1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendidikan Bagi Pekerja Seks

18 Mei 2006

Kurangnya pendidikan atau ketrampilan dan tidak adanya kesempatan kerja sering menjadi alasan para perempuan untuk terjun ke dunia malam.

https://p.dw.com/p/CPWz
Tindakan kriminalitas, kekerasan dan diskriminasi, tidak jarang mereka harus mengalaminya
Tindakan kriminalitas, kekerasan dan diskriminasi, tidak jarang mereka harus mengalaminyaFoto: AP

Istilah atau julukan yang dipakai untuk menyebut pelacur seringkali mencerminkan pandangan bahwa pelacur dan pelacuran hanyalah urusan moral. Dan apabila terjadi diskusi mengenai kekerasan terhadap perempuan, kekerasan yang menimpa kaum pekerja seks ini tidak diangkat. Bahkan kekerasan itu tidak dianggap sebagai kasus yang berkaitan dengan hak azasi manusia tetapi lebih merupakan masalah moral yang perlu pendekatan melalui rehabilitasi dan agama.

Perang Melawan Perempuan?

Esthi Susanti seorang psikolog pernah menulis, "Pemberian bingkai moral pada pelacur dan pelacuran mereduksi kenyataan yang begitu kompleks. Penutupan lokalisasi yang terjadi bukan jalan keluar untuk menghentikan pelacuran. Praktek pelacuran akan tetap berjalan. Ditutup di satu tempat pindah ke tempat lain. Dilarang berpraktek di bordil pindah ke jalanan. Dilarang di jalanan pindah ke tempat-tempat yang tersembunyi.“

"Biasanya dunia pelacuran selalu dikaitkan dengan seksualitas perempuan, tubuh perempuan, moral perempuan, dan lainnya. Sedangkan kaum lelaki pembeli seks tidak pernah digugat. Pemberantasan pelacuran oleh aparat seperti yang terjadi di Hamburg, artinya secara tidak langsung berperang melawan perempuan." Begitu menurut Leopold, seorang sosiolog.

Beberapa Pihak Diuntungkan

Tetapi pihak kepolisian membantah. Mereka bukan perang melawan perempuan tetapi berperang melawan kriminalitas dan pemerasan yang terjadi di dunia pelacuran. Pekerja seks selalu digambarkan sebagai simbol kebobrokan moral walaupun banyak pihak yang mengeruk keuntungan dari pelacuran, termasuk pemerintah kota. Ida Schrage, aktif di organisasi Agisra, mengangkat tema anti kekerasan terhadap perempuan. Ia berkomentar:

Di Jerman pelacuran bukan pelanggaran hukum. Artinya, melacur sudah diakui sebagai pekerjaan dan para pelacur juga sudah bisa mengambil kartu pajak untuk membayar pajak penghasilan. Para pekerja seks sudah diakui secara hukum. Mereka diterima sebagai pembayar pajak yang memberi pemasukan untuk kota. Namun cara masyarakat memandang pelacur belum berubah.“

Ketika Tidak Ada Jalan Lain

Pelacuran bukan saja urusan moral. Pelacuran diciptakan oleh struktur masyarakat, yang mendesak kaum perempuan, maupun lelaki, untuk memilih pekerjaan ini sebagai jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Pelacuran harus dihadapi dengan perubahan undang-undang, dengan peningkatan pendidikan atau memberi peluang terhadap para pekerja seks untuk meningkatkan kualitasnya sehingga mereka mampu bersaing dalam pasaran kerja.

Kerjasama Pendidikan

Di negara bagian Nord Rhein Westfallen (NRW), dua wadah organisasi pekerja seks menyiapkan proyek pendidikan atau peningkatan ketrampilan bagi para pekerja seks yang mau berhenti dari pekerjaannya sebagai pelacur. Proyek pendidikan ini merupakan hasil jalinan kerjasama antara organisasi pekerja seks itu dengan lembaga-lembaga pendidikan. Misalnya untuk pendidikan dalam bidang keperawatan untuk rumah jompo, mereka bekerjasama dengan lembaga pendidikan keperawatan. Rumah-rumah jompo di Jerman masih banyak yang membutuhkan perawat untuk mengurus para orangtua.

Bidang Pendidikan

Hal ini merupakan peluang bagi pekerja seks. Menurut seorang pendamping pekerja seks, biasanya para pekerja seks sangat cocok bekerja sebagai perawat, karena mereka bisa mendengar, sabar dan penuh perhatian. Bidang ini banyak diminati terutama oleh pekerja seks yang sudah berumur 50 tahun ke atas, karena mereka kalah bersaing dengan pekerja-pekerja seks yang masih muda. Apalagi mereka biasa berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak dikenal. Tentang pendidikan atau peningkatan kemampuan perempuan pekerja seks ini, Ida mengatakan :

"Misalnya mereka bisa belajar bahasa asing, belajar tentang kebersihan, belajar tentang kesehatan dan bagaimana berkomunikasi secara interkultural dan mereka bisa bergaul dengan banyak orang. Kalau mereka bisa banyak berbahasa asing, artinya mereka juga bisa mengkualifikasi dirinya dalam pekerjaannya dengan lebih baik . atau kalau mereka mau keluar dari pekerjaannya mereka mempunyai modal bahasa. Atau kalau mereka belajar komputer mereka bisa bekerja dan tidak tergantung dari orang lain.“

Selain dalam bidang perawatan, ada pendidikan untuk menejemen, komputer, bahasa, ahli periklanan atau retorik.

Jumlah Pelacur Tidak Diketahui Secara Jelas

Berapa jumlah pelacur di Jerman, tidak pernah diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan sekitar 400.000, sementara sebuah penelitian mencatat sekitar 50.000 sampai 200.000. Kesulitan pendataan statistik ini disebabkan terpencarnya tempat-tempat kerja para pelacur itu. Selain itu, walaupun pekerjaannya sudah diakui banyak pekerja seks yang masih takut ketahuan latar-belakangnya apabila ia terjun kembali ke masyarakat dan enggan mendaftarkan diri.

Pendidikan Bahasa

Di negara bagian NRW terdaftar sekitar 45.000 pelacur. Konon, kebanyakan pelacur di Jerman datang dari luar Jerman. Oleh sebab itu pendidikan bahasa menjadi salah satu bidang yang paling di prioritaskan. Sehingga mereka bisa berkomunikasi dan tidak jatuh kembali ke tangan kelompok pedagang perempuan. Pendidikan atau peningkatan kualitas bagi para pekerja seks selain menawarkan peluang untuk masa depan mereka, juga secara tidak langsung menghindari tindakan-tidakan kriminalitas, kekerasan dan diskriminasi

Legal

Di Jerman sejak tahun 1980 mulai bermunculan organisasi-organisasi sebagai wadah untuk perlindungan terhadap para pekerja seks. Pendiri organisasi ini adalah para aktivis, pekerja sosial dan juga beberapa pekerja seks. Organisasi yang awalnya hanya sebagai wadah forum pertemuan dan konsultasi kemudian berkembang menjadi gerakan politis yang menuntut perlindungan hak azasi para pekerja seks dari tindakan kriminalitas, kekerasan dan diskriminasi.

Pada tahun 1985 para pekerja seks mengadakan kongres se Jerman, yang menyuarakan tuntutan untuk merubah undang-undang dan melegalisasi pekerjaan pelacur. Tahun 2000, tema ini diperdebatkan di Parlemen Jerman dan akhirnya pemerintah mengakui legalitas pekerja seks.

Setelah pekerjaan sebagai pelacur disahkan, kini perjuangan para pekerja seks antara lain ditekankan ke arah pendidikan.