1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Turki dan PKK Terancam Gagal?

Ayhan Simsek / Clara Walther15 Januari 2013

Tiga aktivis Kurdi terbunuh di Paris. Belum jelas siapa pelaku serangan gelap itu. Aksi tersebut kemungkinan bertujuan untuk menyabot perundingan antara pemerintah Turki dan PKK.

https://p.dw.com/p/17JhD
Tiga aktivis Kurdi ditembak mati di Paris
Tiga aktivis Kurdi ditembak mati di ParisFoto: picture-alliance/dpa

Serangan gelap di Paris terutama ditujukan pada Sakine Cansiz, aktivis Kurdi yang berusia 56 tahun. Tahun 1978, bersama 4 orang lainnya, ia mendirikan Partai Buruh Kurdi, PKK. Tokoh pendiri PKK lainnya adalah Abdullah Öcalan, pimpinan gerakan Kurdi yang berada dalam tahanan di Turki. Sejak beberapa waktu terakhir, pemerintah Turki berusaha melakukan perundingan perdamaian dengan pemimpin Kurdi itu. Ini adalah langkah bersejarah, karena sebelumnya Turki menolak berunding dengan Öcalan. Apakah serangan gelap di Paris bertujuan menghentikan perundingan ini?

Sakine Cansiz termasuk dalam sayap moderat dalam PKK. Menurut laporan harian Turki ”Yeni Safak”, sejak tahun 2010 ia terlibat dalam perundingan rahasia antara PKK dengan pemerintah Turki. Baru-baru ini, ia juga mengambil peran kunci dalam upaya penyelesaian konflik ini. Bulan Desember 2012, Cansiz diberitakan melakukan pertemuan dengan utusan pemerintah Turki di Köln, Jerman. Tahun 1998, ia mendapat suaka politik di Perancis. Sejak itu, ia aktif berpolitik di Perancis dan Jerman. Tahun 2007 ia sempat ditahan selama 40 hari oleh polisi Jerman karena kegiatan PKK di kota Hamburg.

Sabotase Perundingan Perdamaian

Zübeyir Aydar, pimpinan PKK Eropa, menyatakan pada pers Turki, bahwa ia sudah dua tahun lalu diperingatkan akan terjadi serangan gelap. Ketika itu, perundingan rahasia dengan pemerintah Turki baru dimulai. ”Pendapat pribadi saya adalah, dan ini juga merupakan indikasi dari pemeriksaan yang kami lakukan secara umum, serangan gelap di Paris adalah upaya sabotase perundingan perdamaian. Diduga ini adalah tindakan sebuah kelompok rahasia yang menentang perdamaian dan proses perundingan.”

Pimpinan PKK Abdullah Ocalan ditahan di Turki
Pimpinan PKK Abdullah Ocalan ditahan di TurkiFoto: picture-alliance/dpa

Perundingan rahasia antara pemerintah Turki dan PKK dilakukan dua tahun lalu namun akhirnya gagal. Setelah itu kembali terjadi aksi kekerasan. Puluhan warga sipil dan aparat keamanan Turki serta ratusan pejuang PKK, terbunuh sejak itu. Bulan Desember 2012, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan memulai prakarsa baru untuk melakukan perundingan dengan pimpinan PKK dalam tahanan, Abdullah Öcalan. Perkembangan di dalam dan luar negeri membuat Erdogan mengambil langkah itu, antara lain krisis di Suriah.

Perundingan Baru

Kali ini pemerintahan Erdogan ingin melakukan proses yang agak transparan. Jadi beberapa butir penting dari perundingan dipublikasi. Menurut rancangan itu, pemerintah Turki berjanji memberikan warga Kurdi lebih banyak hak-hak politik dan budaya. Antara lain otonomi lokal diperkuat dan pejuang PKK secara umum tidak akan ditahan. Sebagai langkah balasan, pemerintah Turki menuntut agar PKK menghentikan perlawanan bersenjata. PKK juga harus menghentikan tuntutan kemerdekaan dan pembentukan negara otonomi Kurdi.

Protes di Marseilles atas pembunuhan tiga aktivis Kurdi di Paris
Protes di Marseilles atas pembunuhan tiga aktivis Kurdi di ParisFoto: picture-alliance/dpa

Selama puluhan tahun aksi perlawanan PKK sudah lebih 40.000 orang jadi korban. Amerika Serikat, Uni Eropa dan kebanyakan negara dunia menganggap PKK sebagai organisasi teroris. Perundingan terakhir antara pemerintah Turki dan PKK dinilai sebagai terobosan bersejarah dalam konflik berdarah ini. Namun serangan gelap di Paris merupakan ujian berat bagi kelanjutan perundingan perdamaian.

Konflik Dalam Tubuh PKK?

”Serangan gelap di Paris mungkin terjadi akibat konflik internal di PKK atau merupakan sebuah provokasi. Kita sebaiknya menunggu sampai ada kejelasan dalam kasus ini.” Demikian tanggapan pertama yang disampaikan Erdogan sehubungan dengan insiden itu. Sementara PKK membantah kemungkinan terjadi konflik internal dalam organisasinya. Kelompok-kelompok yang dekat dengan PKK justru curiga ada organisasi ekstrimis kanan Turki atau sempalannya yang melakukan serangan itu.

Demonstrasi menentang PKK di Ankara
Demonstrasi menentang PKK di AnkaraFoto: AP

Pengamat PKK Nihat Ali Özcan, yang bekerja untuk komisi ahli TEPAV di Ankara memperingatkan agar tidak berspekulasi. Kepada Deutsche Welle ia mengatakan: ”Kalau kita mengamati sejarah PKK, bisa ditemukan petunjuk pembunuhan dalam organisasi itu. Tapi terlalu dini untuk menarik kesimpulan sehubungan dengan kejadian di Paris.”

Kalaupun PKK tidak terlibat dalam aksi pembunuhan itu, para pengamat memberitakan ada ketegangan dan perbedaan pandangan dalam organisasi tersebut. Ini berkaitan dengan tema perlawanan bersenjata. Perdebatan internal ini akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya dalam perundingan dengan pemerintah Turki.

Tidak ada satu PKK

Nihat Ali Özcan sudah menulis banyak buku tentang PKK. Ia menegaskan berbagai perbedaan dalam tubuh PKK. Misalnya antara PKK di Eropa dan di Irak Utara. ”Tentu saja kondisi di Eropa sangat lain. Anggota PKK yang sudah lama hidup di Eropa kehilangan radikalitasnya. Pengawasan ketat anggota PKK di Eropa tidak selalu berhasil. Jauh berbeda dengan pengawasan anggota PKK yang melakukan perlawanan bersenjata di pegunungan atau di utara Irak.”

Menurut Özcan, anggota dan pimpinan PKK di Eropa lebih terbuka dan lebih moderat terhadap gagasan-gagasan baru. Karena itu, kantor pusat PKK sering mengganti jajaran pimpinannya di Eropa dan lebih sering melakukan pengawasan untuk meningkatkan tekanan.

Setelah serangan gelap di Paris, baik pemerintah Turki maupun para pimpinan PKK berusaha menahan diri dan tidak mengeluarkan pernyataan untuk menyalahkan pihak lain. Wakil Perdana Menteri Turki, Bülent Arinc mengutuk serangan di Paris sebagai ”pembunuhan keji” dan menyampaikan bela sungkawa yang dalam.