1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintahan Abhisit Terancam

23 Desember 2009

Abhisit Vejjajiva bertahan lebih lama dari yang diperkirakan. Namun setelah setahun menduduki posisi perdana menteri, sejumlah masalah politis belum terpecahkan, masa depan pemerintahnya masih tidak jelas.

https://p.dw.com/p/LCTy
Perdana Menteri Thailand Abhisit VejjajivaFoto: AP

Perdana menteri Thailand yang kharismatik, lulusan Oxford dan Etopn telah sukses membebaskan negeri itu dari resesi selama 11 tahun, tetapi masih ada keraguan apakah kepemimpinannya dan dukungan terhadap dirinya dapat membebaskan Thailand dari berbagai masalah. Polling opini mengatakan bahwa masyarakat tidak menyambut kinerja pemerintahannya secara antusias. Padahal perekonomian Thailand telah mencapai nilai 5,3 dari 10 dalam penanganan ekonomi, yang merupakan keunggulan Abhisit dan juga prestasi koalisinya.

Apa yang menjadi ancaman terus menerus bagi Abhisit adalah perdana menteri yang dijatuhkan, Thaksin Sinawatra, yang telah merancang dengan sukses protes besar-besaran kelompok kaus merah, ditambah lagi serangan partai Puea Thai yang mendukungnya untuk kembali dari pengasingan.

Sebuah aliansi kontroversial dengan negara tetanggga, Kamboja, telah menghasilkan sebuah penolakan untuk mengeksradisi Thaksin untuk menjalani hukuman penjara atas penyalahgunaan kewenangan selama ia berkuasa. Hal ini mengakibatkan kegemparan pada jajaran diplomatik dan mempermalukan pemerintah. Keterampilan dalam menarik dukungan massa berpihak pada Thanksin yang kaya raya.

Para pengamat mengatakan, walaupun menunjukkan pengendalian terhadap percekcokan dengan Kamboja, upaya Abhisit untuk diam dan tidak seriusnya upaya ekstradisi terhadap Thaksin akan membawanya kepada kehancuran.

Suranand Vejjajiva, mantan anggota kabinet Thaksin yang sekarang pengamat politik menulis di harian Bangkok Post, pemerintah memberi Thaksin ruang berkomunikasi berharga untuk mengingatkan masyarakat terhadap prestasinya yang mempengaruhi persepsi ketidak berdayaan pemerintah. Ia juga menambahkan, kekacauan yang ditimbulkan Kamboja merupakan contoh lain dari kebijakan luar negeri satu arah, mengorbankan segalanya demi satu orang.

Dalam sebuah wawancara televisi biaru baru in, Abhisit mengakui ketidakmampuannya untuk menangani krisis yang ia perkirakan tidak akan terpecahkan pada pemilu berikut, dimana pendukung berbaju merah menuntut apa yang disebut dengan dorongan pro-demokrasi.

MH//YF/rtr/afp