnya menuntut diadakannya penyelidikan itu sambil berdemonstrasi di depan kedutaan Jerman di Bangkok.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jerman mengatakan lewat jawaban tertulis terhadap pertanyaan yang diajukan oleh anggota parlemen Jerman dari Partai Hijau, bahwa raja Thailand tidak membuat keputusan yang "bertentangan dengan sistem hukum Jerman, hukum internasional atau hak asasi manusia yang dijamin secara internasional” selama berada di Jerman.

"Pemerintah Jerman tidak memiliki bukti yang dapat diandalkan bahwa raja Thailand telah mengambil keputusan seperti yang dituduhkan, selama dia tinggal di Jerman," tulis pernyataan tersebut.

Vajiralongkorn saat ini sudah berada di Thailand, dan dia memang memiliki sebuah vila di Pegunungan Alpen Bayern. Selama masa lockdown virus corona pertama di Jerman, raja Thailand diketahui tinggal di sebuah hotel mewah di resor ski Garmisch-Partenkirchen, meski ada larangan penginapan satu malam.

Hotel mewah di Bayern, Jerman
Hotel mewah yang disewa Raja Thailand di negara bagian Bayern, JermanFoto: PixelHELPER

Dalam surat yang dikirimkan ke kedutaan besar Jerman di Thailand saat protes bulan lalu, demonstran meminta pemerintah Jerman untuk menyelidiki rekam jejak perjalanan Vajiralongkorn. Tujuannya, untuk mencari tahu apakah Vajiralongkorn membuat keputusan untuk urusan negara, seperti mengesahkan anggaran tahunan pemerintah Thailand, dari Jerman.

Para pemrotes juga meminta Jerman untuk menyelidiki dugaan bahwa Vajiralongkorn terlibat dalam kasus penyiksaan dan penghilangan paksa pembangkang politik.

Dalam jawaban tertulisnya, Miguel Berger, sekretaris negara Kemenlu Jerman, mengatakan bahwa "Menurut informasi dari pemerintah Thailand, tempat tinggal raja Thailand di Jerman bersifat pribadi."

Anggota parlemen Jerman masih tuntut klarifikasi

Tapi, anggota parlemen dari Partai Hijau Margarete Bause yang mengajukan pertanyaan ke pemerintah Jerman, mengatakan hal itu tidak masuk akal.

Seorang kepala negara yang menghabiskan waktu berbulan-bulan di Jerman "tentu saja telah mengeluarkan perintah pemerintahan yang mempengaruhi situasi di negaranya," kata Bause.

"Pertanyaan tentang apa yang pemerintah Jerman lakukan untuk menangkal perilaku ilegal seperti itu tetap tidak terjawab," lanjutnya.

"Mengingat semakin keras tindakan yang diambil terhadap oposisi Thailand, saya menuntut klarifikasi tentang perintah negara seperti apa yang dibuat oleh raja Thailand dari tanah Jerman," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, bulan lalu mengatakan kepada parlemen Jerman bahwa dia tidak akan mentolerir tindakan raja yang memerintah Thailand dari Jerman.

"Kami menyatakan dengan jelas bahwa tindakan politik menyangkut negara Thailand seharusnya tidak dilakukan dari Jerman, "kata Maas kepada anggota parlemen. 

Protes berbulan-bulan di Thailand

Vajiralongkorn mewarisi tahta setelah kematian ayahnya Bhumibol Adulyadej pada tahun 2016 dan sejak itu mendapat kontrol utama atas keuangan monarki dan unit militer.

Monarki Thailand dilindungi oleh hukum lese-majesty yang ketat, yang mengatur bahwa pelaku pencemaran nama baik raja, ratu, ahli waris atau bupati dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.

Tetapi situasinya saat ini berubah. Para pengunjuk rasa anti-pemerintah menjadi semakin blak-blakan dalam mengkritik monarki, sebuah pembahasan yang sebelumnya tabu dalam masyarakat Thailand.

Gerakan pro-demokrasi selama berbulan-bulan di Thailand menyerukan pemerintahan baru, konstitusi baru, dan reformasi monarki. Namun, pemerintah Thailand menanggapinya dengan menindak pengunjuk rasa, menangkap puluhan orang karena melanggar aturan pembatasan publik di masa pandemi COVID-19.

pkp/gtp (dpa)