1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelola Sampah dengan Mesin Musayama yang Ramah Lingkungan

Sorta Caroline
30 Januari 2020

Kemal Pasya yakin mesin musayama dapat membantu menyelesaikan persoalan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berlebih beban sampah. Mesin musayama buatannya mampu mengolah sampah jadi produk yang bernilai guna.

https://p.dw.com/p/3Wu7S
Indonesien Kemal Pasha und Fatahillah Pasha ZERO Waste Projekt
Foto: DW/S. Caroline

Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Abu dan Co. yang berlokasi di Tangerang Selatan ini mulai beroperasi Juli 2019. Kemal Pasya, lulusan arsitektur Institut Teknologi Bandung ini sudah 25 tahun bergelut dalam permasalahan sampah. Awalnya ia menyediakan jasa pengumpulan sampah dan pembuangannya pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun sayangnya TPA dengan sistem sanitary landfill ini telah melebihi kapasitas.

Baca juga: Peneliti Indonesia di Aachen Mengembangkan Bakteri Pencerna Plastik 

TPA dengan sistem sanitary landfill memiliki model tanah cekungan tempat menampung, mengisolasi, memadatkan sampah untuk kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Sampah pada sanitary landfill terdegradasi secara lebih aman pada lingkungan dibanding sistem open dumping.

Kini TPA pun beralih sistem menjadi open dumping dimana sampah dibuang begitu saja, dibiarkan menggunung dan rawan longsor. TPA menerima sekurang-kurangnya 800 ton setiap hari dari 1.5 juta penduduk Tangerang Selatan. Inilah yang mendorong kepedulian Kemal Pasya. Langkah kecilnya dimulai bersama sang anak, Fatahillah Pasya, mengembangkan mesin Musayama, Musnah Kaya Manfaat, mengelola 15 ton sampah perhari dari 10.000 rumah tangga.

Lantas seperti apa pengelolaan sampah ala Abu & Co.? Simak perbincangan DW dengan Kemal Pasya.

DW: Bagaimana ide awal pembuatan TPST dengan mesin Musayama ini?

Ide awalnya adalah bagaimana kita menciptakan sebuah alat yang murah, cepat, konten material lokal yang sudah kita miliki dan punya manfaat yang banyak. Ini tidak sekedar musnah habis dibakar tapi ada manfaat lain. Nah dalam alat ini kita gunakan aplikasi pembakaran dengan pyrolysis cycle combustion.

Musayama singkatan dari musnah sampah kaya manfaat, membuat sampah musnah tapi juga menghasilkan manfaat juga berupa energi gas dan panas. Dalam proses ini sebagian sampah dibakar, sebagian lagi di proses melalui proses pirolisis. Material yang kita gunakan sudah ada di dalam negeri ini. Kita rancang sendiri dengan material yang ada, sehingga perawatannya lebih mudah.

Bisa dibilang konten lokalnya 95% yang tidak lokal sifatnya mesin seperti blower.

Indonesien Kemal Pasha und Fatahillah Pasha ZERO Waste Projekt
Mesin Musayama di TPST AbuFoto: DW/S. Caroline

Bagaimana pengelolaan Sampah TPST di Abu & Co?

Prosesnya dimulai dari sampah diambil dari warga. Kemudian sampah dipilah antara organik dan non organik. Organiknya kami jadikan kompos. Kemudian yang non organik seperti plastik, beling, dan material lain kita manfaatkan dengan menjualnya ke industri berbasis plastik dan dimanfaatkan jadi ember, tali rafia, bola plastik. Itu kita pilah untuk kesana. Pemilahan ini juga satu komitmen kami untuk mengurangi pembakaran bahan-bahan bersifat plastik. Jangan sampai terjadi pencemaran udara.

Kita memulai pembakaran dengan bahan dasar kayu, biasanya dalam waktu 6 jam sudah mencapai suhu 800 derajat. Nah ini pelan-pelan bertahap akhirnya ruang tunggu bakarnya akan menyimpan panas. Nah, nanti ada lagi sampah residu dan non organik lain (yang telah dipilah) yang dimasukkan. Nah ini sampah masuk mengalami proses pengeringan dalam tungku kemudian sampah ini jadi menjadi bahan bakar proses selanjutnya. Dalam Musayama sendiri juga ada proses pirolisis. Di pirolisis itu bahan organik yang dimasukkan mengalami suatu proses perubahan, misalnya kayu jadi karbon aktif setelah dipanggang dalam tungku dengan suhu 700 derajat.

Apa saja manfaat dari Musayama?

Kayu jadi karbon aktif yang bisa dipakai dalam banyak hal untuk menjernihkan air, masker, juga arang untuk barbeque. Ini sudah aman ya karena pirolisis memurnikan tanpa kena oksigen dari luar.

Hasil lain adalah asap cair yang berguna untuk mengawetkan makanan. Misalnya daging asap atau ikan asap yang dioleskan asap cair yang bisa berfungsi sebagai pengawet. Asap cair bisa juga dicampur air dan digunakan sebagai insektisida alami. Ini sudah lewat proses penyaringan.

Lewat gas yang dihasilkan kami coba juga jadi penggerak genset, namun kalau langsung itu gasnya tidak stabil. Jadi gas ini perlu kami dinginkan. Kalau LPG dari gas alam, nah ini dari gas metana. Nah sama aja sebenarnya gas dengan suhu tertentu dengan -5 sampai -10 akan jadi gas cair. Nah ini mau dipakai bisa mau dipakai gerakin genset bisa. Masih dalam pengembangan.

Bagaimana dengan efek samping pembakaran?

Efek samping atau negatifnya dari Musayama sejauh ini complain tetangga sejauh asap. Namun kami sudah melakukan pencegahan untuk itu. Jadi abu dari pembakaran, kami tangkap dengan dash collector. Dari dash collector kemudian dimasukkan lagi ke suatu pencucian asap wet scrubber. Nah asapnya naik lewat cerobong, tidak lagi asap hitam. Nah abu kita olah di tempat lain dan kita buat jadi bata ringan.

Mengapa sistem cluster(red. unit), tidak pembuatan TPST dalam skala besar?

Ini kan basisnya modul, sebetulnya kalau suatu tempat perlu dua tinggal kalikan saja. Untuk skala besar sebenarnya menyelesaikan masalah sampah secara zonasi atau secara cluster. Satu cluster 10.000 rumah equivalent dengan satu kelurahan di perkotaan. Nah kalau di wilayah penduduk dengan 1.5 juta penduduk, perkiraan itu sekitar 60 kelurahan yang kita sebar di 60 titik.

Cluster per wilayah akan memudahkan pengelolaan. Disana sistem seperti ini membuat sirkulasi ekonomi berjalan baik karena ada recyclingnya, ada pirolisis yang menghasilkan gas, panas, hingga listrik. Penyerapan tenaga kerja lokal mudah. Alat ini pun sederhana, orang dengan pendidikan sederhana bisa mengerjakan ini. Mudah-mudahan dengan ini skala kecil bisa diselesaikan, sampah sudah selesai di hulu mendekati rumah. Kalau kami skala satu kelurahan. Kalau skala dalam satu rumah sudah selesai (dengan pemilahan) ini akan lebih baik.

Untuk kedepan bagaimana rencana pengembangan TPST ini, berapa modal yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu TPST beserta Musayama?

Dengan lembaga penelitian ada rencana kerjasama dengan Swiss German University tahun depan. Karena disana akan ada jurusan robotic dan kimia. Kimia akan meneliti charcoal dan asap cair. Robotic akan memilah sampah secara otomatis. Kami terbuka dengan Universitas Pamulang untuk bekerja sama dengan lembaga penelitian, membuat alat yang kian efisien. Modal awal pengembangan Musayama dengan riset hingga menjadi pembangkit sekitar 4 Miliar dengan kapasitas 15ton per hari. (sc/gtp)