1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menhan Dan Panglima TNI Kembali Bersitegang

27 September 2017

Menhan Ryamizard Ryacudu melontarkan peringatan pedas pada Panglima TNI Gatot Nurmantyo ihwal polemik senjata ilegal. Ia meminta sang jendral menghentikan kegaduhan dan bersikap loyal pada presiden.

https://p.dw.com/p/2kmNH
Ryamizard Ryacudu Verteidigungsminister Indonesien 26.10.2014
Foto: Reuters/Darren Whiteside

Polemik seputar manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo memasuki babak baru. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memperingatkan jendral bintang lima itu untuk bersikap "loyal pada presiden" dan tunduk pada otoritas sipil.

"TNI itu punya rakyat, bukan punya orang, punya partai. TNI yang kasih makan, gaji, mobil, rakyat semua. Saya juga punya rakyat, dari tahun tujuh puluhan, makan, darah daging saya ini tulang, punya rakyat. Kalau saya tidak mengabdi pada negara, saya kualat," tandasnya seperti dikutip berbagai media.

Kisruh terakhir antara Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI berawal dari celotehan Gatot Nurmantyo ihwal isu penyelundupan 5.000 pucuk senjata oleh institusi non militer. Pemerintah lalu mengklarifikasi pembelian itu dilakukan secara legal untuk Badan Intelijen Negara. Namun demikian, Nurmantyo enggan meralat pernyataannya tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Nurmantyo juga mempermasalahkan sistem persenjataan Polri yang dianggapnya bisa melumpuhkan sistem alutsista yang dimiliki TNI. "Bahkan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat, dan bisa menembak kapal, saya serbu kalau ada," ujarnya.

Ryamizard menilai manuver Nurmantyo sedang menjurus ke arah perpecahan antara institusi negara. "Kalau seperti ini terus, tidak bersatu, negara bisa pecah sendiri. Bubar negara ini. Itu perlunya Menhan bicara. Saya bicara bukan hanya asal ngomong."

Ketegangan antara kedua pejabat tinggi bukan fenomena baru. Awal tahun lalu Nurmantyo mempersoalkan langkah Kementerian Pertahanan mengambilalih wewenang perencanaan pembelian sistem persenjataan. Kisruh memuncak ketika Kemenhan memutuskan membeli Helikopter AgustaWestland-101 yang secara sepihak dibatalkan oleh Mabes TNI.

Belakangan ketahuan pembelian tersebut sarat korupsi dengan potensi kerugian melebihi 200 milyar Rupiah. Presiden Joko Widodo sampai meminta Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Wiranto, untuk turun tangan mendamaikan kedua pejabat.

Pun ketika Nurmantyo mewajibkan prajurit TNI menonton film propaganda "Pengkhianatan G30 S PKI", Ryamizard bersikeras agar kegiatan tersebut tidak dipaksakan. Panglima lalu membalas,"prajurit adalah kewenangan saya. Menhan tidak punya kewenangan terhadap saya."

Ihwal isu penyelundupan senjata, Ryamizard meminta Nurmantyo menghentikan kegaduhan. Dia menilai panglima mendapat informasi yang keliru ihwal pembelian senjata tersebut. "Semua manusia itu siapa yang tidak pernah keliru, termasuk saya. Dimaklumi sajalah asal kedepannya jangan lagi bikin gaduh," katanya.

rzn/yf (antara, kompas, viva, rmol, tempo, detik)