1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pernyataan Mantan Perdana Menteri Inggris Blair Sesatkan Dinas Intelejen

10 Desember 2009

Penyelidikan ihwal keputusan Inggris untuk terlibat aktif dalam Perang Irak memasuki saat menentukan. Blair menyebut, Irak bisa menggelar senjata pemusnah masal atau Weapon of Mass Destructions WMD dalam tempo 45 menit.

https://p.dw.com/p/KzG2
Tony Blair ketika mengunjungi pasukan Inggris di Irak pasca penggulingan Saddam Hussein, 29.05.2003Foto: AP

Bekas pimpinan inteljen Inggris, John Scarlet mengaku dalam dengar pendapat dengan komisi penyelidik, bahwa ia saat itu mendapatkan tekanan politik untuk mengubah dokumen yang menjadi bahan panduan bekas Perdana Menteri Tony Blair guna mendukung rencana invasi ke Irak tahun 2003.

Namun John Scarlett yang saat itu mengetuai lembaga gabungan inteljen Inggris menegaskan, ia tidak terkait dengan kata pengantar laporan inteljen yang ditandatanganinya waktu itu. Dalam kata pengantar yang dimaksud, perdana menteri waktu itu, Tony Blair, menyebut bahwa Irak bisa menggelar senjata pemusnah masal atau Weapon of Mass Destructions WMD dalam tempo 45 menit.

Menurut John Scarlett, seharusnya Tony Blair menggunakan istilah yang lebih jelas. Karena yang dimaksud dalam laporan inteljen yang dipimpinnya saat itu adalah persenjataan konvensional untuk pertempuran di medan perang dan bukan rudal balistik. Dalam kacamata John Scarlett, pernyataan Tony Blair saat itu bagai menyesatkan akibat kesalahan penerjemahan. John Scarlett mengggunakan istilah lost in translation.

"Hal itu tidak akan mengalami lost in translation jika diungkapkan dengan kata "bahan peledak," atau munisi, dan bukan persenjataan. Saya kira itulah intinya."

Ia mengaku, memang sudah lebih dulu membaca draft naskah Tony Blair. Namun waktu itu ia menganggapnya sebagai seusatu yang terpisah dari isi laporan secara keseluruhan. Ia menganggpnya sebagai suatu pernyataan politik yang tak perlu diubah.

Laporan intelijen yang jadi pusat sengketa dikeluarkan bulan September tahun 2002, mengenai militer Irak, sebagai panduan untuk menentukan sikap pemerintah Inggris, apakah akan terjun aktif dalam Perang Irak untuk menjatuhkan Saddam Hussein. Laporan intelejen militer Amerika sudah lebih dahulu memastikan soal senjata pemusnah masal itu. Namun belakangan terbukti salah. Padahal dasar utama invasi itu adalah keyakinan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah masal.

Betapapun bekas kepala inteljen Inggris, John Scarlett, menandaskan, di pihaknya tidak ada maksud untuk secara sengaja menyesatkan fakta atau opini untuk membenarkan invasi.

"Sama sekali tidak ada niat untuk memanipulasi bahasa atau mengaburkan atau menciptakan kesalah pahaman terhadap apa yang dimaksudkan".

Masalah ini terungkap awalnya melalui suatu laporan jaringan pemberitaan Inggris BBC tahun 2004, yang menyebutkan bahwa Downing Street, kantor perdana menteri Inggris, telah mengubah dokumen itu. Dan bahwa klaim soal kemampuan senjata pemusnah masal dalam 45 menit tetap dimasukkan kendati pemerintah sudah tahu bahwa itu keliru.

Liputan ini menciptakan sengketa besar antara BBC dan pemerintah Inggris, dan berbuntut pada tindakan bunuh diri David Kelly, seorang ilmuwan yang merupakan narasumber untuk laporan itu.

Seorang perwira, dalam dengar pendapat sebelumnya, bersaksi, dua hari menjelang invasi ia mendesak pada PM Tony Blair untuk menunda aksi militer itu. Menurut Jenderal Tim Cross, ia menegaskan waktu itu bahwa perang Irak bisa berujung pada situasi khaos atau kekacauan total. Terbukti, hingga kini Irak masih luar biasa kacau balau. Dengan pemerintahan yang tak stabil, kehancuran meluas, gerakan perlawanan kaum ekstrim marak, dan kekerasan mengerikan, termasuk kekerasan antar kaum, Shiah dan Sunni merupakan bagian sehari-hari dari kehidupan Irak sekarang.

GG/EK/afp/bbc