1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Peringkat Kredit Indonesia Membaik Pasca Kemenangan Jokowi

31 Mei 2019

Lembaga rating Standard & Poor's menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik pasca kemenangan Joko Widodo. Atas dasar itu peringkat kredit jangka panjang Indonesia meningkat dari BBB minus menjadi BBB.

https://p.dw.com/p/3JWzx
Skyline von Jakarta, von Waduk Setia Budi Barat aus gesehen, Jakarta, Java, Indonesien, Asien
Foto: picture-alliance/dpa/C. Vorhofer

Lembaga rating Standard & Poor's memperbaiki peringkat kredit Indonesia menyusul kemenangan Presiden Joko Widodo dalam pemilu kepresidenan April silam.

S&P's menilai langkah tersebut diambil untuk merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menguat. "Kami menilai tren ini akan bertahan setelah terpilihnya kembali Joko Widodo," tulis perusahaan asal New York tersebut.

Peringkat kredit jangka panjang Indonesia kini berstatus BBB dari yang sebelumnya BBB Minus. Dengan peringkat baru itu pemerintah akan lebih mudah mengakses dana pinjaman dari luar negeri dengan tingkat bunga yang lebih rendah.

Baca juga: Rating Membaik, Indonesia Berpeluang Tingkatkan Utang

Analis ekonomi sebelumnya sepakat prospek pertumbuhan Indonesia untuk 2019-2020 akan stabil di kisaran 5,1%. Hal tersebut dinilai positif mengingat derasnya tekanan internasional menyusul perang dagang dan kemungkinan turunnya nilai tukar mata uang Rupiah.

Pemilihan ulang Presiden Joko Widodo sendiri baru bisa dipastikan setelah gugatan oposisi diputuskan Mahkamah Konstitusi akhir Juli nanti. Gugatan dilayangkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno atas dugaan kecurangan pemilihan umum. Namun mengingat lemahnya bukti, langkah tersebut diyakini tidak akan mengubah hasil penghitungan suara.

"Meski gugatan dan kerusuhan yang terisolasi di kantung-kantung suara tertentu menambah ketidakpastian dalam stabilitas politik Indonesia dalam jangka pendek, kami meyakini hal itu tidak akan berdampak pada iklim ekonomi dan kebijakan dalam jangka panjang," tulis S&P lagi.

Lembaga itu mencatat rata-rata angka pertumbuhan ekonomi per kapita Indonesia selama satu dekade terakhir berkisar 4,1% dibandingkan rata-rata 2,2% milik negara lain yang memiliki PDB serupa.

Salah satu kelemahan perekonomian Indonesia adalah kinerja sektor manufaktur yang berada di bawah perkiraan. Pada 2017 silam sektor ini hanya menyumbang sekitar 20% pada pertumbuhan ekonomi, jauh di bawah Thailand yang menyumbang 27%. Sebab itu pula pertumbuhan ekonomi nasional lebih banyak dipengaruhi konsumsi domestik.

Baca juga: Fitch: Sentimen Agama Akan Dominasi Politik Indonesia

Beberapa bulan silam Presiden Joko Widodo menjanjikan proyek infrastruktur ambisius senilai Rp 5.768 triliun untuk masa jabatan keduanya. Dia juga berjanji akan menitikberatkan program pembangunan ekonomi pada sumber daya manusia, lewat pendidikan vokasi. Indonesia sudah menggandeng Jerman untuk mengembangkan manajemen pendidikan yang lebih ramah pasar tenaga kerja.

Dengan langkah tersebut Jokowi menegaskan Indonesia siap mewujudkan target ambisius menjadi perekonomian terbesar kelima di dunia pada 2045 dengan nilai PDB sebesar 7,3 triliun USD.

rzn/ap (ap,bloomberg,ft)