1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penderita Autis Dilatih sebagai Ahli IT

Insa Wrede7 Desember 2012

Pasar tenaga kerja Jerman membutuhkan ahli-ahli IT. Para penderita sindrom Asperger kerap terampil dalam bidang ini, namun perusahaan enggan merekrut mereka.

https://p.dw.com/p/16wzy
Foto: Auticon

Mereka umumnya memiliki keahlian yang luar biasa. Kekuatan mereka terletak pada cara berpikir yang logis dan analitis. Dan mereka unggul dalam berkonsentrasi bahkan saat sebuah tugas harus diulang berkali-kali. Mereka akurat dan sangat perhatian terhadap detail. Perusahaan-perusahaan seharusnya berlomba-lomba mencari karyawan semacam ini. Namun kenyataannya berbeda - setidaknya ketika kualitas-kualitas tersebut dikarenakan sindrom Asperger, sebuah gejala autisme ringan.

Terdapat sekitar 250.000 warga Jerman yang menderita sindrom Asperger. Mereka memiliki kualitas yang dicari perusahaan, namun pusat-pusat tenaga kerja publik umumnya menggolongkan mereka tidak layak kerja.

Hanya 15 persen dari total penderita autisme yang mempunyai pekerjaan tetap. Sebagian besar karena mereka kerap kesulitan dalam interaksi sosial.

Tobias Altrock bekerja sebagai konsultan IT di Auticon
Tobias Altrock bekerja sebagai konsultan IT di AuticonFoto: Auticon

"Tak ada yang salah dengan nilai sekolah saya"

Tobias Altrock yang berusia 26 tahun menderita sindrom Asperger. Ia harus berhenti sekolah setelah tingkat duabelas. Hingga November tahun ini, ia terus mencari sebuah skema pelatihan kejuruan.

"Saya terus mendaftar kerja, tapi tidak pernah diterima - meski mereka mengatakan tidak ada yang salah dengan nilai-nilai saya," jelas Altrock. "Psikiater saya bilang kalau dalam wawancara kerja, mereka menyadari bahwa saya berbeda dan saya tidak sesuai acuan apa yang diharapkan dalam sebuah dunia profesional."

Akhirnya awal November lalu Altrock dipekerjakan oleh Auticon, sebuah perusahaan konsultan di Berlin.

Auticon menempatkan para penderita sindrom Asperger sebagai konsultan IT di sejumlah perusahaan. Dirk Müller-Remus mendirikan Auticon kurang lebih satu tahun lalu. Sebelum itu ia menjabat sebagai direktur sebuah perusahaan teknologi medis. Anak lelaki Müller-Remus menderita sindrom Asperger.

Logika sebagai titik kuat

Banyak orang dengan sindrom Asperger andal dalam manajemen kualitas karena cara berpikir mereka yang terstruktur, analitis dan logis, menurut Müller-Remus. Untuk memenuhi tingginya permintaan terhadap penguji coba peranti lunak, Auticon khusus melatih penderita Asperger dalam bidang ini.

Banyak pelamar sudah belajar sendiri mengenai teknologi informasi (IT). "Sejak saya berusia 8 tahun, saya banyak menghabiskan waktu memecahkan masalah komputer seperti pemrograman, perangkat keras dan peranti lunak," Altrock bercerita. "Saya sangat andal dalam segala hal yang berhubungan dengan logika dan algoritma."

Pendiri Auticon, Dirk Müller-Remus
Pendiri Auticon, Dirk Müller-RemusFoto: Auticon

Auticon juga membantu para konsultan IT untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang normal dengan menawarkan pembimbing profesional. Elke Seng adalah salah satunya. Pada awalnya ia berupaya mencari tahu secara spesifik lingkungan kerja seperti apa yang dibutuhkan seorang penderita sindrom Asperger, seperti apa lampunya harus diatur, dimana meja harus diletakkan dan suhu kantor yang terbaik.

Ia kemudian memastikan tempat kerja memadai sehingga karyawan merasa nyaman. Ia juga berbicara dengan para kolega dan atasan mengenai autisme.

"Banyak dari mereka yang takut dengan penderita autisme," ujar Seng. "Mereka takut berbuat salah dan menyakiti penderita autisme."

Elke Seng melatih para konsultan IT dengan sindrom Asperger
Elke Seng melatih para konsultan IT dengan sindrom AspergerFoto: Auticon

"Kami harus menjelaskan kepada perusahaan bahwa karyawan baru mereka berbeda," kata Müller-Remus. "Kami harus mengatakan seperti apa perbedaannya dan cara terbaik untuk berkomunikasi."

Mulai dari IT hingga musik

Perusahaan-perusahaan serupa seperti Auticon dapat dijumpai di negara-negara lain. Di Jerman, Auticon masih satu-satunya. Namun survei menunjukkan bahwa hanya 15 persen dari seluruh penderita sindrom Asperger yang tertarik pada IT, jelas Müller-Remus. Itulah mengapa ia mempertimbangkan untuk memperluas portofolio Auticon dan menyewa orang-orang yang tertarik dengan bahasa atau musik.

Seng yakin bahwa para penderita autis dapat berkembang di Auticon. "Beberapa waktu lalu salah seorang karyawan baru mengatakan, 'Saya tidak lagi harus menemui psikiater. Saya merasa hebat!'"