1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peranan Mikroorganisme Dalam Ekologi Lautan.

as17 Maret 2009

Bakteri memainkan peranan penting dalam ekologi kelautan. Baik sebagai aktor utama maupun indikator perubahan kondisi lingkungan.

https://p.dw.com/p/HEGD
Ekologi bawah laut amat tergantung dari keberadaan berbagai macam bakteri.Foto: picture-alliance/dpa

Bakteri ada dimana-mana. Dalam tanah, air dan udara. Bahkan dalam perut hewan dan manusia, di sumber air panas dan di lapisan es yang amat dingin. Awam seringkali menyikapi secara keliru keberadaan mikro-organisme ini, dengan menilainya secara pukul rata sebagai sumber penyakit yang merugikan. Ilmuwan Belanda, Antoni van Leeuwenhoek pada 350 tahun lalu, memang mula-mula meneliti makhluk hidup mikro yang tidak kasat mata itu untuk mencari biang keladi penyebab penyakit.

Sejak penelitian perdana menggunakan mikroskop sederhana hingga zaman modern ini, para ilmuwan juga masih memfokuskan penelitian pada mikro-organisme yang memicu penyakit. Baru beberapa tahun terakhir ini, fokusnya beralih pada peranan mikro-organisme bagi ekologi secara keseluruhan. Dengan metode biologi molekuler terbaru, para peneliti dapat semakin mengerti sifat-sifat organisme sel tunggal.

Di laut utara, beberapa ratus meter dari pelabuhan pulau Helgoland, kapal riset Diker terombang ambing angin kencang dan gelombang setinggi beberapa meter. Christine Klockow dengan mengenakan pakaian tahan air dan sepatu boot dari karet, menciduk seember air laut dan memindahkannya ke sebuah tangki plastik. Obyek penelitian pakar mikrobiologi dari Institut Max-Planck untuk mikrobiologi kelautan itu adalah bakteri dalam air laut. “Saya mengisi ember kecil dengan air laut, agar dengan itu kita dapat melihat betapa jernihnya air ini. Kelihatannya memang amat jernih, tapi sebetulnya mengandung banyak sekali mikro-organisme, walaupun kita tidak dapat melihatnya“, kata Klockow

Dalam satu liter air laut, diperkirakan terdapat satu milyar bakteri dan organisme bersel tunggal lainnya. Sementara itu Frank Oliver Glöckner, pakar bio informatika yang juga bekerja di Institut Max-Planck untuk mikrobiologi kelautan di Bremen, menjelaskan betapa pentingnya keberadaan mikro organisme itu di alam.

Glöckner menjelaskan; “Bakteri menguraikan secara aktif semua unsur organik, dan mengubahnya menjadi unsur organik bagi kepentingannya. Lebih lanjut unsur ini menjadi makanan organisme bersel tunggal, yang kemudian membentuk biomassa yang menjadi makanan ikan dan selanjutnya menjadi makanan bagi pemangsa lain yang berderajat lebih tinggi. Jadi bakteri adalah makanan bagi pemangsa berderajat lebih tinggi, tapi pada akhir rantai makanan, bakteri juga yang menguraikan bangkai paus. Karena itu, sebetulnya mikro-organisme adalah aktor utama dalam system kelautan.“

Pupsende Insekten und Lachgas
Ilustrasi bakteri yang mengolah unsur organik menjadi unsur lainnya yang mereka perlukan.Foto: picture-alliance/ dpa

Akan tetapi, sejauh ini para peneliti amat sulit melacak rahasia di balik habitat bakteri. Sebab, kebanyakan bakteri hidup dalam lingkungan yang amat kompleks, dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Di luar habitatnya, bakteri biasanya langsung mati. Itulah sebabnya, amat sulit mengembangbiakkan bakteri di laboratorium.


“Di tahun belakangan kami mencoba tidak mengeluarkan bakteri dari habitatnya, melainkan berusaha secara langsung meneliti informasi genetikanya di habitat bersangkutan. Jadi mengambil sampel dan mengamati kode genetika apa saja yang ada dalam sampel air yang kami teliti“, kata Glöckner menggambarkan strategi baru yang dikembangkan.


Dengan metode Meta-genomik, seluruh informasi genetika dari sampel ujicoba diteliti. Jadi tidak perlu meneliti satu persatu kode genetika mikro organismenya, yang terlebih dahulu harus dibiakkan dengan susah payah di laboratorium. “Peneliti misalnya hanya perlu menyaring 100 liter air laut, dan setelah itu mengisolasi seluruh informasi genetika di dalamnya, kata Glöckner menyebutkan prosedurnya.


Di laboratorium, Christine Klockow memasukkan 170 liter air laut yang diambil dari kawasan pantai Helgoland ke dalam instalasi penyaring. Kerapatan filternya 0,2 mikrometer, agar mikro-organisme yang tidak kasat mata terjaring di lapisan filter.

Klockow menjelaskan : “Walaupun jumlahnya amat banyak per liternya, namun mikro-organisme ini amat kecil dan mengandung lebih sedikit lagi informasi genetika DNA serta RNA. Di akhir proses hanya tertinggal beberapa mikrogram sampel dari 170 liter air yang kita olah.“

Pekerjaan sebetulnya bagi pakar bio-informatika seperti Oliver Glöckner baru dimulai jika materi genetika dari sampel tsb sudah dapat diisolasi. Ia berusaha melacak kode genetika apa saja yang terdapat dalam sampel penelitian, dan berasal mikroba apa? Untuk itu kode DNA-nya diuraikan berdasarkan susunan asam amino pembentuknya. Selanjutnya sekuens kode unsur penyusun DNA tsb dibandingkan dengan sekuens genetika yang sudah dikenal. Oliver Glöckner menjelaskan pekerjaan tsb, adalah pekerjaan yang memerlukan kesabaran dan ketelitian.

“Diperlukan dukungan komputer dengan kapasitas cukup besar. Karena di dalamnya juga harus terdapat bank data untuk referensi. Dimana informasi sekuens genetika yang diperoleh harus terus dibandingkan. Pokoknya pekerjaan yang menyedot waktu dan memerlukan keahlian“, kata pakar bio-informatika tsb.

Studie: Klimawandel kann vielen Meerestieren den Sauerstoff Rauben
Perubahan iklim mengubah kondisi kehidupan mikroorganisme di laut.Foto: picture-alliance/dpa

Para peneliti melacak kemiripan atau bahkan ke-identikan sekuens genetika dari sampel dengan sekuens genetika pada bank data. Karena dengan itu dapat ditarik kesimpulan menyangkut kemungkinan hubungan kekerabatan masing-masing bakteri. Akan tetapi dalam prakteknya pekerjaan ini tidak semudah yang digambarkan. Karena setiap kali para peneliti menemukan sampel yang mengandung mikro-organmisme yang sebelumnya tidak dikenal. Dan dengan itu selalu menemukan kode genetika yang juga samasekali baru dan tidak dikenal.

“Hal ini, khususnya dalam bidang lingkungan, merupakan masalah besar. Rata-rata 40 sampai 50 persen kode genetika yang kami temukan saat ini, belum dapat kami lacak fungsinya. Kami tidak tahu, gen ini sebenarnya membawa kode apa?“, katanya menambahkan.

Lebih lanjut Oliver Glöckner menjelaskan, saat ini para peneliti berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Menyangkut lokasi, temperatur, kadar garam, kadar oksigen dan dimana atau dalam kondisi apa kode genetika ini muncul. Para peneliti hendak mengamati pengaruh faktor lingkungan terhadap habitat bakteri ini selama tiga tahun. Hasil penelitian dan anilisisnya, akan dijadikan basis bagi penelitian selanjutnya, serta landasan bagi peramalan kondisi lingkungan di masa depan. Misalnya, bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap habitat bakteri secara keseluruhan, yang berarti juga terhadap ekosystem luas di Laut Utara.