1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjalanan Sebabkan Penyebaran Ebola

Brigitte Osterath4 September 2014

Sulit untuk mengatakan dengan tepat, apakah epidemi Ebola di Afrika Barat akan meluas ke bagian lain dunia. Tapi model dalam komputer bisa memperkirakan banyak hal. Misalnya, kota mana yang berisiko paling besar.

https://p.dw.com/p/1D6QC
Gambar simbol penjagaan kesehatan di lapangan terbangFoto: AP

Perjalanan yang dilakukan orang menyebabkan penyakit menyebar lebih cepat. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang baru. Ketika orang masih mengadakan perjalanan dengan berjalan kaki, penyakit juga sudah disebarkan. Tetapi di jaman sekarang, alat transportasi yang makin canggih mengakibatkan penyebarannya lebih cepat lagi.

Sejauh ini, virus Ebola nampaknya hanya merajalela di Afrika Barat. Tetapi dari Guinea, virus itu sudah menyebar ke negara tetangga. Yang jelas, sejak Desember 2013, Ebola sudah menyebar ke Sierra Leone, Liberia, Nigeria dan Senegal.

Jasa-jasa di intenet seperti Google Maps memungkinkan hampir setiap orang melihat lokasi munculnya Ebola, dan mengikuti kronologi epidemi Ebola, yang menunjukkan kecepatan penyebaran virus. Ebola HealthMap yang dikembangkan tim peneliti, pakar epidemi serta penulis piranti lunak di Boston Children's Hospital menyediakan kronologi yang memungkinkan orang mengikuti perkembangan epidemi itu. Namun melihat perkembangan selama ini tidak berarti mengetahui perkembangan epidemi di masa depan.

Elfenbeinküste Felix Houphouet Boigny International airport Ebola Maßnahme
Pemeriksaan di lapangan terbang internasional Pantai Gading untuk mencegah penyebaran Ebola.Foto: picture-alliance/dpa

Kuman menyebar dengan pesawat

Untuk mengerti bagaimana virus menyebar ke seluruh dunia, penting untuk meneliti pesawat yang datang dan pergi dari satu negara ke negara lain. Demikian peneliti. Virus yang mulai menyebar di London, bisa mencapai New York lebih cepat daripada desa kecil di Skotlandia, karena dari London ke New York ada hubungan penerbangan langsung.

Dirk Brockmann dari Universitas Humboldt di Berlin, dan Dirk Helbing dari Institut Teknologi Federal di Zurich membuat model komputer yang bisa membuat perkiraan, bagaimana kuman-kuman menyebar secara geografis, dan kota mana yang terjangkau pertama kali. Di masa lalu, mereka telah membuat simulasi antara lain bagi H1N1 dan SARS. Sekarang mereka menyesuaikan program untuk penyebaran Ebola di Afrika Barat.

Brockmann, yang juga bekerja untuk WHO mengatakan, kebiasaan kita untuk melakukan perjalanan adalah kunci untuk menentukan pola penyebaran virus. Bukan spesifikasi virus sendiri. Sejauh ini, simulasi yang dibuat peneliti menunjukkan, jika dibanding dengan kota-kota lain Paris kemungkinan jadi titik penyebaran Ebola di Eropa, kalau pelabuhan udara Conakry di Guinea menjadi pangkalnya.

Jika pangkalnya Freetown di Sierra Leone, maka London dengan pelabuhan udara Gatwick dan Heathrow paling terancam. Brockmann menambahkan, beberapa negara Eropa masih punya banyak penerbangan ke negara-negara bekas koloninya.

Menggunakan Google untuk simtom

Jasa lain di internet juga memberi layanan untuk memperkirakan munculnya epidemi dengan cara tidak konvensional. Layanan Google, Flu Trends menganalisa kata yang dicari dan menyambungkan dengan alamat IP, yang kemudian menunjuk ke lokasi tertentu. Ide di baliknya adalah, influensa mulai menyebar di sebuah kota, sehingga orang kemungkinan akan mencari "simtom flu." Google Flu Trends memungkinkan orang meneliti risiko influensa di sebuah daerah, secara virtual pada saat kata dicari. Google juga sudah membuat jasa serupa untuk penyekit dengue.

Tapi menurut sebuah penelitian di majalah Science, teknologi yang digunakan Google tidak bisa memberikan perkiraan realistis. Contohnya, epidemi flu tahun 2009 tidak tercakup di dalamnya. Menurut peneliti, jasa Google tersebut memberi prognosa lebih dari dua kali lipat lebih tinggi daripada yang diberikan Pusat Pengontrolan Penyakit dan Prevensi AS.

"Simulai komputer kami sudah sangat baik," kata Brockmann sambil menambahkan, "tetapi ada hal yang kurang, yaitu tanggapan pemakai." Selain itu, kadang orang mengubah kebiasaannya jika mendengar adanya bahaya. Mungkin orang akan mengurangi perjalanan dan akan tinggal di rumah. 'Feedback' semacam itu juga ingin ditambahkan peneliti dalam perhitungan yang mereka buat, demikian dikatakan Brockmann.