1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendudukan Kantor KNPB di Papua Sudutkan Kepolisian

4 Januari 2019

Aksi Kepolisian Resor Mimika merebut sekretariat Komite Nasional Papua Barat menuai gugatan hukum. Polri dituding melanggar konstitusi dan didesak meminta maaf. Namun Istana Negara mendukung sepak terjang aparat keamanan

https://p.dw.com/p/3B1rE
Indonesien Timika - Dorfbewohner vor indonesischen Rebellen in Sicherheit gebracht
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto

Setelah pergantian tahun, gejolak di Papua tak juga surut. Usai konflik berdarah di Nduga, kini pendudukan sekretariat Komite Nasional  Papua Barat di Mimika oleh Kepolisian RI mengundang reaksi keras. "Tidak begini caranya!," kata Kuasa Hukum KNPB Veronica Koman dalam pesan tertulis kepada Deutsche Welle.

Menurut Veronica langkah Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto, "tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Dia mengatakan; "Dalam KUHAP tidak ada kewenangan kepolisian untuk 'mengambilalih' atau 'menduduki' atau 'merebut' properti milik warga negara." Kuasa Hukum KNPB menilai pendudukan sekretariat KNPB adalah "ilustrasi kecil tentang bagaimana orang Papua itu kerap terusir dari tanah mereka sendiri."

Agung beralasan, kantor KNPB digunakan untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab itu Kaplores Mimika itu pada 31 Desember silam memerintahkan pendudukan gedung sekretariat dan menyita semua atribut KNPB. Gedung itu kemudian dialihfungsikan sebagai posko keamanan untuk TNI dan Polri.

Setidaknya 10 orang mengaku dipukul dan ditendang selama operasi pendudukan, klaim KNPB. Aparat juga mengecat gambar bendera Indonesia yang dibubuhi tulisan 'NKRI Harga Mati' di tembok gedung.

Istana negara dukung aksi Polres Mimika

Langkah Polres Mimika mendapat dukungan penuh dari istana negara. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai penanganan KNPB tidak memerlukan proses hukum yang rumit, lantaran tergolong upaya separatis, ujarnya kepada kantor berita KBR. Moeldoko meyakini pendudukan sekretariat KNPB sudah sesuai hukum yang berlaku.

Baca juga: Pemimpin Papua Minta Jokowi Tarik Mundur TNI/Polri dari Nduga

""Peran negara memberikan  rasa aman, nyaman, bagi siapa pun. Kan begitu. Jadi kalau ada upaya yang menuju ke rasa tidak aman dan tidak nyaman, di situ negara melakukan langkah-langkah yang diperlukan," ujar Kepala Staf Kepresidenan.

Namun KNPB tetap meminta Polri menarik pasukannya sesegera mungkin dan menyerahkan kembali gedung tersebut kepada komite. "Banyak anggota yang sehari-harinya masak, makan, tidur dan beraktivitas di sekretariat. Mereka sekarang ini jadi tidur di rumput-rumput depan sekretariat karena terusir," kata Veronica lagi.

Meski ada gugatan hukum, Polri tetap meyakini KNPB melakukan aktivitas makar dan sebab itu harus diberangus. Seperti dilansir Tribun News, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal menegaskan, warga Papua tidak diperbolehkan membentuk organisasi atau menggunakan lambang yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Bagi siapa saja yang melakukan hal tersebut akan diproses secara hukum sesuai aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata dia.

Baca juga: HRW: Serangan di Papua Perlu Penyelidikan Penuh

Namun KNPB sebaliknya menuding kepolisian bertindak di luar hukum. "Kepolisian bilang semua sudah sesuai ketentuan, mohon diperjelas sebutkan ketentuan yang mana? Penggusuran saja ada prosesnya kok," tandas Veronica Koman. Menurutnya aspirasi yang disuarakan KNPB "bukan soal separatisme, tapi penentuan nasib sendiri."

Selain penarikan pasukan, Polres Mimika juga diminta segera meminta maaf kepada KNPB dan masyarakat sekitar lantaran ikut menjadi korban "pelanggaran prosedur operasional," demikian isi surat somasi KNPB seperti dilansir tabloid Jubi. KNPB juga memberikan tenggat waktu selama tiga hari sebelum mengambil langkah hukum.

rzn/as (dari berbagai sumber)

Satuan Gabungan TNI-Polri Siap Tindak Tegas KKB Papua