1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peneliti Pesimistis Anggota DPR Baru Akan Bawa Perubahan

Prihardani Ganda Tuah Purba
1 Oktober 2019

Peneliti FORMAPPI berpendapat, anggota DPR yang baru dilantik masih banyak diisi oleh wajah-wajah lama sehingga membuat masyarakat sulit percaya bahwa DPR akan bekerja menghasilkan perubahan yang signifikan.

https://p.dw.com/p/3QZgH
Indonesien Vereidigung des neuen Parlaments in Jakarta | Puan Maharani und Joko Widodo
Foto: Office of the President of Indonesia/Rusman

Derasnya kritikan masyarakat terhadap DPR yang muncul dengan berbagai RUU yang dinilai kontroversial, membuat anggota DPR periode 2019-2024 yang baru saja dilantik memiliki tugas besar, yakni untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap DPR.

Menanggapi hal ini, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus, menyatakan pesimistis hal ini bisa dilakukan oleh anggota DPR periode yang baru. Menurutnya, anggota DPR yang baru dilantik masih banyak diisi oleh wajah-wajah lama sehingga membuat masyarakat sulit percaya bahwa DPR akan bekerja menghasilkan perubahan yang signifikan.

Kuatnya pengaruh partai politik terhadap semua kebijakan yang diproses di DPR selama ini juga dinilai menyulitkan anggota DPR baru untuk membawa perubahan. Lucius mengatakan pengaruh ini membuat perjuangan yang dilakukan oleh anggota DPR adalah perjuangan partai politik, bukan perjuangan untuk kepentingan rakyat banyak.

Lucius menambahkan, ada porsi di mana partai politik memang punya kepentingan untuk memastikan anggota DPR bekerja untuk partai politiknya, tetapi ada hal-hal lain yang dilakukan, yang mestinya tidak punya kaitan langsung dengan kepentingan politik partai. 

"Dalam arti, ada begitu banyak kebijakan yang terkait dengan rakyat banyak yang mestinya bisa diperjuangkan oleh anggota DPR tanpa harus selalu takut pada nasib atau karier politiknya yang dipegang di partai politik", katanya kepada DW.

Peneliti FORMAPPI, Lucius Karus
Lucius Karus, Peneliti FORMAPPI (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia)Foto: FORMAPPI

Tidak lebih baik dari yang lama

Komposisi anggota DPR periode 2019-2024 yang berisikan wajah-wajah lama juga membuat Lucius pesimistis terhadap kinerja DPR dalam menghasilkan UU yang berkualitas. Lucius lebih lanjut mengatakan pada DW bahwa DPR periode yang baru tidak akan lebih baik dari periode lama yang justru banyak menuai kritikan. Menurut Lucius, kunci dalam pembentukan UU yang berkualitas tidak hanya terletak pada DPR saja, namun juga pada komitmen DPR untuk melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam proses pembahasannya.

"Saya kira faktor kepentingan partai politik itulah yang membuat kualitas legislasi kita menjadi buruk selama ini, karena dominasi kepentingan partai politik itu menguasai lebih banyak norma-norma yang ada dalam legislasi yang dibuat oleh DPR dan juga menutup peluang bagi partisipasi publik dalam proses pembahasan", ujarnya.

DPR RI periode 2014-2019 adalah yang terburuk

Sebagai bahan evaluasi dari DPR periode sebelumnya, Lucius sebutkan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh anggota DPR yang baru saja dilantik. Pertama, DPR diminta membenahi manajemennya agar secara serius fokus pada peningkatan kinerja.

Menurutnya, pimpinan DPR seharusnya tidak menjadi simbol atau lambang saja tapi harus bisa menjadi pemimpin bagi semua kelompok fraksi yang ada di DPR. Pimpinan DPR juga harus bisa mengontrol perkembangan kinerja dari komisi-komisi maupun alat kelengkapan lain di DPR.

Yang kedua, DPR harus bisa menekan terjadinya kasus korupsi yang berulang kali melibatkan anggota DPR. Anggota DPR yang baru harus bisa memastikan bahwa korupsi tidak lagi dipergunakan untuk memperkaya diri atau alat untuk menyumbang partai politik.

Berakhirnya masa kerja anggota DPR periode 2014-2019, mendapat catatan buruk dari FORMAPPI. Lucius mengatakan, DPR periode ini menjadi yang terburuk karena secara kuantitatif, hanya mampu menghasilkan 36 RUU dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dari 189 yang direncanakan. Lucius juga menjelaskan buruknya kinerja DPR periode 2014-2019, karena ada komisi yang selama 5 tahun masa kerja, tidak menghasilkan satu pun RUU prioritas.

"Ada pula komisi yang bahkan tidak menghasilkan satu pun RUU prioritas selama 5 tahun selama satu periode, Komisi III, Komisi VI, Komisi VII, jadi bagaimana bisa membayangkan komisi seperti itu pincang hasilnya, tidak ada RUU prioritas yang mereka hasilkan padahal fungsi utama DPR itu ada legislasi, ada anggaran dan ada pengawasan," jelasnya. (gtp/na)

Wawancara dilakukan oleh Prihardani Ganda Tuah Purba