1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200710 AIDS China

Edith Koesoemawiria23 Juli 2010

Penyakit AIDS, sekitar tahun 90-an di Cina, dianggap sebagai penyakit orang asing. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Cina telah melakukan banyak untuk menerangkan penyakit itu.

https://p.dw.com/p/ORAs
Poster kampanye AIDS di kota BeijingFoto: AP

Rumah sakit You-an di Beijing memiliki bagian khusus yang menangani penyakit menular. Para perawat melangkah cepat di gang-gang yang menghubungkan satu ruangan dengan yang lainnya. Sementara, para pasien tampak duduk bersabar menunggu dipanggil masuk. Di sebuah ruang belakang di lantai dasar, Duan Yi duduk di depan sebuah poster besar yang bergambarkan sebuah pohon rindang. Duan Yi, yang berusia 28 tahun adalah salah satu dari 50 relawan yang membantu proyek bernama "Taman yang Tenang“. Sebuah layanan konsultasi bagi para penyandang virus HIV.

Duan Yi menceritakan, "Pada saat orang-orang menunggu untuk diperiksa atau untuk mendapatkan hasil tes penyakit AIDS, mereka bisa datang ke mari untuk makan atau juga hanya untuk ngobrol tentang AIDS. Karena di tempat-tempat lain, orang tidak bisa berbicara terbuka tentang AIDS. Sedangkan di sini kami memberikan informasi dan juga bersedia untuk tukar pengalaman."

Duan Yi termasuk yang menderita AIDS. Empat tahun lalu ia menjalani tes untuk mengetahuinya. Meskipun ia memberikan penyuluhan AIDS kepada orang lain, sampai kini ia belum menceritakan kepada orang tuanya bahwa ia sudah tertular. Seperti banyak orang lain, bagi Duan Yi stigmanya terlalu besar.

Ia juga ingin melindungi orang tuanya dari stigma itu, karena di Cina sampai kini orang yang berpenyakit AIDS atau terinfeksi virus HIV masih disisihkan dari masyarakat. Mereka mengalami diskriminasi hebat. Mereka kehilangan pekerjaannya, dan secara sosial terisolasi. Lembaga PBB yang menangani AIDS, UN-AIDS, tahun 2009 lalu melakukan penelitian mengenainya.

Direktur UN-AIDS, Mark Stirling shok membaca hasilnya. "Sekitar 40 hingga 50 persen penduduk Cina memiliki gambaran yang salah mengenai HIV/AIDS. Mereka tidak mau menggunakan sumpit yang pernah dipakai oleh penyandang HIV, bahkan tidak mau berada di ruangan yang sama. Masyarakat takut bahwa mereka bisa tertular bila berjabatan tangan, merangkul atau berciuman dengan seseorang yang HIV-positif. Padahal ini sama sekali tidak benar."

Hasil penelitian ini memang aneh, karena sebenarnya Beijing telah melakukan banyak untuk menyebar informasi tentang HIV/AIDS.

Sejak pertama menayangkan iklan layanan publik tentang AIDS, Cina semakin hari semakin memperhatikan perkembangan penyakit ini. Song Pengfei, adalah satu diantara sedikit orang yang sepuluh tahun lalu berani secara terbuka membicarakan penyakit AIDS yang diidapnya. Song Pengfei memuji langkah-langkah yang sudah diambil pemerintah Cina untuk mengatasi AIDS. Namun sampai kini, justru kelompok-kelompok yang rentan terhadap AIDS justru tidak terjangkau oleh program-progtam pemerintah. Misalnya, kelompok gay dan lesbian, pecandu narkoba dan pekerja seks komersil.

Keberhasilan Cina melawan AIDS sebenarnya tergantung pada kerjasamanya dengan LSM atau ornop yang berusaha mencapai kelompok-kelompok rentan ini. Tapi Song tahu, bahwa ini sulit. Karena pemerintah Cina memandang miring dan kerap curiga terhadap organisasi yang bukan bentukan pemerintah.

Ruth Kirchner/Edith Koesoemawiria

Editor: Yuniman Farid