1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

USA Streitkräfte

5 Juli 2010

Berbagai konsekuensi ditarik akibat penonaktifan Jendral McChrystal. Bukan saja penunjukkan Petraues sebagai pengganti, tetapi hubungan antara militer dan media massa juga diperketat.

https://p.dw.com/p/OB3n
Jenderal McChrystal tinggalkan Gedung Putih. Ia dinonaktifkan karena menghina pemerintah AS dalam wawancara dengan Rolling Stones.Foto: AP

Misi tidak boleh berantakan setelah penonaktifan Jendral McChrystal. Hari Minggu (04/07), panglima besar baru bagi Afghanistan Jendral David Petreaus memulai pekerjaan barunya memimpin lebih dari 140 ribu prajurit di Afghanistan. Dalam sebuah upacara di markas besar ISAF di Kabul ia menekankan, bahwa AS akan memenangkan perang ini. Ini diserukannya di hadapan prajurit-prajurit Afghanistan, perwakilan masyarakat dan para diplomat

Dalam pidatonya Petreaus mengatakan, “semua orang tahu, kita sedang berada di sebuah pertempuran yang keras. Setelah perang bertahun-tahun kita mencapai momen yang kritis. Kita harus menunjukkan kepada rakyat Afghanistan dan kepada dunia, bahwa Al-Kaida dan jaringan ekstrimisnya tidak akan bisa kembali tumbuh di Afghanistan, lalu menyerang rakyat disini dan juga negara-negara cinta perdamaian di seluruh dunia.”

Selain itu Petreaus juga sudah bertemu dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan mengatakan kepaanya, bahwa ia menghargai komitmen sang presiden untuk memperjuangkan transparansi, integritas dan rasa pertanggungjawaban. Mereka juga berdiskusi mengenai korupsi setelah bantuan senilai jutaan dollar dari AS dibekukan menyusul laporan, bahwa dana bagi berbagai proyek pembangunan dikirim menggunakan penerbangan komersial. Walaupun Karzai menganggap tuduhan ini tidak mempunyai dasar, bersama dengan Petreaus ia setuju, bahwa program anti korupsi adalah senjata paling ampuh untuk melawan terorisme dan ingin bekerjasama lebih lanjut.

Sementara itu, pemerintah AS di tanah air sendiri juga mengambil tindakan lanjutan, setelah Stanley McChrystal, dan pegawai-pegawai papan atasnya berbicara terlalu banyak dengan seorang wartawan mengenai pemerintah AS dan dengan nada menghina. Sejak akhir pekan lalu (3-4/9) berlaku sebuah peraturan baru yang mengatur jelas hubungan dengan para wartawan. Menurut Menteri Pertahanan Robert Gates, “kementerian pertahanan AS sudah menjadi terlalu santai dalam berhubungan dengan media”. Mulai sekarang prajurit-prajurit AS dan para perwiranya dilarang berbicara mengenai tema-tema tabu dan memberikan informasi, yang sebenarnya ingin ditahan Pentagon dari khalayak umum.

Sebenarnya ini hal yang lumrah, tetapi akhir-akhir ini sepertinya peraturan tersebut hanya jadi teori. Buktinya adalah artikel kontroversial sepanjang delapan halaman majalah Rolling Stones mengenai McChrystal, yang dipenuhi oleh kutipan-kutipan bernada tidak hormat tentang orang-orang di pemerintahan AS, termasuk Wakil Presiden AS Joe Biden dan Presiden AS Barack Obama, serta mitra-mitra Perancisnya. Kutipan-kutipan ini berasal dari Jendral McChrystal sendiri atau dari pegawai-pegawai papan atasnya yang namanya tidak disebut.

Memang akhir-akhir ini tidak banyak diskusi mengenai pertanyaan, apakah seorang wartawan tidak seharusnya merahasiakan pembicaraan-pembicaraan yang ia turut dengar. Memang ada peraturan tidak tertulis, bahwa wartawan tidak boleh menggunakan kata-kata yang diucapkan para prajurit di sebuah bar ketika mereka capai dan mabuk.

Tetapi bagi menteri pertahanan Gates satu hal sudah jelas, Yaitu bahwa yang salah adalah orang-orangnya sendiri. Ini termasuk orang-orang yang bekerja di bagian humas di Pentagon. Menurut Gates, ada terlalu banyak pegawainya yang berbicara dengan media di luar jalur resmi. Sering kali mereka memberi informasi yang tidak benar atau tidak sah, keluar dari konteks, atau kadang yang diwawancara tidak mencari tahu lebih dulu, demikian jelas Gates dalam sebuah memo yang diberitakan “New York Times”.

Sekarang peraturan nomor satu bagi anggota militer AS adalah: tutup mulut dan konsultasi dengan bagian humas kementerian pertahanan. Media AS tidak kaget tetapi mereka bertanya-tanya, apa konsekuensi peraturan ini bagi pemberitaan perang di Afghanistan dan Irak di masa depan.

Silke Hasselmann / AFP /Anggatira Gollmer
Editor: Hendra Pasuhuk