1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090611 Friedenspreis Buchhandel

25 Juni 2011

Ia dianugerahi penghargaan perdamaian dari Ikatan Penerbit Buku Jerman. Boualem Sansal, boleh jadi pengarang paling terkenal di negerinya, adalah pengkritik tajam nasionalisme Arab dan fundamentalisme Islam.

https://p.dw.com/p/11jaQ
Foto: MERLIN

Di tanah airnya, Aljazair, buku-bukunya dilarang. Di Jerman, ia kini dianugerahi penghargaan perdamaian dari Ikatan Penerbit Buku Jerman. Boualem Sansal, yang berusia 61 tahun, belum lama ini berada di Berlin dan berbicara tentang revolusi di Afrika Utara dan Timur Tengah. Menurut pengarang Aljazair ini, masih terlalu dini untuk mengatakan demokratisasi masyarakat Arab.

Kata Sansal, "Dunia Arab, barangkali karena masalah agama, berada di tanah tak bertuan, yang tak pernah diawasi secara intelektual, filosofis, budaya dan politik. Ini menyangkut masalah dunia arab-muslim dan demokrasi. Hal yang tak pernah diuji. Kita tidak bisa bicara tentang pemilu dan demokrasi dalam kurun sehari dengan negara-negara yang sebelumnya tak pernah mengurusi hal itu. Untuk sementara ini hanya bisa tentang menggusur para diktator.“

Dengan memberi penghargaan pada Sansal, Ikatan Penerbit Buku Jerman ingin memberi simbol bagi gerakan demokrasi di Afrika Utara, kata ketuanya, Gottfried Honnefelder. "Dengan pledoinya yang tegas bagi kata-kata dan bebas dan dialog terbuka dalam masyarakat demokratis, Sansal menentang semua bentuk kebutaan yang mendoktrin, teror dan kesewenangan politik", demikian disebut dalam alasan penganugerahan.

Penghargaan terhadap Sansal adalah penghargaan terhadap pengarang yang berani, juga dalam menanggapi tema-tema yang tabu, dan tidak membiarkan mulutnya dibungkam. Dalam sebuah artikel di surat kabar, ia menyamakan militan islam dengan Nazi. Dalam buku terbarunya yang terbit dalam bahasa Jerman, "Desa orang Jerman", ia merupakan penulis Arab pertama yang membahas tema holokaust dan Nazi.

Buchcover Boualem Sansal: Das Dorf des Deutschen
Buku: "Desa orang Jerman"

"Saya terkejut saat menyadari bahwa msalah pemusnahan orang Yahdui betul-betul tidak diakui oleh dunia Islam. Orang tidak percaya bahwa pemusnahan itu ada. Merkea menyebutnya manipulasi oleh orang Yahdui. Atau pemusnahan itu ada tapi tidak besar, hanya dampak tak terelakkan dari PD II. Saya ingin menerangkan hal ini pada rekan senegara saya, dalam roman yang saya tulis“, begitu ungkap Sansal

Sansal menuduh pemerintah negara-negara Eropa mendukung para dikator Arab dan melengkapinya dengan senjata. pemerintah Jerman tak luput dari kritik sang penulis.

Pada kunjungannya belum lama ini di Berlin, Boualem Sansal mengkritik tajam sikap Jerman di Dewan Keamanan terkait resolusi PBB untuk Libya, "Saya pikir, jika Jerman, Rusia,Cina, Brasil dan India mendukung resolusi itu, maka Gaddafi sekarang mungkin sudah mati. Fakta bahwa negara-engara ini tidak mendukung resolusi DK, bagi Gaddafi merupakan hal yang membuat ia berani. Ia merasa diberi wewenang untuk menggunakan semua cara agar tetap berkuasa. Dengan sikap yang dipilih Jerman, India, Cina dan Brasil, berarti tiga miliar penduduk dunia menyatakan menolak pemberlakuan zona larangan terbang.“

Sansal dilahirkan di desa kecil di Oran, Aljazair. Ia menyelesaikan kuliah di jerusan teknik, setelah itu mendapat gelar doktor untuk ilmu ekonomi. Bertahun-tahun ia bekerja sebagai penasehat, kemudian pejabat tinggi di Kementrian Industri Aljazair. Ia juga menulis dua buku ilmu teknik.

NO FLASH Schriftsteller Boualem Sansal Archivbild
Boualem SansalFoto: picture-alliance/dpa

Novel pertamanya, "Sumpah Kaum Barbar" terbit tahun 1999 di Perancis. Empat tahun kemudian terbit edisi bahasa Jerman. Karena tulisan dan pernyataannya yang kritis, termasuk terhadap Presiden Aljazair Abdel Aziz Bouteflika, Sansal kehilangan pekerjaan di dinas pemerintah. Meski begitu ia bertahan untuk tidak angkat kaki. Negara-negara Arab, kata Sansal, kini membutuhkan para intelektualnya, lebih dari yang sudah-sudah.

"Orang bilang, demokrasi seharusnya datang dari dalam masyarakat. Itu beanr, paling tidak sebagian. jadi itu benar, tetapi jika tidak ada kaum elit, demokrasi tidak bisa berkembang. Namun, elit Arab tidak berada di negara-engara Arab, melainkan di tempat lain. Dan karena itu orang mungkin harus menolong mereka untuk kembali ke negeri mereka, guna memimpin perdebatan ini."

Penghargaan perdamaian dari Ikatan Penerbit Buku Jerman tahun 2011 bagi Boualem Sansal, melengkapi penghargaan internasional yang ia terima bagi karya-karyanya, termasuk sejumlah penghargaan sastra Perancis.

Bettina Marx / Renata Permadi
Editor: Edith Koesoemawiria