1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Menuju Keanggotaan Turki dalam UE Dimulai

13 Juni 2006

Ke 35 pokok perundingan dengan UE harus disetujui oleh semua anggota UE, dan juga warga Yunani di Siprus.

https://p.dw.com/p/CPDh
Foto: picture-alliance/ dpa/dpaweb

Perundingan itu dibuka Senin (12/6) malam oleh para menlu ke-25 negara anggota Uni Eropa bersama menlu Turki Abdullah Gül, dengan membicarakan soal "ilmu pengetahuan dan riset".

Semua Harus Dibicarakan

Menlu Turki menilai dimulainya perundingan itu sebagai langkah maju. Sebaliknya PM Austria Ursula Plassnik yang saat ini memimpin dewan menteri UE itu menandaskan, tertundanya sampai malam hari pembicaraan yang semula direncanakan pagi hari, sudah merupakan sinyal peringatan untuk membicarakan 34 pokok perundingan berikutnya.

Dalam soal ilmu pengetahuan dan riset tidak banyak ganjalannya. Oleh sebab itu selalu digunakan sebagai pokok perundingan pertama. Turki juga menyadari, bahwa nantinya akan lebih rumit. Menlu Turki yang harus menunggu lama sampai adanya lampu hijau dari Eropa berusaha bersikap bijak, dikatakannya:"Proses serupa itu ibarat roda yang berputar dan banyak jebakannya. Yang penting, orang belajar menanganinya demi tercapainya tujuan. Dan tujuan akhir adalah keanggotaan penuh."

Siprus Menjadi Batu Sandungan

Tetapi keanggotaan penuh tidaklah semudah itu. Warga Yunani di Siprus sudah menunjukkan syarat untuk bekerjasama penuh. Yaitu dibukanya semua pelabuhan Turki bagi kapal-kapal Siprus, diwujudkannya uni beacukai dan diakuinya kekuasaan tunggal Yunani atas Siprus. Seorang diplomat di Ankara mengatakan "Siprus adalah pil racun," yang dari tahun ke tahun meracuni hubungan antara Turki dan Eropa.
Turki tidak dapat melupakan, bahwa reunifikasi Siprus dua tahun lalu gagal karena penolakan warga Yunani. Artinya orang-orang yang sama memanfaatkan Eropa untuk menentang Turki.

Sebanyak 35 pokok perundingan dengan UE harus dibuka dan diakhiri. Setiap kali semua anggota UE harus menyetujuinya, termasuk warga Yunani di Siprus. Artinya, setiap kali Turki menghadapi ancaman veto mereka

Masalah Dalam Negeri Turki

Di Turki, yang menghadapi pemilihan parlemen dan pemilihan presiden tahun depan, hal itu semakin meningkatkan perasaan nasionalis. Yang bertiup disana bukan angin baru pembaruan UE, melainkan kemunafikan politik partai yang picik. Tema yang mendominasi adalah terancamnya integritas wilayah Turki sampai soal pemakaian jilbab.

PM Erdogan, yang dulunya merupakan penggerak reformasi, kini malah tidak mengumpulkan rakyatnya di bawah bendera UE, melainkan justru mengancam Brussel: "Bila proses penerimaan sebagai anggota dibayangi oleh politik, maka sikap Turki secara keseluruhan mengenai proses itu pun akan berubah."

PM Erdogan, saat ini rupanya lebih mengutamakan untuk memberikan kekuasaan kepada orang-orang penting yang menyenangkan. Ia nampaknya mengincar jabatan presiden tahun depan, atau menjadi direktur bank sentral, kepala dewan ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dunia ekonomi Turki sudah mengeluhkan tidak adanya kestabilan.

Bursa dan mata uang Lira Turki terpukul akibat kemandekan politik. Erdogan berusaha menjual sikapnya berpangku tangan itu, sebagai perubahan mental yang mendalam. Dikatakannya: "Perubahan sikap dan gaya berpikir tidak dapat terjadi dalam sekejap atau menurut jadwal kalender. Tapi kami berusaha sekuatnya."

Untuk sementara lolos. Tetapi sikap masa bodoh Turki dan keraguan umum Eropa terhadap Turki tidak lama lagi akan berbenturan.