1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjanjian Dagang Indonesia-Australia Setebal Satu Halaman

30 Agustus 2018

Jelang kunjungan PM Australia, Scott Morrison, ke Indonesia, kedua negara diburu waktu menuntaskan negosiasi perjanjian dagang yang hanya setebal satu halaman. Perjanjian itu diharapkan bisa meminimalisir pengaruh Cina.

https://p.dw.com/p/341w5
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison
Perdana Menteri Australia, Scott MorrisonFoto: picture-alliance/AP Photo/L. Coch

Hingga dini hari menjelang kunjungan Perdana Menteri baru Australia Scott Morrison ke Indonesia, pemerintahan negeri kangguru itu dilaporkan masih menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Repotnya lagi, dokumen perjanjian itu hanya sepanjang satu halaman, demikian dikabarkan harian The Sydney Morning Herald.

Sebagaimana lazim, Morrison akan mengunjungi Indonesia dalam lawatan kenegaraan pertama seorang perdana menteri baru. Dia dijadwalkan menyantap makan malam bersama Presiden Joko Widodo dan melobi Jakarta untuk memperkuat perjanjian dagang antara kedua negara.

Namun rapat terbatas yang digelar Kementerian Luar Negeri Indonesia hingga Rabu (29/8) dini hari mengkonfirmasikan perjanjian yang diharapkan akan ditandatangani oleh PM Morrison dan Presiden Jokowi baru berupa rancangan.

Baca Lagi: Kenapa Australia Ingin Bergabung Dengan ASEAN?

"Deklarasinya hanya sepanjang satu halaman dan masih dinegosiasikan," kata Edi Yusuf, Direktur Asia Timur dan Pasifik,  kepada The Sydney Morning Herald. "Jika ini sudah selesai, maka negosiasinya juga sudah rampung. Naskah perjanjiannya yang utuh akan ditandatangani pada akhir tahun. Tapi saya tetap tidak bisa mengkonfirmasikan karena masih tahap negosiasi," imbuhnya saat diwawancara harian tertua Australia itu.

Sejak 2012 kedua negara membahas Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif atau IA-CEPA. Namun proses perundingan baru berjalan intensif sejak beberapa tahun terakhir.

PM Morrison berharap perjanjian tersebut bisa meningkatkan status kerjasama antara Australia dan Indonesia dari "Kemitraan Komperhensif" menjadi "Kemitraan Strategis dan Komperhensif." Perjanjian dagang teranyar ini terutama diniatkan buat meningkatkan kerjasama di bidang "transportasi, ekonomi kreatif dan saiber."

Adapun status "kemitraan strategis dann komperhensif" akan menempatkan lima pilar sebagai fokus utama kerjasama, yakni ekonomi, keamanan dan terorisme, kemaritiman, hubungan antar warga negara dan kerjasama regional.

Menurut Edi kedua negara juga "masih berusaha" menegosiasikan perjanjian untuk membuka pintu bagi institusi pendidikan Australia membeli saham mayoritas hingga 67% milik universitas-universitas di Indonesia.

Baca Lagi: Potret Muram Kebijakan Pengungsi Australia

Lawatan Morrison dilakukan pada momentum yang tepat, yakni ketika kedua negara berusaha mencari sumber investasi selain Cina untuk meminimalisir pengaruh Beijing. Kedua kepala negara juga sedang mengumpulkan dukungan di dalam negeri untuk menghadapi pemilu tahun depan.

Namun begitu, kedua pemerintahan hanya memiliki "jendela waktu yang singkat," untuk mewujudkan perjanjian tersebut, kata Aaron Connely, Direktur Asia Tenggara di Lowy Institute, kepada Asian Nikkei Review. 

Perjanjian "ini hanya dikebut sekarang karena kuatnya tekanan internasional kepada Rupiah," ujarnya. Kerjasama dengan Australia akan memungkinkan "Indonesia untuk mengirimkan sinyal reformasi kepada pasar internasional," yang akan memperkuat kepercayaan investor.

rzn/yf (SMH, Asian Nikkei Review, ABC)