1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perlawanan terhadap "Sistem Putin"

2 Maret 2012

Rusia pilih presiden baru. Pemenangnya sudah jelas. Menurut jajak pendapat PM Vladimir Putin dapat dukungan terbesar. Tetapi kekuasaannya dipertanyakan masyarakat sipil yang semakin kuat.

https://p.dw.com/p/14EJ1
ITAR-TASS: MOSCOW, RUSSIA. FEBRUARY 1, 2012. A banner with a portrait of Russian Prime Minister Vladimir Putin and a sign _Putin, go away!_ put up by Solidarnost movement activists on Sofiyskaya Embankment, opposite the Kremlin. (Photo ITAR-TASS / Mitya Aleshkovsky)
Sebuah plakat anti Putin dengan tulisan "Putin, pergi!" ditempatkan di seberang kremlin (01/02)Foto: picture alliance/dpa

Sesuatu yang tidak dapat dibayangkan banyak orang Rusia beberapa waktu lalu, sekarang jadi kenyataan. Sejak sekitar tiga bulan lalu, puluhan ribu orang turun ke jalan di ibukota Moskow, dan menuntut pemilu yang adil dan demokrasi yang lebih luas. Di kota-kota lain juta terjadi protes. Masyarakat sipil Rusia yang tampak seperti tidur dalam 10 tahun terakhir kembali bangun. Demikian dikatakan sejumlah pakar dan politisi.

Perlawanan Yang Dibangkitkan Putin

Pria yang membangunkan rakyat untuk berdemonstrasi bernama Vladimir Putin. Perdana menteri Rusia itu, yang sudah pernah menjadi presiden antara tahun 2000 dan 2008, kembali mengajukan diri sebagai calon dalam pemilu Minggu, 4 Maret. Cara yang ia tempuh untuk kembali berkuasa di Kremlin membuat banyak orang Rusia marah. Demikian pendapat Natalia Taubina, kepala organisasi non pemerintah, "Keputusan Kemasyarakatan" dan anggota dalam forum masyarakat sipil Uni Eropa-Rusia. Putin dam Presiden Dmitri Medvedev menyatakan September 2011, sudah lama merencanakan pertukaran jabatan itu. Putin akan menjadi presiden lagi, dan Medvedev kembali menjadi perdana menteri.

Russian President Vladimir Putin stands with a gun at a shooting gallery of the new GRU military intelligence headquarters building as he visits it in Moscow in this November 8, 2006 file photo. Russians will go to the polls on March 4, 2012, to choose one of five candidates to be their new president. Picture taken November 8, 2006. REUTERS/Itar-Tass (RUSSIA - Tags: POLITICS ELECTIONS) FOR EDITORIAL USE ONLY. NOT FOR SALE FOR MARKETING OR ADVERTISING CAMPAIGNS.
Sebuah foto Putin ketika mengunjungi bangunan kantor pusat baru dinas rahasia militer GRU (08/11/2006)Foto: Reuters

"Tetes terakhir, yang menyebabkan air di kendi meluap adalah manipulasi ketika pemilu parlemen Desember lalu. Orang biasa, yang menjadi pengamat sukarela pemilu melihat manipulasi dengan mata sendiri," jelas Taubina. Ini sangat menentukan bagi gerakan protes saat ini. "Masyarakat terutama menuntut rasa hormat." Ini secara konkret berarti: pemilu yang bebas dan adil, peraturan ijin yang sederhana bagi partai-partai dan pembebasan mereka yang dianggap tahanan politik. Warga liberal Rusia mengkritik perkembangan yang tidak demokratis di negaranya dan menyebut adanya "Sistem Putin". Itu ingin mereka ubah.

Kalangan Menengah Unjuk Diri

Aksi protes di Rusia terutama disokong kalangan menengah. "Di Rusia sekarang ada protes massal kalangan menengah, orang-orang yang hidup berkecukupan, yang menuntut agar mereka dihormati, juga hak-hak mereka sesuai konstitusi, termasuk di dalamnya hak atas pemilihan yang bebas dan adil," demikian ditekankan Michail Kassjanov, mantan perdana menteri dan salah satu pemimpin oposisi.

FILE - This is a Saturday, Dec. 24, 2011 file photo of protesters holding a portrait of Russian Prime Minister Vladimir Putin changed by an unidentified satirical artist to show him wearing a condom, during a protest against alleged vote rigging in Russia's parliamentary elections in Moscow, Russia. This notable poster showing Putin with a condom wrapped around his head, in the style of headscarves widely worn by Russian rural women, is seen as part of a lively burst of creativity used in all kinds of protests in Russia to confront established authority. (Foto:Mikhail Metzel, File/AP/dapd)
Seorang pengikut protes di Moskow acungkan foto Putin yang dimanipulasi seorang seniman tak dikenal. Putin tampak memakai kondom di kepalanya. (24/12/2011)Foto: dapd

"Yang jelas, setidaknya di kota-kota besar, di antara warga yang muda, punya kualifikasi tinggi dan berpendidikan ada pengertian bagi situasi politik baru," demikian Petra Stykow, pakar Eropa Timur di Universitas Ludwig Maximilian di München. Perjanjian masyarakat yang tidak resmi, di mana rakyat Rusia lebih mementingkan stabilitas politik dan kemajuan ekonomi di banding kebebasan demokratis, tidak diterima sebagian masyarakat lagi. Apakah itu kelahiran masyarakat sipil baru, belum dapat dikatakan. Jelas pakar Eropa Timur itu. Karena di daerah-daerah pedesaan gerakan protes tidak terlalu kuat.

Perasaan Kebersamaan Yang Baru

Tiga demonstrasi besar dan sejumlah kecil lainnya terjadi di Moskow sejak awal Desember lalu. Baik suhu rendah, maupun perasaan takut atas intimidasi tidak bisa menahan orang untuk turun ke jalan. Salah satu simbol protes adalah warna putih. Warna itu terutama menunjukkan kemurnian. Nikolaj Petro, pakar politik dari Yayasan Carnegie di Moskow, menyebutkan neracanya, "Ada dua perkembangan penting yang baru. Pertama-tama orang mendemonstrasikan persatuan dan kesuksesan, di samping itu, keberhasilan menyatukan beberapa kelompok ideologis yang ragamnya berbeda."

MOSCOW, RUSSIA. FEBRUARY 26, 2012. A protester distributes white ribbons bearing a slogan "For Russia without Putin_ during a flash mob to bid farewell to 'political winter,' organized by the movement _For Fair Elections_ in Revolution Square. The slogan attached to his hat says (Photo ITAR-TASS/ Anton Novoderezhkin)
Seorang demonstran dalam aksi "Lingkaran Putih" membagi-bagikan pita warna putih bertuliskan "Untuk Rusia tanpa Putin" (26/02)Foto: picture-alliance/dpa

Tanpa internet, aksi protes dalam cakupan seperti ini tidak mungkin terjadi, demikian Petra Stykow. "Dengan cara itu orang dapat menyelesaikan masalah tua yang dihadapi para pengikut aksi protes: kapan dan di mana orang melakukan apa. Aksi protes di Moskow sudah diorganisir sejak awal lewat Facebook dan jejaring sosial lain. "Cara komunikasi baru ini menunjukkan, bahwa orang tidak sendirian," demikian Stykow.

Siapa Yang Harus Dipilih?

Dengan pemilu presiden ketegangan politis di Rusia mencapai puncak baru. Putin jelas tidak perlu khawatir akan kemenangannya, langsung pada putaran pertama pemilu. Karena lebih dari setengah rakyat Rusiah akan memberikan suara bagi perdana menteri. Demikian hasil jajak pendapat.

Oposisi menuduh Putin sudah berusaha menggeser orang-orang yang dapat menjadi saingan politik berbahaya. Apa reaksi yang harus diberikan? Apa orang sebaiknya memberikan suara? Jika ya, kepada siapa? Atas pertanyaan ini, pemimpin aksi protes tidak punya jawaban jelas. Saran siapa yang yang harus dipilih tidak ada. "Gerakan oposisi belum matang untuk melakukan aksi-aksi solider," demikian ditulis pengarang Boris Akunin dalam blognya.

A Russian woman tries to remove an election poster from the wall of an apartment house in downtown Moscow on Friday, March. 2, 2012. Friday is the last day, before Sunday's presidential elections, when election campaign posters are allowed. The poster reads: For Putin, Just It. (Foto:Mikhail Metzel/AP/dapd)
Seorang perempuan berusaha mencopot poster untuk pemilihan Putin (02/03)Foto: dapd

Tetapi pengikut protes sepakat, akan mengamati pemilu presiden dengan sangat ketat dan mendokumentasikan semua kecurangan. Jika pelanggarannya sangat besar, maka "Liga Pemilih", sebuah persatuan baru aktivis kemasyarakatan sipil, akan mengajukan keraguan atas legitimitas Putin. Demikian dikatakan Akunin dalam wawancara dengan Deutsche Welle.

Skenario semacam itu tampaknya berusaha dicegah Putin. Awalnya ia menertawakan demonstran. Tetapi sekarang ia memberikan sinyal bersedia mengadakan pendekatan. Ia bahkan memuji masyarakat sipil Rusia. Mereka sudah menjadi lebih matang, lebih aktif dan lebih bertanggungjawab. Demikian ditulis perdana menteri dan calon presiden dalam artikel di koran Moskow Kommersant. Negara harus memperbaharui mekanisme demokrasinya, agar kalangan menengah dapat ikut ambil bagian.

Roman Goncharenko / Marjory Linardy