1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penerima Sumbangan Jadi Miliarder

20 Februari 2014

Layanan pesan pendek WhatsApp memang besar di Silicon Valley, tapi latar belakang pendirinya yang lahir di Ukraina menjadi cikal bakal wujud perusahaan yang baru diakuisisi Facebook sebesar 19 milyar Dolar AS ini.

https://p.dw.com/p/1BCE7
Foto: picture-alliance/dpa

Pendiri dan CEO WhatsApp Jan Koum, 37, dibesarkan di Ukraina. Ia pindah ke Mountain View, Kalifornia saat remaja. Suksesnya sebagai pengusaha mirip dengan keberhasilan Silicon Valley lainnya seperti Max Levchin, yang juga lahir di Ukraina, salah satu pendiri Paypal, dan Sergey Brin dari Rusia yang turut mendirikan Google.

Sama seperti jawara teknologi Bill Gates dan Mark Zuckerberg, Koum tidak tamat kuliah. Tapi ia tidak drop out dari Harvard, melainkan San Jose State. Koum berasal dari keluarga miskin. Mereka bahkan sempat hidup bergantung pada "food stamp" semacam program sumbangan pemberian bahan pangan dari pemerintah AS bagi warga yang penghasilannya tidak mencukupi kehidupan sehari-hari.

Bandingkan dengan kondisi Koum sekarang. Facebook membeli WhatsApp seharga 19 milyar Dolar AS. Majalah bisnis dan keuangan Forbes memperkirakan Koum memiliki 45 persen saham perusahaan. Ini berarti kekayaan Koum bisa mencapai nilai 6,8 milyar Dolar.

Ditolak jadi pegawai Facebook

Tahun 1997 ia berkenalan dengan Brian Acton, 44, yang kemudian menjadi mitranya dalam mendirikan WhatsApp. Acton mewawancarai Koum untuk sebuah pekerjaan di perusaah mesin pencari Yahoo. Kesibukannya di Yahoo memaksa Koum untuk meninggalkan kuliahnya.

Selama bertahun-tahun Koum dan Acton turut mengalami situasi tidak stabil di Yahoo. Di profil LinkedIn, Koum menuliskan pengalaman tiga tahun terakhirnya di Yahoo dengan kalimat "Did some work" atau "saya melakukan sesuatu".

September 2007, Koum dan Acton akhirnya meninggalkan Yahoo. Mereka cuti liburan selama setahun. Setelah itu keduanya mengirimkan lamaran kerja ke Facebook. Koum dan Acton sama-sama gagal. "Kami anggota klub pelamar yang ditolak Facebook," gurau Acton.

Dua tahun kemudian, setelah membeli iPhone, Koum menyadari peluang pasar yang tercipta dari fasilitas aplikasi untuk smartphone. 24 Februari 2009, ia mendirikan WhatsApp Inc. di Kalifornia.

"No Ads, No Games, No Gimmicks"

Darah Eropa Timur yang mengalir di tubuh Koum menjadi kunci terwujudnya WhatsApp. Ini menurut Jim Goetz dari Seqoia Capital yang menjadi mitra pendukung dana perusahaan tersebut. Tidak seperti Google dan Facebook, layanan pesan pendek WhatsApp tidak berusaha mengumpulkan informasi pribadi sebanyak mungkin dari pengguna. Pesan yang telah terkirim juga langsung dihapus dari server begitu telah sampai di tujuan.

Ada tiga prinsip yang dipegang teguh oleh Koum: "No Ads, No Games, No Gimmicks". Artinya kurang lebih, tidak ada iklan, tidak ada permainan dan tidak ada fitur ekstra untuk membuat tampilan lebih menarik. Dalam blognya Goetz menulis: "Ini efek dari pengalaman Jan yang dibesarkan di negara komunis dan kerap diintai oleh dinas intelijen. Ia sangat menghargai sistem berkomunikasi yang tidak direkam atau disadap."

Cara pandang Koum tampak jelas pada pesan Twitter yang ia tulis tahun lalu tentang Iran dan Turkmenistan yang memblokir pemakaian WhatsApp. "Jika pemerintah turut campur, konsumen dan kebebasan berkomunikasi turut menderita."

vlz/ab (rtr, afp, ap)