1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

030610 Portrait Hanns Hatt

5 Juli 2010

Hidung sebagai indra penciuman selama ini nyaris tidak dianggap sebagai indera penting. Lain halnya dengan mata dan telinga yang mendominasi cara kita memandang dunia.

https://p.dw.com/p/O7g7
Foto: DW-TV

Optik dan akustik memang memainkan peranan menentukan dalam dunia modern. Akan tetapi sebetulnya indra penciuman memainkan peranan lebih besar ketimbang yang diperkirakan semula. Manusia tidak akan dapat mengecap rasa makanan lezat atau minuman berkualitas, jika tidak dapat mencium aromanya. Juga kemungkinan manusia sudah lama punah dari muka bumi, jika tidak memiliki kemampuan mencium bau makanan busuk atau beracun.

Bau-bauan atau aroma memainkan peranan menentukan menyangkut simpati atau antipati. Bau-bauan juga seringkali dapat memancing ingatan lama dan memicu perasaan manusia. Hidung manusia selalu aktif dan terus menerus mengirimkan sinyal dari bau-bauan langsung ke sistem otak. Hidung memiliki sekitar 30 juta sel penciuman yang menangkap molekul bau-bauan untuk dikirim dan dianalisis di dalam otak.

Bapak Bau-bauan

Salah seorang peneliti bau-bauan terkemuka dari Jerman, Prof. Dr. Hanns Hatt dari Universitas Ruhr di Bochum, belum lama ini dianugerahi Penghargaan Communicator beserta uang tunai 50.000 Euro untuk penelitian pengaruh aroma bunga leli terhadap pergerakan sperma manusia.

Prof. Hanns Hatt terkenal karena gagasan-gagasannya yang orisinal dalam riset bau-bauan ini. Menanggapi suksesnya dianugerahi penghargaan Communicator dari perhimpunan peneliti Jerman dan perhimpunan yayasan dana ilmu pengetahuan Jerman dalam riset bau-bauan, Hanns Hatt mengungkapkan, “Saya ingin menjadi duta bau-bauan. Dan saya ingin mengatakan, kalian bukan hanya memiliki mata dan telinga tapi juga hidung. Jadi gunakan juga hidungmu. Dan hidung akan membuat banyak hal semakin dikenal dan memasok informasi untuk hal-hal yang tidak dapat kita akses lewat indra lain.“

Indra Penciuman dan Kelangsungan Hidup

Manusia memiliki 350 reseptor penciuman yang masing-masingnya bereaksi hanya pada satu jenis bau-bauan. Sejauh ini, penelitian yang dilakukan Hannsa Hatt sudah berhasil menguraikan fungsi dari 15 reseptor penciuman tersebut. Ia menyimpulkan, bau-bauan baik yang busuk maupun yang wangi, sangat mempengaruhi perasaan dan cara bersikap manusia.

Karena itulah, untuk misalnya dapat mengenal lingkungan hidupnya secara lengkap, manusia harus membuka hidungnya. Dalam arti juga menganalisis dengan serius setiap aroma yang membarengi kenampakan dan bunyi-bunyian. Sebetulnya sebuah kanyataan yang tidak perlu diterangkan lagi, karena bau-bauan terdapat di mana-mana di sepanjang waktu.

Convallaria majalis Maiglöckchen, blühend, nah.
Convallaria majalisFoto: presse

Dalam riset ilmiah yang dilakukan peneliti dari Universitas Ruhr di Bochum itu juga ditunjukkan, bahwa manusia tidak hanya mencium bau-bauan dengan hidungnya. Juga di dalam tubuh terdapat sejumlah reseptor pencium bau-bauan yang bereaksi terhadap molekul bau-bauan tertentu. Misalnya saja penelitian menggunakan sejenis bunga leli, yang di Jerman disebut Maiglöckchen atau Mayflower dengan nama latin Convallaria Majaris, menunjukan, aroma dari bunga leli tersebut mengendalikan sperma langsung menuju ke sel telur.

“Sperma manusia pada permukaannya juga memiliki reseptor penciuman berupa sel penciuman dengan bulu-bulu halus yang dapat mengenali aroma bunga leli,“ dinyatkan  Hanns Hatt.

Aroma dalam Bidang Kedokteran

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan Hanns Hatt di Universitar Ruhr di Bochum menemukan 20 reseptor penciuman yang lainnya pada sperma manusia. Dengan melakukan riset lebih intensif, juga hendak diteliti bau-bauan mana yang mempengaruhi secara positif sperma ketika berada di jalan menuju sel telur. Selain itu, ia juga menemukan adanya sel-sel penciuman pada Prostata. Reseptor ini bereaksi pada aroma bunga violett. Dengan begitu, para peneliti bau-bauan di Universitas Ruhr di Bochum mengharapkan, fungsi reseptor penciuman pada Prostata dapat dimanfaatkan untuk tujuan kedokteran.

Penelitian terbaru menunjukkan, aroma bunga violett dapat menghentikan pembelahan sel kanker pada Prostata. Namun Prof. Hanns  Hatt mengakui, penelitiannya baru memasuki tahapan uji coba di laboratorium. Masih diperlukan cukup banyak waktu, untuk mengembangkan obat-obatan dari bunga violet untuk menghentikan perkembangan kanker Prostata.

Berbagai hasil penelitian bau-bauan atau aroma itu menunjukan, cabang keilmuan ini memiliki banyak kegunaan di berbagai sektor. Misalnya saja penelitian aroma campuran ekstrak bunga melati menunjukan fungsi menenangkan pasien yang mengidap kelainan psikologi, berupa rasa takut tidak beralasan. Tim peneliti fisiologi sel dari Universitas Bochum sudah mempatenkan khasiat ekstrak bunga melati untuk obat penenang tersebut.

Dalam uji coba di laboratorium ditegaskan, aroma dari ekstrak campuran bunga melati itu jika dihirup lewat hidung akan masuk ke dalam paru-paru. Dari sana masuk ke dalam darah dan ditransportasikan ke dalam otak. Di otak campuran ekstrak bunga melati ini memicu dampak menenangkan seperti yang dilepaskan oleh Valium. Bedanya unsur aroma dari campuran ekstrak bunga melati ini tidak menimbulkan efek samping berupa kecanduan atau dampak sampingan farmakologi lainnya.

Prof. Hanns Hatt  mengingatkan, riset apapun tentu ada batasannya. Juga dengan penelitian bau-bauan atau aroma ini. Karena itu Prof. Hatt mengingatkan jangan berharap terlalu muluk dan mimpi terlalu jauh. “Tentu saja tidak terpikirkan bahwa kami akan menemukan bau-bauan yang dapat membuat semua orang bahagia, yang dapat membangkitkan gairah seksual semua orang atau yang membuat semua orang terlihat atraktif.“

Yang sudah jelas, hidung kini memainkan peranan yang sama pentingnya dengan indera lainnya yang selama ini mendominasi, yakni mata dan telinga. Bau-bauan selain mempengaruhi sikap dan perilaku, ternyata juga memiliki dampak lainnya terhadap fungsi tubuh.

Klaus Deuse/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid