1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perancis Sasaran Teroris Sahel

22 September 2010

Perancis kini menjadi sasaran utama kelompok Al Qaida di kawasan Sahel. Uni Eropa harus melancarkan perang melawan jaringan teror di Afrika tsb.

https://p.dw.com/p/PJRv
Kelompok Al Qaida Afrika Utara yang menculik dua warga barat di kawasan Maghribi.Foto: picture-alliance/dpa


Meningkatnya ancaman kelompok teroris Al Qaida di kawasan Sahel di Afrika terhadap Perancis menjadi topik komentar dalam sejumlah harian Eropa.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar : Sejak militer Perancis dan Mauritania menyerang kamp teroris di Mali bulan Juli lalu, Perancis menjadi target utama kelompok Al Qaida di kawasan Sahel. Bagi Paris, meningkatnya aktivitas kelompok Islam radikal di kawasan itu, yang merupakan cabang Al Qaida Afrika Utara menjadi ancaman khusus, karena Perancis memiliki kepentingan strategis di kawasan Sahel. Namun jika bergerak sendirian, Perancis akan kewalahan dalam perang melawan jaringan teroris Al Qaida di kawasan gurun pasir yang amat luas itu. Sudah tiba saatnya Uni Eropa terlibat untuk menanggulangi masalah tsb. Sebab, Uni Eropa juga ikut serta dalam proyek besar pembangkitan energi di kawasan Sahel.

Sementara harian Perancis Ouest France yang terbit di Rennes berkomentar : Tanda bahaya tertinggi terdengar di kawasan kedaulatan Perancis dan kawasan Sahel di Afrika. Sama halnya seperti di Afghanistan, Somalia atau Yaman kesalahan seorang pimpinan politik, mengundang datangnya jaringan teroris. Di negara-negara ini ratusan aktifis menantang kekuasaan Barat dan mengancamnya secara langsung. Dan di garis depan, Perancis merupakan sasaran tembak paling utama dari kelompok teroris dari kawasan Sahel. Bukan kebetulan, jika sasaran penculikan kelompok teroris adalah warga Perancis yang bertugas di Niger. Di sini terlihat pola klasik, berupa benturan kepentingan ekonomi dan politik. Sebab kehadiran perusahaan energi atom Perancis Areva di bagian utara Niger, memperlihatkan eksistensi dan kepentingan Perancis, yang mengimpor Uranium dari negara di Afrika Barat itu bagi pembangkit listrik tenaga nuklirnya.

Harian Perancis lainnya Nouvelle Republique juga mengomentari penculikan warga Perancis oleh kelompok Al Qaida di kawasan Sahel yang diduga dikendalikan dari Aljazair. Jika warga Perancis itu disandera kelompok Abu Said dari Aljazair, maka aksi pembebasannya akan sangat sulit. Aljazair tetap menegaskan kedaulatannya dan menolak kerjasama dengan Paris untuk memerangi teror. Negara di Afrika Utara itu juga tidak akan mengizinkan pesawat tempur terbang di atas wilayahnya apalagi pengerahan pasukan khusus Perancis. Karena itulah untuk memerangi terorisme ini, kerjasama internasional merupakan landasannya.

Tema lainnya yang disoroti dalam tajuk harian internasional adalah krisis diplomatik antara China dan Jepang, berkaitan penangkapan kapten kapal nelayan Cina oleh petugas pengawas pantai Jepang. Harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung yang terbit di Frankfurt am Main berkomentar : Mungkin pemerintah dan rakyat Cina tidak mau mengerti, bahwa dalam sebuah demokrasi, lembaga penegakan hukum itu independen. Jadi Cina merekayasa sebuah krisis. Pemicunya adalah masuknya sebuah kapal nelayan Cina ke kawasan perairan yang dipersengketakan. Akibatnya kapal nelayan itu bertabrakan dengan kapal penjaga pantai Jepang. Kapten kapalnya kini harus bertanggung jawab di depan sebuah pengadilan Jepang. Cina menganggap Jepang melakukan setumpuk kesalahan. Tapi kemungkinan kesalahan terbesar dibuat Beijing sendiri. Di muka publik internasional secara terbuka ditunjukkan, apa yang akan terjadi jika Cina benar-benar menjadi negara adi daya. Yakni kekuasaan yang menuntut kepatuhan.

AS/ML/dpa/afpd