1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pergeseran Kebijakan Timur Tengah Blair

14 November 2006

Perdana Menteri Inggris Tony Blair mengemukakan gagasan tentang pendekatan baru terhadap Suriah dan Iran, dua negara yang dianggap mendukung terorisme.

https://p.dw.com/p/CIxh
Foto: AP

Dalam pidato tentang kebijakan luar negerinya, Senin (13/11) kemarin di London, Blair mengupas tentang perlunya suatu strategi baru yang menyeluruh mengenai Timur Tengah. Namun sang perdana menteri membantah kesan bahwa itu berarti melunaknya sikap terhadap Iran dan Suriah.

Blair memandang Iran dan Suriah sebagai pemain penting dalam kebuntuan masalah Timur Tengah. Karenanya, suka atau tidak suka, kedua negara itu tidak bisa diisolasi begitu saja. Misalnya terhadap Iran, kata Blair:

"Kami menawarkan kepada Iran suatu pilihan strategis yang tegas. Mereka harus membantu agar proses perdamaian Timur Tengah tidak terhambat, serta menghentikan dukungan terhadap terorisme di Libanon dan Irak. Mereka mesti mematuhi dan bukan mencemoohkan kewajiban internasional mereka. Dengan demikian, suatu kemitraan yang baru, dimungkinkan."

Disebutkan Blair dalam jamuan makan malam itu, persoalan Timur Tengah berakar dari konflik Palestina-Israel. Itu pula yang membuat masalah Irak begitu rumit.

Blair: "Bagian penting penyelesaian Irak tidak terletak di Irak sendiri, melainkan di luarnya., di keseluruhan kawasan. Di mana kekuatan yang sama bekerja. Di mana akar dari terorisme global ini ditemukan, dan ekstrimisme tumbuh subur."

Selain masalah Timur Tengah, pidato Blair juga membahas dukungan penuhnya terhadap kebijakan Amerika Serikat, dan posisinya yang kontroversial di Eropa. Selama ini Tony Blair banyak dikecam karena dukungan tanpa syarat terhadap Presiden Amerika George Bush dalam perang melawan teror. Bahkan dalam berbagai karikatur seringkali Blair digambarkan tak lebih dari anjing pudel milik Bush. Tentang hal itu, Blair mengemukakan alasannya:

"Janganlah kita mengibuli diri sendiri. Peristiwa 11 September pasti mengubah kebijakan presiden Amerika manapun, 3 ribu orang sipil tewas begitu saja di jalanan New York, oleh para anggota Al Qaida yang berlatih di Afghanistan. Sesudah peristiwa 11 September, kebijakan Amerika pasti berubah. Negeri itu pasti bangkit mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk memburu para teroris. Dan siapapun presiden Amerika yang tak melakukan hal itu, tidak akan bertahan lama. Ketika saya bilang sesudah 11 September bahwa kita akan berdiri bahu membahu dengan Amerika, saya mengatakannya karena saya meyakininya. Namun juga saya percaya bahwa hal itu sesuai dengan kepentingan Inggris. Saya tahu bahwa serangan itu tidak cuma menyasar Amerika semata, melainkan Amerika sebagai lambang dari nilai-nilai kita."

Bagi Eropa, kebijakan luar negeri Inggris memang sering dipandang lebih merupakan kepanjangan tangan Amerika di Eropa. Dalam berbagai sengketa Uni Eropa dengan Amerika, Inggris sering lebih memihak Amerika. Tetapi bagi Blair, hal itu merupakan hal yang wajar.

"Kemitraan kita dengan Amerika dan keanggotaan kita di Uni Eropa sepenuhnya cocok bagi Inggris. Karenanya, menurut saya merupakan hal yang sinting –ya, saya mengganggapnya begitu—jika kita mengorbankan salah satu hubungan itu. Karenanya pula, sentimen anti Amerika atau anti Eropa bukan cuma bodoh, namun merupakan akar berbahaya dari penghancuran kepentingan nasional kita yang sejati."