1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Permintaan Perawat dari Filipina Meningkat di Eropa

Ana P. Santos (Manila)
27 Maret 2020

Dugaan adanya upaya Jerman terbangkan perawat dari Filipina untuk merawat pasien COVID-19 telah membuat geram banyak orang di Filipina. Negara ini sendiri sedang menghadapi kekurangan tenaga kesehatan.

https://p.dw.com/p/3a8FT
Virus coroan di Filipina
Foto: Getty Images/E. Acayan

Kantor berita Jerman, dpa, melaporkan minggu lalu bahwa Berlin berencana menerbangkan setidaknya 75 perawat dari Filipina ke Jerman untuk membantuberjuang melawan virus SARS-CoV-2.

Sebuah asosiasi yang terdiri lebih dari 150 rumah sakit di negara bagian Hessen, Jerman, yaitu Hessische Krankenhausgesellschaft dilaporkan telah "memiliki izin khusus" untuk menerbangkan para perawat dari Filipina.

Kabar ini memicu kemarahan banyak orang di Filipina yang saat ini juga tengah berjuang untuk mengatasi kasus COVID-19 dan menghadapi lemahnya sistem kesehatan masyarakat.

Silvestre Bello dari Departemen Tenaga Kerja Filipina mengatakan kepada DW bahwa langkah pengiriman perawat telah ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut. "Perawat kita lebih dibutuhkan di dalam negeri," ujar Bello.

Prediksi lonjakan kasus COVID-19

Sejauh ini Filipina telah mencatat lebih dari 550 kasus infeksi virus corona, tetapi para ahli kesehatan mengatakan jumlahnya bisa jauh lebih tinggi karena terbatasnya fasilitas pengujian di negara itu. Mereka memperingatkan bahwa virus dapat menyebar secara eksponensial di sana dalam beberapa minggu mendatang.

Perawat Filipina manangani pasien di rumah sakit di Jerman
Seorang perawat Filipina di rumah sakit di JermanFoto: picture-alliance/dpa/Schulte

Menurut kantor berita online Rappler, Filipina hanya melakukan sekitar 12 tes COVID-19 untuk setiap satu juta orang, jauh ketinggalan dari negara tetangganya seperti Malaysia yang melakukan 422 tes untuk setiap satu juta orang dan Vietnam pada 159 tes per satu juta.

Pihak berwenang Filipina kini tengah bersiap untuk mengatasi lonjakan kasus virus corona menyusul peningkatan pengujian setelah negara itu membeli 100.000 alat uji pada Sabtu (21/03) lalu.

Dibayar rendah dan kurang dihargai

Awal pekan ini, sebuah rumah sakit swasta di ibu kota Manila mengumumkan bahwa mereka tidak dapat lagi menerima pasien virus corona karena telah mencapai kapasitas maksimal. Departemen Kesehatan Filipina telah membuat seruan yang mendesak kepada para perawat untuk mendaftar sebagai sukarelawan merawat pasien COVID-19. Beberapa pakar menanggapi langkah Kementerian Kesehatan ini dengan sangat kritis.

"Meminta perawat untuk menjadi sukarelawan tidak pantas dilakukan. Ini adalah contoh pengabaian dan eksploitasi yang dihadapi oleh para perawat kami," ujar Maristela Abenojar, Presiden Asosiasi Serikat Perawat Filipina, FNU, kepada DW.

Gaji rata-rata perawat di rumah sakit pemerintah di Filipina adalah sekitar 250 hingga 350 dolar AS (sekitar Rp 4 – 5,6 juta) per bulan. Di rumah sakit swasta, gaji mereka berkisar antara 200 hingga 250 dolar AS (sekitar Rp 3,2 – 4 juta) per bulan. Tahun lalu, Mahkamah Agung menetapkan gaji bulanan minimum untuk perawat di rumah sakit umum sebesar 600 dolar per bulan. Namun "itu belum dilaksanakan," kata Abenojar.

Dua perawat Filipina sedang melakukan infus pada pasien
Tenaga kesehatan di Filipina merasa kurang dihargaiFoto: AFP/Getty Images

DW mengunjungi sebuah pusat kesehatan masyarakat di Manila bulan lalu dan menemukan bahwa hanya ada dua perawat untuk sekitar 100 pasien di ruang perawatan umum rumah sakit.

"Jam kerja perawat dapat berlangsung dari 8 hingga 16 jam, bahkan kadang-kadang lebih. Pekerjaan perawat juga tidak dihargai di negara ini," kata Abenojar.

Rumput tetangga tampak lebih hijau

Gaji yang tidak memadai dan kondisi kerja yang buruk telah mendorong banyak perawat Filipina mencari pekerjaan di negara lain, termasuk Eropa, Timur Tengah, dan AS. Pada tahun 2013, Filipina dan Jerman menandatangani perjanjian yang memungkinkan pekerja kesehatan Filipina mendapatkan pekerjaan di Jerman.

"Anda tidak bisa menyalahkan perawat kami karena meninggalkan negara ini. Pemerintah perlu meningkatkan kondisi kerja mereka dan meningkatkan gaji agar mereka tetap tinggal," kata Abenojar.

Janina Santos lulus dari sekolah perawat pada tahun 2009 tetapi kini bekerja sebagai peneliti untuk menopang kehidupan keluarganya. "Saya tidak sanggup bekerja sebagai perawat," katanya kepada DW.

Pekan lalu, pemerintah menyetujui pembayaran 2.000 dolar AS (Rp 32 juta) untuk petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19 dan 20.000 dolar (Rp 323 juta) untuk keluarga para perawat yang meninggal karena penyakit tersebut.

"Pemerintah akhirnya mengakui berharganya para perawat, tetapi apa gunanya uang jika perawatnya sakit atau meninggal?" ujar Santos.

ae/hp