1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turki Lalai Mendeteksi Keberadaan Pemimpin IS al-Baghdadi

6 November 2019

Kematian pemimpin Islamic State (IS), Abu Bakr al-Baghdadi, menimbulkan pertanyaan apakah Turki sudah serius memerangi terorisme? Pasalnya al-Baghdadi ditemukan tewas di perbatasan Turki yang justru tidak terdeteksi.

https://p.dw.com/p/3SXjw
Irak Islamischer Staat Propagandafoto
Foto: picture-alliance/Zuma Press

Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan kematian pemimpin Islamic State (IS) , Abu Bakr al-Baghdadi, dalam serangan militer AS di wilayah Suriah utara. Sontak, hal ini menuai reaksi positif dari negara-negara Barat.

Namun, di sisi lain berita kematian pemimpin teroris berusia 65 tahun ini justru menimbulkan pertanyaan serius:

Bagaimana mungkin, tidak ada yang mendeteksi keberadaan salah satu teroris paling dicari di dunia itu? Padahal ia menetap hanya beberapa kilometer dari perbatasan Turki?

Pada Selasa (5/11), saudara perempuan al-Baghdadi yang berada sekitar 6 kilometer dari perbatasan Turki, juga telah ditangkap oleh otoritas Turki di dekat kota Azar, Suriah utara.

Pertanyaan lanjutannya, apakah wilayah perbatasan Turki telah menjadi tempat persembunyian bagi para teroris IS dan bagaimana hubungan pemerintah Turki dengan kelompok-kelompok jihadis ini?

Baca juga: Pemimpin ISIS Tewas, Amerika Amankan Ladang Minyak Suriah

Apakah Turki menutup mata?

Seorang jurnalis asal Turki, yang ahli dalam pembahasan terorisme IS, Erk Acarer menyebut, kematian al-Baghdadi di dekat perbatasan Turki, bertolak belakang dengan semangat Turki memberantas terorisme di Suriah utara.  

"Melalui operasi militer di Idlib, Suriah, sebanyak 3.000 warga Suriah masuk ke Turki dan pihak berwenang bahkan tidak menyadarinya," ujarnya.

Ia juga menyesalkan kurangnya pengawasan terhadap pihak-pihak yang dapat menimbulkan ancaman bagi Turki, karena dengan mudah masuk ke wilayah negaranya.

Menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Nasional Turki, Cevat Ones, pemerintah Turki serius memerangi terorisme dan mendapat dukungan dari masyarakatnya.

Namun, Ones tidak menampik bahwa ada saat-saat ketika pemerintah Turki meremehkan ancaman jihadis. Terutama soal anggapan bahwa perbatasan Turki tidak dikontrol dengan baik sejak perang saudara di Suriah, dimulai pada 2011.

Ia menambahkan banyak teroris memasuki zona perang melalui Turki.

"Ada banyak kritik, dan memang begitu adanya. Perbatasan tidak diamankan – namun kelemahan ini sedang diperkuat,” katanya.

"Turki sedang memerangi teroris," kata Ones, seraya menjelaskan maksud invasi Turki ke Suriah utara, pada Oktober lalu.

Baca juga: Pemimpin ISIS Tewas, Indonesia Waspada Potensi Serangan Balasan

Pentagon PK Veröffentlichung Bildmaterial al-Baghdadi Einsatz
Pemimpin Islamic State (IS), Abu Bakr al-Baghdadi, yang tewas bunuh diri dalam operasi militer tentara AS.Foto: US Department of Defense

Kelalaian mematikan?

Kematian al-Baghdadi menuai kritik dari oposisi pemerintah yang mengatakan bahwa kecerobohan Turki dalam menangani teroris IS, telah membahayakan warga negaranya.

Ada banyak teror yang dilakukan simpatisan IS sejak tahun 2015, seperti serangan bunuh diri di kota Suruc, di perbatasan Suriah, yang menewaskan 34 orang.

Kemudian ada peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan dua teroris, di depan stasiun kereta api di pusat Turki, pada tahun 2015, yang telah menewaskan sekitar 100 orang dan menjadi peristiwa serangan teroris terburuk sepanjang sejarah Turki.

Pada 2016, terjadi serangan teror di bandara Ataturk, Istanbul. Setahun setelahnya, terjadi serangan teror di kelab malam Istanbul pada Malam Tahun Baru 2017.

Padahal menurut seorang pengacara asal Turki, Nuray Ozdogan, serangan teror yang menewaskan sekitar 100 nyawa, bisa dihindari bila ada penyelidikan serius terhadap serangan sebelumnya yang terjadi di Suruc, Turki.

Ada sebanyak 66 laporan dinas rahasia, yang menyebutkan tentang peristiwa bom bunuh diri di Turki.

Sebelumnya, Ozdogan menuntut penyelidikan atas kasus serangan oleh teroris IS di Ankara, Suruc dan Diyarbakir, di Turki ini, namun permohonannya ditolak.

Menurutnya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Turki harus bertindak atas insiden ini. Namun, bukti-bukti dan dokumen tidak pernah ditunjukkan, karena pihak kepolisian dan Lembaga intelijen tidak mengeluarkan informasi apa pun.

Agenda IS masih berlanjut

Belakangan, pihak otoritas Turki lebih mengantisipasi adanya ancaman IS.

Langkah kepolisian menangani IS telah menghiasi laman berita di media-media Turki, termasuk soal penangkapan teroris baru-baru ini di Izmir, Adana dan Istanbul.

Namun, bahaya teror oleh simpatisan IS masih berkembang di banyak kota Turki.

Pada tahun 2015, ratusan simpatisan IS berkumpul di Taman Omerli, di dekat Istanbul, Turki, untuk menghadiri sebuah acara yang secara terbuka menyerukan agenda jihad. Mereka terang-terangan menunjukkan ideologi fundamentalisnya.

Kematian al-Baghdadi memunculkan harapan bahwa Turki akan mengambil langkah tegas memerangi kelompok teroris, seperti IS. Tetapi para ahli mewaspadai ancaman teror IS yang masih akan terus berlanjut, bahkan saat pemimpin kelompok teroris itu telah tewas. (pkp/vlz)