1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengaruh Kunjungan Obama pada Hubungan Militer Indonesia - AS

16 Maret 2010

Normalisasi kerjasama militer menjadi isu yang membayangi kunjungan Presiden Barrack Obama ke Indonesia. Pengamat memandang kecil peluangnya.

https://p.dw.com/p/MUVI
Barack ObamaFoto: AP

Spekulasi mengenai normalisasi kembali kerjasama militer Indonesia- Amerika Serikat, antara lain dikuatkan dengan kehadiran Danjen Kopassus di Washington dan kunjungan Wakil Menlu Amerika Urusan Asia Timur dan Pasifik, Kurt Campbell di Jakarta.

Salah satu program yang disebut adalah pemberian pelatihan militer kepada kesatuan elit Kopassus yang sebelumnya dihentikan pada 1997 lalu setelah serangkaian tuduhan pelanggaran HAM oleh TNI.

Meski demikian, sejauh ini belum ada kejelasan dari pemerintah menyangkut kemungkinan itu. Sebaliknya, Markas Besar TNI memberi isyarat dingin. Juru Bicara TNI Sagoem Tambun membantah, kehadiran komandan pasukan khusus untuk secara khusus meminta pembukaaan kerjasama tersebut:

“Terserah mereka mau memutuskan apakah kerjasama militer terutama latihan bersama Kopassus dengan pasukan Amerika mau dibuka atau tidak. Itu tidak jadi masalah kita. Kita kembalikan kepada mereka. Namanya kerjasama itu harus kita lihat sebagai suatu hal yang menguntungkan dua pihak. Kalau kita yang minta seolah olah hanya yang menguntungkan kita, tentu harus dilihat kerjasama yang menguntungkan kita dan mereka juga”

Pengamat militer, Kusnanto Anggoro juga membisikan bahwa para pejabat Dephan cukup skeptis dengan kemungkinan normalisasi kerjasama itu, mengingat fakta adanya anggota kongres yang cukup vokal terhadap TNI. Hal ini terungkap dalam pertemuan persiapan menjelang kunjungan Obama yang juga dihadiri oleh pengamat dari Pro Patria itu:

“Saya tidak melihat ada semacam optimisme, katakanlah pemulihan kembali hubungan kerjasama pertahanan antara Indonesia Amerika itu merupakan sesuatu yang ditunggu- tunggu. Saya mendapat kesan bahwa sekurang nya dari segi kepentingan pertahanan dan kepentingan militer, sebenar nya kerjasama itu tidak dipandang sebagai sesuatu yang besar. Tapi sekali lagi maknah nya itu terletak pada politik, karena maknah nya itu bisa ditafsirkan oleh beberapa pihak bahwa Amerika sudah bisa menerima apa yang dilakukan oleh (militer) Indonesia dulu”

Menurut Kusnanto, sebetulnya Amerika Serikat selama ini tidak pernah berkeinginan untuk membentuk kerjasama militer yang solid dengan Indonesia. Ini karena Amerika tak pernah menganggap kerjasama militer dengan Indonesia sepenting kerjasama militer dengan Singapura maupun Taiwan.

Sebaliknya bagi Indonesia, menurut Kusnanto, saat ini Amerika bukanlah faktor menentukan bagi peningkatan kekuatan militer Indonesia. Bantuan pembelian senjata senilai 600 ribu dollar AS yang dikucurkan setiap tahun melalui program FMS juga tak signifikan dalam mendongkrak kekuatan militer TNI. Sementara program pelatihan militer untuk perwira TNI selama ini hanya terbatas pada isu umum dan fungsi-fungsi non militer.

Dengan demikian, menurut Kusnanto, normalisasi kerjasama militer Indonesia - Amerika sebetulnya bukanlah isu yang subtansial bagi kedua negara. Karena kerjasama yang terbangun selama ini, lebih banyak faktor politiknya ketimbang faktor militer, seperti terlihat dalam sejumlah kerjasama yang telah ditandatangani.

“Selama ini paling hanya sangat terbatas pada dialog masalah masalah keamanan, hanya berbicara kesan kemari tentang persoalan persoalan yang amat besar. Amerika pada umumnya menitikberatkan pada soal law enforcement, maritime security, humanity rool dari militer begitu. Semacam comon interest tapi tidak pernah materilize kecuali dalam beberapa hal seperti kerjasama Carat, yang sejak lama dengan AS tetap berjalan khusus nya adalah Angkatan Laut tapi fungsinya hanya sekedar fungsi fungsi non combat atau non military”

Bagaimanapun Kusnanto Anggoro memandang, ada hal realistik yang mungkin bisa diperoleh Indonesia dengan kunjungan Obama ini.

“Saya kira tetap hanya akan memperluas dalam konteks pendidikan dan latihan saja. saya masih tidak yakin, kalau misalnya kopassus akan dijinkan sekarang untuk menuntu ilmu di AS. Saya kira masih ada problem di AS. Di Indonesia memang ada harapan harapan agar Kopassus bisa dilatih kembali di Amerika tapi kalau itu seandainya tidak juga tidak apa - apa. Karena yang saya dengar dari beberapa pejabat, bisa juga tawaran itu diberikan kepada kesatuan-kesatuan lain, termasuk kostrad, zeni dan satuan lain”

Diluar itu, Kusnanto Anggoro mengakui adanya semacam ketergantungan terhadap persenjatan dari Amerika mengingat lebih dari 60 persen jenis persenjataan TNI berasal dari negara paman Sam itu.

Upaya mengurangi ketergantungan senjata ini sebetulnya juga sudah dicoba sejak Presiden Megawati, dengan mendatangi negara negara Eropa Timur meski sejauh ini masih terkendala banyak hal, terutama karena mininnya anggaran untuk pembelian senjata.

Zaki Amrullah

Edtor : Ayu Purwaningsih