1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertanian Masa Depan di Singapura

7 Maret 2021

Singapura mengimpor hampir semua bahan pangan.Tapi hingga 2030 negara kota itu ingin memenuhi sendiri 30% kebutuhan pangannya. Pemerintah dorong penduduk untuk menanam sendiri buah dan sayuran di atap dan balkon.

https://p.dw.com/p/3q4KR
Singapura galakkan penanaman di gedung-gedung
Penanaman di kawasan gedung di SingapuraFoto: WF Sihardian/NurPhoto/picture alliance

Maya Hari sedang menanam buah melon dan kembang kol. Ia juga menanam cabe, terong dan pisang di teras apartemennya. Di sini, di lantai 31, orang bisa melihat bagaimana Singapura di masa depan.

Maya Hari yang profesi aslinya adalah manajer, sudah beberapa langkah lebih maju dibanding penduduk Singapura lainnya. Pemerintah Singapura bercita-cita untuk membuat negara kota dengan teknologi canggih itu menjadi negara penuh petak perkebunan.

Maya Hari yang punya hobi bercocoktanam melontarkan pendapatnya tentang apa yang diperlukan agar program ambisius itu berhasil. "Semua orang harus berusaha merangkul lebih banyak teknologi dan metode modern pengembangan tanaman", katanya.

Ditambah dengan upaya menggerakkan seluruh negara dan semua orang untuk menanam lebih banyak lagi. "Menanam di balkon saja, tidak akan mendatangkan hasil maksimal. Tapi itu jadi awalnya.” Demikian ungkap Maya Hari.

Beralih ke pertanian

Singapura menjadi negara pertanian? Itu susah untuk dibayangkan. Selama beberapa dekade, negara itu jadi pusat keuangan dan ekonomi, dan memiliki semakin banyak pencakar langit.

Walaupun banyak penghijauan, pertanian tampak seperti sesuatu dari masa lalu. Tapi sekarang Singapura ingin mengurangi ketergantungan pasokan pangannya pada negara asing.

Lahan di Singapura tidak luas. Jadi atap akan diubah menjadi lahan penanaman sayuran dan hasil kebun yang bisa dijual! Strategi baru itu sudah mulai membuahkan hasil.

Bukan di rumah saja

Atap sebuah mal perbelanjaan yang populer juga jadi lahan pertanian. Ketika Bjorn Low berhenti berkarir di bidang periklanan tahun 2015, dan mulai menanam pepaya, rosemari dan markisa, ia ditertawakan orang. Sekarang ia jadi pakar yang selalu dimintai pendapatnya.

Pengusaha itu kini menciptakan 200 kebun di atap bangunan di seluruh kota. Ia juga bereksperimen dengan teknologi baru, yang ditempatkan di kontainer kapal laut.

Kale tidak tumbuh di iklim tropis. Tapi di sini, kale tumbuh jika ditempatkan di cairan nutrisi, dan di bawah cahaya LED, yang menggantikan cahaya matahari. Budidaya tanaman vertikal dalam beberapa tingkat, dianggap tren yang menjanjikan, yang bisa bersaing melawan produk dari negara lain seperti negara tetangga Malaysia, yang menanam pangan dengan lebih murah.

Low mengatakan, keberhasilan itu bisa dicapai karena sayuran yang ia tanam diperkaya lebih banyak nutrisi. "Jadi ini juga menawarkan keuntungan bagi kesehatan konsumen. Ini jadi alasan mengapa harganya lebih mahal 20 sen Dolar Singapura daripada sayuran lain. Jadi itu bisa jadi hal menguntungkan dalam persaingan ini." Demikian papar Low.

Hanya 1% areal lahan Singapura bisa diperhitungkan untuk pertanian tradisional dengan penanaman di tanah. Oleh sebab itu, pertanian vertikal di lahan bertingkat bermunculan di mana-mana, dan itu didukung pemerintah. 

Bukan hanya pertanian

Ikan juga akan dikembangbiakkan di sebuah gedung delapan tingkat. Perusahaan Apollo Marine yang mengembangkan konsepnya. Sejauh ini, perusahaan mengembangbiakkan 300 ton ikan per tahun di lahan budidaya ikan di seberang jalan. Sekarang, negara juga ikut menanamkan modal di perusahaan ini.

Di masa depan, hampir 10 kali lipat ikan jenis Trout tropis akan dibesarkan di kolam-kolam milik perusahaan itu. Apollo Marine mengatakan, budidaya ikan akan dilakukan secara ekologis berkelanjutan. 90% air bisa digunakan. Lagi pula, selama lockdown, ketika ikan segar tidak bisa diimpor, Apollo bisa memikat sejumlah besar warga Singapura sebagai konsumen baru.

Manajer operasi Apollo Marine, Crono Lee menjelaskan, "Sebenarnya, jika kita mengembangbiakkan ikan seperti biasa, di sepanjang pantai, ikan sangat terancam polusi, hujan, plastik mikro, tumpahan minyak serta kontaminasi lain. Jika dikembangbiakkan di dalam sistem seperti yang kita miliki sekarang, maka kontaminasi dan polusi bisa dihindari."

Kembali ke balkon milik Maya Hari, kini arbei sudah berbuah, walaupun bukan benar-benar tanaman tropis. Sebaliknya, banyak buah dan sayuran kerap tidak bisa dikembangbiakkan oleh para penggemar berkebun di Singapura. Negara berteknologi canggih itu sedang berusaha melihat seberapa baik bakat berkebun warganya.

#DWInovator (ml/as)