1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeJerman

Perang di Timur Tengah Mengancam Keamanan Jerman

Marcel Fürstenau
30 November 2023

Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi Jerman peringatkan potensi “situasi ancaman yang kompleks dan tegang.” Kelompok Islamis jadi fokus perhatian, tapi ancaman bisa juga berasal dari kelompok radikal lainnya.

https://p.dw.com/p/4ZbcY
Demonstrasi mendukung Palestina di Jerman
Demonstrasi mendukung Palestina di JermanFoto: Annegret Hilse/REUTERS

Temuan Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi Jerman (BfV) sangat jelas dan sangat mengkhawatirkan: Serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 memberikan peluang bagi berbagai aktor ekstremis di Jerman untuk menyebarkan kebencian dan kekerasan terhadap Yahudi dan menolak hak eksistensi Israel.

Dinas rahasia dalam negeri Jerman untuk kali pertama sejak dimulainya perang di Timur Tengah juga telah menyajikan analisis ancaman yang potensial terjadi.

Presiden BfV Thomas Haldenwang melihat campuran potensi ancaman yang eksplosiv, yang belum pernah dimonitor sebelum ini. "Kami saat ini dihadapkan pada situasi ancaman yang kompleks dan tegang akibat krisis yang terjadi bersamaan," ujarnya. Situasi ini semakin diperburuk oleh kejahatan Hamas, ia menambahkan.

Ancaman dari berbagai kelompok radikal

Kantor Perlindungan Konstitusi mengamati persinggungan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya nyaris tidak pernah atau bahkan tidak ada hubungannya satu sama lain. "Antisemitisme dan permusuhan terhadap Israel adalah elemen yang mempersatukan, antara kelompok Islamis, ekstremis dan pendukung ekstremkiri dan kanan di Jerman dan Turki, serta organisasi-organisasi ekstremis Palestina," kata Thomas Haldenwang, yang merangkum temuan para pakar di jawatannya.

Citra Israel sebagai musuh bersama kembali memunculkan hubungan lama, dan membentuk hubungan baru di antara beberapa aktor ini. Kantor Perlindungan Konstitusi khawatir bahwa hal ini dapat menghasilkan kerja sama yang lebih kuat di masa depan.

Itulah sebabnya, Jerman telah meningkatkan tindakan melawan hasutan anti-Israel dan antisemit sejak pecahnya perang Timur Tengah, termasuk larangan untuk berkumpul dan melakukan kegiatan, yang antara lain berlaku untuk Hamas dan jaringan Samidoun.

Fake news kian menyulut kebencian

Membanjirnya berbagai gambar digital di media sosial, yang sering kali dipadukan dengan berita palsu, berkontribusi terhadap emosionalisasi dan dapat berfungsi sebagai faktor radikalisasi, menurut analisis tersebut.

Keadaan ini diperparah oleh politisi di sejumlah negara yang berupaya mengeksploitasi atau memperkeruh suasana demi keuntungan pribadi. Temuan Kantor Perlindungan Konstitusi ini sesuai dengan penilaian yang dikemukakan dalam konferensi Jawatan Polisi Kriminal Federal (BKA).

Haldenwang meyakini bahwa eskalasi lebih lanjut mungkin saja terjadi. "Kami telah mengamati niatan kelompok Islamis untuk melakukan serangan di Barat sejak lama, dan saya telah berulang kali menekankan bahwa serangan kelompok radikal Islamis bisa saja terjadi di Jerman kapan saja."

Risiko radikalisasi akibat perang Timur Tengah

Kantor tersebut juga mengamati adanya seruan untuk melakukan pembunuhan dalam spektrum jihadis sebagai akibat dari perang Timur Tengah. "Hal ini dapat mengarah kepada radikalisasi pelaku tunggal yang siap bertindak dan menyerang 'sasaran empuk' dengan alat bantu sederhana. Bahayanya nyata dan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya," tegas Thomas Haldenwang. 

Di Jerman belakangan ini sempat terjadi demonstrasi solidaritas terhadap rakyat Palestina dan slogan-slogan anti-Israel yang disertai aksi kekerasan. Pada pertengahan Oktober, sebuah pusat komunitas Yahudi di Berlin juga dilempari bom molotov.

Kantor Perlindungan Konstitusi juga mengamati peningkatan narasi antisemitisme di media sosial. Menurut pihak berwenang, muslim dan Palestina digambarkan sebagai korban dari Barat.

Jerman amankan fasilitas Yahudi dan Israel

Pada saat yang sama, ditegaskan bahwa mayoritas peserta demonstrasi pendukung Palestina bukanlah ekstremis. Namun, di sana tidak ada sanggahan terhadap pesan-pesan kebencian. Ini terkadang menyebabkan demonstrasi tersebut menjadi emosional, teradikalisasi, dan tereskalasi.

Sementara itu, kelompok ekstremis sayap kanan Jerman juga memanfaatkan perang Timur Tengah untuk melakukan agitasi terhadap para muslim dan imigran. Di sisi lain, kelompok ekstremis sayap kiri terpecah: kelompok otonom sebagian besar mewakili posisi pendukung Israel, dan kelompok anti-imperialis dan berorientasi kekerasan yang hampir secara eksklusif mewakili posisi pendukung Palestina.

"Otoritas keamanan juga prihatin dengan semua faktor radikalisasi dan skenario yang mungkin terjadi," ujar Thomas Haldenwang. "Kami bekerja keras untuk menggagalkan rencana potensial yang akan membahayakan keselamatan orang-orang Yahudi, institusi-institusi Israel, dan pada peristiwa-peristiwa besar."  (ae/as)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.