1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pencari Suaka: Tentara Australia Lakukan Kekerasan

10 Februari 2014

Saat tahun baru lalu, 45 pencari suaka di atas perahu reyot meluncur ke daratan pulau kecil di Darwin, Australia. Saat mereka yakin telah menemukan tempat perlindungan, tiba-tiba tentara Australia datang.

https://p.dw.com/p/1B68h
Foto: picture-alliance/dpa

Mereka yang selamat atau para penyintas ini, berasal dari Afrika dan Timur Tengah yang tiba di pantai tersebut bersyukur menemukan tempat berlindung di tanah Australia. Begitulah pikir mereka.

Tapi hanya dalam satu jam, sebuah kapal perang serta sejumlah kapal Australia lainnya tiba. Para personil militer memaksa para pencari suaka kembali ke kapal kayu mereka dan menarik kapal reyot itu ke laut lepas. Tujuan mereka: Indonesia.

Wawancara dengan lima penumpang yang merekonstruksi perjalanan mereka itu mengatakan bahwa pengembalian paksa mereka itu ditandai dengan kekerasan verbal dan fisik.

Kebijakan keras

Kesaksian mereka menyoroti tentang seberapa jauh pemerintahan konservatif yang baru terpilih di bawah Perdana Menteri Tony Abbott akan menjalankan janji pemilunya untuk ”menghentikan kapal-kapal (pencari suaka)” – sebuah kebijakan yang melibatkan antara lain menarik kembali kapal-kapal itu ke Indonesia, titik awal keberangkatan kapal-kapal penyelundup manusia.

Dalam sebuah pernyataan sebagai tanggapan atas tuduhan dari lima pencari suaka, Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Scott Morrison mengatakan ia tidak memberikan “kepercayaan atas tuduhan jahat tak berdasar“.

“Saya tahu dan percaya bahwa angkatan laut dan petugas perbatasan kami bertindak sesuai hukum dan latihan yang dulu mereka terima, dan hanya melakukan kekerasan jika diperlukan,“ kata dia.

Sekitar 16.000 pencari suaka datang dengan menggunakan 220 kapal ke Australia dalam tujuh bulan pertama tahun lalu. Pemerintah telah mengatakan sejak pertengahan Desember bahwa tak satupun kapal diperbolehkan datang.

Dalam wawancara terpisah, kelima pencari suaka semua mengatakan bahwa para personil militer Australia menggunakan pengikat plastik dan semprotan merica terhadap para pencari suaka. Para penumpang kapal itu tidak diperbolehkan mengakses makanan, air, obat-obatan dan ke tolilet, tambah mereka.

Ditarik ke laut lepas

Ketegangan segera berkobar setelah militer Australia tiba di pulau Darwin, kata Yousif Ibrahim Fasher, salah seorang pengungsi yang berasal dari Darfur, Sudan. Ia mengaku mengatakan kepada tentara Australia bahwa empat orang tersapu ombak.

Tapi militer Australia menjawab: ”Tidak, kalian kembali ke kapal.”

Kami menolak, kata pengungsi itu, tapi kemudian tentara Australia memaksa mereka.

Mereka yang melawan dipegangi kaki dan tangannya dan dilemparkan ke atas kapal, kata para pencari suaka. Fasher mengaku melihat personil militer menendang dan menggunakan tali untuk mengikat seorang pengungsi yang akan melarikan diri.

Kapal para pengungsi itu selanjutnya ditarik ke laut lepas.

Abbott naik kekuasaaan September lalu berkat kampanyenya yang berjanji akan bersikap keras terhadap para pencari suaka, sebuah isu panas yang membelah masyarakat negara itu sejak kedatangan kapal pertama dari Vietnam pada 1970an.

Ribuan pencari suaka kini masih ditahan di pusat penahanan yang terletak di Papua Nugini dan Nauru.

Abbott menyamakan pertempuran untuk menghentikan kapal para pencari suaka itu sebagai sebuah perang, sambil berkeras bahwa kerahasiaan operasi untuk menangkal kapal-kapal itu memasuki Australia sebagai sebuah rahasia negara yang harus dilindungi.

Badan pengungsi PBB telah memperingatkan bahwa Australia bisa melanggar kewajiban di bawah konvensi PBB dalam penanganan atas para pencari suaka ini.

ab/hp (afp,ap,rtr)