1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
IptekAfrika

Teknologi Canggih bagi Pertanian

Cornelia Borrmann
27 Maret 2021

Di Kenya, drone digunakan untuk menganalisis kesehatan tanaman. Ini membantu petani yang mengakses data lewat aplikasi, dan bisa meningkatkan hasil panennya.

https://p.dw.com/p/3qX99
Gambar menunjukkan sebuah drone.
Drone, gambar simbolFoto: picture-alliance/Pacific Press/M. Mattoo

Afrika punya lahan subur, tapi hasil pertaniannya kerap hanya sedikit. Kini penggunaan drone yang dilengkapi kamera mulai diterapkan, karena diperkirakan bisa membawa perubahan. Kamera pada drone menangkap cahaya yang dipantulkan tanaman dalam berbagai panjang gelombang. Dengan demikian orang bisa mendapat informasi yang tidak bisa diperoleh hanya dengan penglihatan mata.

Drone untuk deteksi stres

Drone itulah yang digunakan Moses Kimani. Bersama seorang temannya, ia mendirikan perusahaan Lentera Africa tahun 2016. Moses menerangkan, drone terbang di atas tanaman, dan mengambil semua gambar. Kemudian gambar-gambar mereka analisis, dan mereka bisa melihat jika tanaman mengalami stres.

"Dengan drone orang  bisa melihat stres yang dialami tanaman, dua pekan sebelum terlihat mata. Jadi itu menolong petani untuk membuat keputusan di waktu yang tepat, sebelum ada kerugian," jelas Moses Kimani.

Mendapat bimbingan dari Jerman

Perusahaan startup yang didirikan Moses Kimani adalah salah satu dari 12 perusahaan di Afrika yang saat ini mendapat pengajaran dari program bimbingan startup pemerintah Jerman. Ia secara teratur berdiskusi lewat Skype bersama lembaga Jerman GIZ, yang mengurus pembangunan berkelanjutan.

Tingkatkan Panen dengan Teknologi Mutakhir

Inisiatif itu menyokong startup dalam sektor pertanian dan makanan, juga dalam upaya mereka mencari investor. Hingga sekarang, sebagian pendanaan mereka berasal dari penjualan pupuk. Perusahaan kecil itu juga menggunakan sistem demonstrasi. Klien bisa menggunakannya untuk mempelajari penggunaan teknologinya.

Menanggapi efek perubahan iklim

Sensor ini mengukur temperatur, kelembaban dan basahnya tanah di berbagai lapisan. Sebuah aplikasi spesial yang dikembangkan oleh startup itu, kemudian secara bebas ongkos mengirimkan data ke sebuah telepon seluler. Ini adalah data yang semakin penting bagi petani, karena Kenya juga menderita akibat efek perubahan iklim.

Akibat berubahnya musim dan pola cuaca, hasil panen menurun. Lentera Africa yang berbasis di Kenya, berusaha mencari jalan keluarnya. "Kami membantu petani menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca dan menambah hasil panen mereka lewat pertanian terarah dan lewat masukan yang sesuai perubahan iklim, dengan memperhatikan pertanian konservasi."

Data dari luar angkasa

Data sensor tanah dikombinasikan dengan informasi tambahan berupa hasil ramalan cuaca dan citra dari satelit, yang dengan cepat bisa mencakup areal sangat luas dari luar angkasa.

Citra ini dibuat satelit Sentinel 2. Satelit yang ibaratnya "mata di langit” adalah bagian dari jaringan observasi Bumi milik Eropa, yang bernama Copernicus. Setiap lima hari, mereka mengirimkan citra baru.

Para spesialis di perusahaan startup Lentera Africa kemudian mengolah data menjadi informasi berharga bagi petani lokal. Teknologi bisa digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sebuah tanaman dan menyoroti jika ada masalah. Ini bahkan bisa digunakan untuk memperkirakan berapa hasil panen yang bisa diperoleh.

Menurut Moses Kimani, mereka bisa membuat penyesuaian di lahan pertanian untuk menjaga hasilnya. Misalnya dengan memeriksa kelembaban tanah. "Kalau warnanya biru, itu artinya kelembaban terbagi rata di tanah. Kalau berwarna kuning atau hijau, artinya kelembaban kurang. Kalau berwarna merah, artinya kering sepenuhnya.” Dari situ bisa diketahui, bahwa jalur irigasi tidak berfungsi.

Aplikasi yang sangat membantu petani

Contoh petani yang sukses dengan sistem ini sudah ada, misalnya Ruth Gakenia. Ia sudah menggunakan aplikasi Lentera Africa selama setahun. Sayuran yang ia tanam berkembang subur. Sekarang ia bisa menjual 40% lebih banyak ke hotel-hotel dan pasar lokal. Kini lebih dari 200 petani sudah menggunakan aplikasiyang dibuat Moses Kimani dan rekan-rekannya.

Ruth Gakenia terutama menyukai aplikasi yang mudah digunakan. "Dulu kami bergantung pada orang yang datang mengecek. dan jika saya tidak bisa datang, saya harus bergantung pada pekerja. Kadang mereka tidak memeriksa dengan baik, jadi tidak memberikan informasi yang tepat. Jadi aplikasi ini ibaratnya mata kedua saya.”

Selain itu, aplikasi juga memberikan informasi yang tidak bisa dilihat, misalnya tentang cuaca. Berkat aplikasi dan system itu, Ruth Gakenia kini bisa memperbaiki hasil pertaniannya, juga pendapatannya.

Tapi kendala tetap ada. Lentera Africa perlu mengirim banyak data ke telepon seluler milik pengguna. Tidak adanya koneksi di kawasan pedesaan dan besarnya "bandwidth” yang harus dibeli petani dari penyedia layanan seluler bisa jadi halangan, terutama bagi bisnis kecil. (ml/yp)