1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Perempuan Rawan Jerat Radikalisasi?

23 Agustus 2017

Kasus Dian Yulia Novi menjadi peringatan betapa perempuan kini berada dalam bidikan radikalisasi kelompok teror. Bekas TKW itu didakwa 10 tahun penjara lantaran merencanakan pemboman Istana Negara

https://p.dw.com/p/2igvZ
Symbolbild Muslimische Frauen
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg

Dian Yulia Novi punya prespektif unik mengenai kesetaraan gender dan agama. "Saat ini banyak laki-laki yang sembunyi dari kewajiban berjihad," ujarnya kepada mingguan Time. "Jadi kenapa perempuan tidak boleh?" Dia kini didakwa sepuluh tahun penjara karena dituding merencanakan pemboman Istana Negara.

Dian adalah perempuan pertama Indonesia yang merelakan diri menjadi pengantin teror. Bekas tenaga kerja migran di Singapura dan Taiwan itu mengaku mendapat perintah langsung dari Bahrun Naim, gembong ISIS di Indonesia.

Polisi mencatat Dian berniat meledakkan bom seberat 3 kilogram yang memiliki radius 300 meter, serupa seperti bahan peledak yang digunakan dalam serangan teror pada turnamen maraton di Boston, AS, 2013 silam.

"Jihad adalah kewajiban buat semua muslim. Seperti juga Sholat. Semua orang harus berjihad," ujarnya.

Seperti banyak simpatisan ISIS lainnya, Dian termakan jerat radikalisasi lewat internet. Dia mengimpikan Daulah Islamiyah, sebuah negara Islam yang berdiri berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Hanya saja impiannya itu dimanfaatkan ISIS buat menebar Teror.

Jika "kalian belum mampu ke Suriah, maka hendaknya  membuat amaliyah di negeri masing-masing semampunya. Itulah yang memotivasi mereka," kata Jurubicara Kepolisian, Awi Setiyono, seperti dilansir Detik.com.

Dian bukan pula satu-satunya tenaga kerja Indonesia yang menyatakan kesetiaan pada ISIS setelah menerima propaganda internet. Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) di Jakarta memperkirakan saat ini 45 TKI di Hongkong tercatat sebagai simpatisan ISIS. Sejak Desember 2016 Singapura telah mendeportasi tujuh TKI menyusul dugaan radikalisasi.

Kasus Dian Novi serupa dengan studi yang dipublikasikan IPAC bulan lalu. Menurut analis IPAC, Nava Nuraniyah, banyak perempuan yang tertarik bergabung dengan ISIS "sebagai jalur untuk memberdayakan diri," katanya seperti dilansir BBC.

Hal senada diungkapkan Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris. Menurutnya jaringan teroris kini membidik perempuan buat dijadikan pelaku serangan teror karena "dianggap lebih mudah dipengaruhi, terutama yang memiliki masalah keluarga," katanya kepada Tempo.

"Tantangannya kini adalah bahwa kami tidak bisa mengidentifikasi mereka," kata Siti Dorojatul Aliah, Direktur Institute for International Peace Building. Siti telah mewawancara 50 jihadis perempuan buat mengungkap seluk beluk pola perekrutan ISIS.

"Mungkin ada banyak Dian Yulia Novi di Indonesia. Kami tidak tahu bagaimana mendekati mereka karena mereka tidak termasuk ke kelompok tertentu."  

Dian sendiri tidak pernah menyesali rencana gelapnya itu. "Mereka (pemerintah) mengganti hukum al-Quran dengan hukum buatan manusia. Apakah anda pikir itu tidak melanggar Syariah?"

rzn/hp (dari berbagai sumber)