1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Perdamaian Timur Tengah Kembali Goyang

28 September 2010

Kelanjutan perundingan perdamaian Timur Tengah kembali diragukan setelah Israel menyatakan tidak berencana memperpanjang penghentian sementara pembangunan pemukiman Yahudi.

https://p.dw.com/p/POrr
Foto: AP

Tentang berakhirnya masa penghentian pembangunan di Tepi Barat dan kelanjutan perundingan perdamaian Timur Tengah, harian liberal kiri The Independent menulis :

"Mahmud Abbas bisa dibilang berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Jika presiden Palestina yang dilecehkan secara terbuka mundur dari perundingan perdamaian, maka ia akan dianggap bersalah oleh pihak Israel karena menggagalkan usaha Amerika Serikat. Tetapi jika ia melanjutkan perundingan, maka kelompok radikal Palestina, termasuk Hamas, akan berusaha menuduhnya melakukan pengkhianatan. Di balik perseteruan tersebut, Obama berusaha meyakinkan Abbas untuk melanjutkan perundingan, walau Netanyahu menolak melanjutkan penghentian pembangunan. Tetapi Obama sebaiknya menekan Israel untuk memperpanjang masa penghentian pembangunan. Tahun 2009 Israel pernah melakukannya berkat tekanan dari Washington."

Harian regional Perancis Vosges Martin yang terbit di Epinal menganggap proses perdamaian Timur Tengah berjalan dengan sangat lambat.

"Kembali proses perdamaian hilang begitu saja. Daftar kesempatan untuk melakukannya sudah sangat panjang. Apakah inisiatif Amerika Serikat akan lebih bermanfaat jika dilakukan bersama beberapa negara lain? Ini disinggung oleh presiden Nicholas Sarkozy saat ia menyambut kedatangan presiden Palestina. Baginya, keterlibatan protagonis sangat penting bagi penemuan jalan keluar. Dan bagi Sarkozy mereka adalah Uni Eropa, Rusia, Amerika Serikat, PBB dan bahkan juga Uni Laut Tengah."

Namun harian Perancis lainnya, Le Figaro, mengkritik politik Timur Tengah Uni Eropa.

"Walau pun Uni Eropa menyediakan sebagian besar dana bagi proses perdamaian Timur Tengah, mereka bersikeras untuk berada di belakang layar. Hanya jika masalahnya adalah mengeluarkan uang, mereka muncul. Tanpa 300 juta Euro yang disediakan Uni Eropa setiap tahunnya, pemerintah otonomi Palestina tidak akan bertahan, yang ada hanyalah Hamas. Alternatif dari perundingan yang tengah berlangsung sudah jelas : Cepat atau lambat ini akan menjadi maklumat sepihak sebuah negara Palestina. Dan setiap negara harus memutuskan sendiri apakah akan mengakuinya atau tidak."

Dari masalah di Timur Tengah kini beralih ke hasil pemilihan parlemen di Venezuela. Harian Italia La Repubblica yang berhaluan kiri liberal berkomentar :

"Partai Hugo Chavez memenangkan pemilihan parlemen di Venezuela. Namun, sebenarnya mereka kalah. Karena walau pun telah memanipulasi peraturan pemilihan, Chavez tidak meraih kemenangan dua per tiga mayoritas suara. Kemenangan yang pincang bagi Chavez. Ini kenyataan yang pahit, karena dalam 11 tahun terakhir partainya selalu unggul telak. Kemarin sang presiden masih bergurau tentang pihak oposisi melalui twitter : Semoga mereka bisa terus menang. Tetapi ia tidak berhasil menyembunyikan kekhawatirannya akan bintangnya yang mulai meredup."

Harian konservatif Spanyol La Stampa menganggap hasil tidak maksimal yang diraih partai Chavez tetap tidak akan menggoyahkan kedudukannya.

"Pada kesan pertama tidak tampak bahwa Presiden Hugo Chavez menderita kekalahan yang menyakitkan dalam pemilihan parlemen di Venezuela. Ia telah memanipulasi peraturan pemilihan, mengancam para pemilih dan melakukan segala cara, tetapi tujuan akhirnya mencapai suara mayoritas mutlak tidak berhasil. Sayangnya, keberhasilan pihak oposisi tidak akan cukup untuk menghentikan revolusi tidak masuk akal yang dilakukan oleh Chavez. Para pesaing Chavez kini harus mempersiapkan diri untuk pemilihan presiden 2012. Mereka bisa memanfaatkan parlemen sebagai panggung bagi kandidat lawan bersama yang bisa menang atas Chavez dan mencegah Chavez menghancurkan negara itu dengan kegilaannya."

Vidi Legowo-Zipperer/afp/dpa

Editor : Asril Ridwan